“Berdasarkan hasil penghitungan mandiri yang dilakukan oleh tim, maka diduga adanya kemahalan harga yang ditetapkan oleh kepolisian saat membuat pagu anggaran. Hal ini berdampak terhadap adanya potensi pemborosan dan dugaan kemahalan harga sekitar 30 kali lipat dari harga yang ditawarkan oleh Byrna selaku produsen projectile launcher,” ungkap ICW.
***
Indonesia Corruption Watch (ICW) memaparkan Hasil Pemantauan Pengadaan Gas Air Mata oleh Kepolisian, yang disiarkan langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, Ahad, 9 Juli 2023.
Salah satunya mengungkapkan temuan mengenai dugaan mahalnya pengadaan perlengkapan gas air mata yang dilakukan oleh Polri.
ICW menduga ada kemahalan harga mencapai puluhan miliar dari harga pasaran untuk pengadaan perlengkapan tersebut.
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan pada 2022, kepolisian melakukan pengadaan perlengkapan gas air mata yang disebut pepper projectile launcher sebanyak 187 unit.
Perlengkapan tersebut merupakan pistol dengan peluru bulat berisi zat kimia yang bisa berefek pedih di mata.
Ilustrasi |
Wana mengatakan untuk pengadaan tersebut, kepolisian membuka tender dengan anggaran Rp 49,86 miliar.
“Apabila dihitung, maka harga satu unit barang tersebut adalah Rp 266,6 juta,” kata Wana dalam Peluncuran Hasil Pemantauan Pengadaan Gas Air Mata oleh Kepolisian, di kanal YouTube Sahabat ICW, Ahad, 9 Juli 2023.
Mengutip laman LPSE Polri, Wana mengatakan pemenang tender itu adalah PT TMDC.
Pengadaan tersebut terjadi pada 20 Januari 2023 hingga 24 Januari 2023.
Di sinilah, ICW menemukan bahwa anggaran pengadaan tersebut terlalu besar ketimbang harga senjata di pasaran.
Wana mengatakan merujuk pada laman resmi perusahaan, harga satuan pepper projectile launcher hanyalah US$ 479,99 atau setara Rp 6,9 juta per unit berdasarkan kurs dolar Amerika Serikat pada saat pengadaan itu berlangsung di awal 2022. Dia memperkirakan biaya tersebut harus ditambah dengan 25 persen biaya pengiriman, administrasi dan keuntungan untuk perusahaan.
Dari perhitungan tersebut, Wana mengatakan pengadaan senjata pepper projectile launcher sebanyak 187 unit seharusnya hanya Rp 1,294 miliar ditambah biaya lain-lain termasuk keuntungan perusahaan sebanyak Rp 323 juta.
Dengan demikian, dia menyimpulkan bahwa seharusnya anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan 187 unit senjata ini seluruhnya hanyalah Rp 1,618 miliar, bukan Rp 49,86 miliar.
“Berdasarkan hasil penghitungan mandiri yang dilakukan oleh tim, maka diduga adanya kemahalan harga yang ditetapkan oleh kepolisian saat membuat pagu anggaran. Hal ini berdampak terhadap adanya potensi pemborosan dan dugaan kemahalan harga sekitar 30 kali lipat dari harga yang ditawarkan oleh Byrna selaku produsen projectile launcher,” kata dia.
Pemantauan pengadaan gas air mata oleh polisi merupakan penelitian yang digarap oleh ICW dan organisasi Trend Asia.
Penelitian dilakukan oleh kedua lembaga non-profit itu karena banyaknya kasus tindakan represif kepolisian dalam pembubaran demonstrasi atau kerusuhan menggunakan gas air mata. Tragedi paling anyar dari dampak buruk penggunaan gas air mata adalah peristiwa di Stadion Kanjuruhan Malang yang menewaskan ratusan orang suporter Arema FC.
Kedua lembaga mengumpulkan informasi melalui sumber terbuka seperti Layanan Pengadaan Secara Elektronik, hingga akta perusahaan. Data dipadukan dengan data anggaran kepolisian dari 2005 hingga 2023.
Terkait temuan tersebut, Tempo telah mengirimkan pesan konfirmasi kepada Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan. Ramadhan belum merespons pesan tersebut.
[Sumber: TEMPO]