Dansa Politik ala Budiman, PDIP Murka
Pengurus PDIP telah menyiapkan dua opsi untuk Budiman Sudjatmiko, mengundurkan diri atau menerima pemecatan.
Kesabaran elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap Budiman Sudjatmiko telah habis. Pengurus partai berlambang kepala banteng ini tidak bisa lagi mentoleransi manuver politik yang dipertunjukkan eks pentolan Persatuan Rakyat Demokratik (PRD) itu.
“Opsinya (Budiman) mengundurkan diri atau menerima sanksi pemecatan,” kata Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristianto, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (20/8/2023).
Menurut Hasto, keputusan untuk Budiman secara resmi akan disampaikan Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun. Keputusan itu rencananya diumumkan kemarin, tapi ditunda. Menurut Kepala Sekretariat DPP PDIP, Adi Dharmo, penundaan itu dilakukan karena pengurus tengah berfokus mempelajari hasil survei terbaru dari dua lembaga survei. “Kami berfokus bahas itu dulu (hasil survei),” kata Adi dalam keterangan tertulis, kemarin.
Budiman secara resmi menyatakan dukungannya kepada Prabowo Subianto untuk maju dalam pemilihan presiden 2024. Pernyataan itu disampaikan secara terbuka dalam sebuah kegiatan di Semarang, Jawa Tengah, Jumat lalu.
Manuver Budiman ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Sebulan sebelumnya, dia telah menunjukkan gelagat dengan mendatangi kediaman Ketua Umum Partai Gerindra itu di Jalan Kertanegara 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tokoh reformasi itu secara terang-terangan memuji Prabowo dan menyatakannya layak melanjutkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo. “Saya merasa Pak Prabowo itu mewakili satu cara pandang kepemimpinan politik yang cocok dengan saya, dalam pengertian suatu bangsa yang ingin bangkit di tengah turbulensi karena krisis global dan perang (Ukraina-Rusia),” kata Budiman ketika itu.
Sikap Budiman itu tentu saja membuat pengurus PDIP gusar. Sebab, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri telah memutuskan mengusung Ganjar Pranowo dalam pemilihan presiden tahun depan. Jadi, pernyataan Budiman dianggap bertentangan dengan kebijakan partai. Namun saat itu pengurus hanya memberikan sanksi teguran.
Setelah Budiman mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto, pengurus PDIP tidak akan ragu bersikap.
“Budiman sudah tidak bisa lagi mengaku sebagai kader PDIP atau mewakili PDIP. Sudah selesai,” kata Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, kemarin. “Kalau sudah melanggar disiplin, dia sudah tidak lagi patut menganggap dirinya kader partai karena PDIP tidak ada istilah abu-abu.”
Menurut Djarot, Budiman tidak masuk struktur partai. Karena itu, pengurus tidak akan meminta klarifikasi dan penjelasan kepada mantan aktivis gerakan mahasiswa 1998 tersebut. Jadi, pengurus, lewat bidang kerhormatan partai, akan langsung mengambil keputusan.
Meskipun mendukung Prabowo sebagai calon presiden, Budiman menyatakan dirinya masih politikus PDIP.
“Saya masih PDIP. Saya masih ada hak dan kewajiban. Saya merasa bahwa saya PDIP sejati,” kata Budiman.
Budiman mengatakan sudah menggandrungi Partai Demokrasi Indonesia (PDI)—sebelum menjadi PDIP—sejak duduk di sekolah dasar. Ketika beranjak remaja, ia semakin serius mengikuti ajaran Bung Karno. Jadi, secara ideologi, PDIP menjadi partai yang paling cocok untuk perjuangannya. Sementara itu, dukungannya kepada Prabowo bersifat pribadi. Ia merasa mantan Danjen Kopassus itu memiliki ideologi yang sama dengan dirinya.
“Jadi, kalau saya dipecat, paling banter itu hanya menghapus status administratif saya sebagai PDIP, tapi ideologi saya sama,” kata dia.
Selain Budiman, kader PDIP yang mendukung Prabowo adalah Effendi Simbolon. Anggota DPR itu pernah mengundang Prabowo menghadiri rapat kerja nasional Punguan Simbolon dohot Boruna Indonesia (PSBI) atau perkumpulan orang-orang Batak bermarga Simbolon di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada 7 Juli lalu. Di sana, Effendi memuji Prabowo. Ketua PSBI ini juga menyebutkan Prabowo pantas menggantikan Presiden Jokowi.
“Negara, yang tadi disampaikan Pak Prabowo, begitu besarnya aset bangsa, aset negara, aktiva negara, tapi kita kemudian tidak mampu mengoptimalkan itu menjadi sesuatu yang bermanfaat. Saya kira kita bisa membaca, secara jujur dan obyektif, saya melihat itu ada di Pak Prabowo,” kata Effendi.
Pernyataan Effendi itu segera mengundang reaksi pengurus PDIP. Ia pun dipanggil oleh Dewan Kehormatan partai untuk dimintai klarifikasi. Hasilnya, pengurus memperingatkan Effendi. Menurut Hasto Kristiyanto, Effendi telah menegaskan tetap taat pada instruksi partai dan berkomitmen memenangkan Ganjar Pranowo dalam pemilihan presiden mendatang.
