Budiman tak Bisa Dikecilkan
Akhirnya, Budiman Sudjatmiko dipecat. Bukan lewat konferensi pers, pengumuman resmi partai, melainkan lewat seorang kurir. PDIP seperti tak mau membuat panggung khusus untuk seorang Budiman. Sekaligus, mungkin meremehkan, menganggap kecil soal Budiman.
Tapi, Budiman tak bisa serta merta, dikecilkan. Ia sudah besar, justru sebelum bersama PDIP. Pada zamannya, ia adalah simbol. Simbol yang tak mudah diremehkan. Banyak yang mengaku, separtai maupun tak separtai, bersama dengan Budiman. Tapi tetap saja ia bukanlah Budiman.
Budiman dulu dan sekarang, sebetulnya sama saja. Sama-sama pionir. Dulu yang diperjuangkan Budiman adalah kebebasan, kesetaraan. Tapi saat itu relatif didapat, maka ia bergerak pada tema kemajuan. Ia tetap berpikir masa depan, tak mau diajak terus-terusan berpikir masa lalu.
Apalagi, diarahkan berpikir masa lalu pada saat Pemilu, sekadar untuk menjegal calon tertentu. Ia tak mau lagi begitu. Apalagi Prabowo pernah berpasangan dengan Megawati. Dan kini, jadi menterinya Jokowi. Bukan ia tak setuju Ganjar, tapi Prabowolah yang menurutnya paling tepat.
Jadi ide Budiman itu terlalu kuat. Sekuat idenya dulu menentang Orde Baru. Tak mudah diputar pada persoalan-persoalan proyek, jabatan, atau uang. Apalagi dicap pengkhianat, tak bermoral, dan sebagainya. Dua periode di DPR, tak sekali pun nama Budiman ikut terseret. Aktivis sejati.
Pemecatan Budiman ini hanya membuktikan ide soal persatuan kaum nasionalis belum bisa terwujud. Ganjar maupun Prabowo akan maju secara terpisah. Bisa akan amat keras, sekeras Pilpres sebelumnya. Masa lalu tetap dijual, tapi Budiman akan melumat itu. Entah siapa yang bakal didengar, dipercaya? Mestinya, Budiman.
(Oleh: Erizal)