Cerita berbeda datang dari seorang kolega Effendi. Menurut dia, Effendi sesungguhnya sudah lama menyimpan kekecewaan terhadap pengurus PDIP. Kekecewaan ini berhubungan dengan polemik antara dia dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman. Adapun polemik itu muncul dalam rapat Komisi I DPR dengan Panglima TNI yang saat itu masih dipegang Jenderal Andika Perkasa.
Dalam rapat itu, Effendi berpendapat hubungan Panglima TNI dan Kepala Staf AD tidak harmonis. Ketidakharmonisan ini berujung pada ketidakpatuhan sehingga terkesan institusi TNI seperti gerombolan atau organisasi masyarakat. Pernyataan ini membuat Effendi mendapat kecaman di media sosial. “Saat itu partai bukannya membela, malah Effendi dipindahkan dari Komisi I,” kata sumber Tempo tersebut. Kekecewaan Effendi semakin besar, kata sumber itu, setelah namanya tidak tercantum dalam daftar bakal calon anggota legislatif untuk Pemilu 2024.
Effendi tidak memberikan jawaban gamblang atas dugaan kekecewaannya terhadap PDIP. “Saya tidak bisa mengiyakan, membenarkan, membantah, atau mengkonfirmasi informasi itu,” katanya. “Saya yakin akan indah pada waktunya karena hubungan saya baik-baik saja di lingkup internal partai.”
Dampak Positif Bagi Prabowo
Peneliti dari Indikator Politik Indonesia, Kennedy Muslim, mengatakan dukungan Budiman dan Effendi Simbolon terhadap Prabowo akan berdampak positif bagi Ketua Umum Gerindra itu. Terutama dukungan dari Budiman, yang merupakan aktivis prodemokrasi.
Selama ini Budiman diposisikan sebagai korban rezim Orde Baru, sedangkan Prabowo kebalikannya. Dengan dukungan Budiman, serangan terhadap Prabowo, terutama menyangkut isu penculikan dan pelanggaran hak asasi manusia, dapat dinetralkan.
“Saat situasi semakin panas, kampanye negatif pasti semakin kencang,” kata Kennedy. “Budiman bisa menetralkan isu tersebut karena dia punya latar belakang dan sejarah sebagai aktivis yang juga dikabarkan diculik oleh orang Prabowo.”
Saat kerusuhan Mei 1998 meletus, Prabowo menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat. Dua bulan sebelumnya, Prabowo memimpin Kopassus. Saat Prabowo di korps baret merah, sejumlah aktivis yang menuntut demokrasi diculik oleh anggota Kopassus yang tergabung dalam Tim Mawar. Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia mencatat 13 orang masih hilang sampai sekarang, termasuk penyair Wiji Thukul.
Kennedy menilai Prabowo telah mengubah strategi untuk memenangi pemilu dengan merangkul kawan dan lawannya. Strategi tersebut juga terlihat cukup efektif. Apalagi Presiden Joko Widodo memberikan sinyal dukungan kepada Prabowo. Bahkan, berdasarkan sigi Indikator Politik pada Juli lalu, terlihat 26,6 persen suara pemilih Jokowi pada 2019 mengalir kepada Prabowo. “Ini menjadi pekerjaan rumah PDIP yang satu partai dengan Jokowi, tapi belum bisa mendapatkan suara mayoritas lebih dari 50 persen,” ujarnya.
Pukulan Serius Bagi PDIP
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan dukungan politik kader PDIP kepada Prabowo menjadi pukulan yang cukup serius bagi partai berlambang kepala banteng itu. Gejala ini seakan-akan menunjukkan partai tersebut tidak solid.
“Apalagi dua tokoh itu (Budiman dan Effendi) pernah menjadi orang penting di lingkup internal PDIP, tapi tiba-tiba mendukung calon lain,” ujarnya.
Djarot Saiful mengatakan partainya tidak khawatir ada kader yang membelot ke Prabowo. Elektabilitas Ganjar tidak akan melorot hanya karena sikap kader yang tidak loyal tersebut.
“Dukungan Budiman ke Prabowo yang diadakan di Semarang justru membangkitkan militansi kader partai,” katanya. “Tidak akan berpengaruh karena itu justru membuat kami semakin solid.”
Optimisme serupa disampaikan Ketua Dewan Pimpinan PDIP Kota Semarang, Hendrar Prihadi. Menurut dia, manuver Budiman tidak berarti apa-apa. Apalagi loyalis Budiman Sudjatmiko di Kota Semarang tak signifikan.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Kota Semarang, Joko Santoso, yakin dukungan dari Budiman Sudjatmiko bakal mengerek elektabilitas ketua umumnya. Paling tidak, Budiman bisa menarik perhatian calon pemilih yang saat ini belum menentukan pilihan.
“Meyakinkan bahwa Budiman Sudjatmiko sebagai aktivis 98 saja mendukung Prabowo,” kata dia. “Ini bisa membawa generasi Z dan milenial yang butuh masa depan yang lebih bagus,” ucap Joko.
[Sumber: Koran TEMPO, Selasa, 22 Agustus 2023]