Teka-teki Pembelian Pesawat Bekas Polri Senilai Nyaris Rp 1 Triliun

Teka-teki Pembelian Pesawat Bekas Polri

Pembelian pesawat bekas dari Irlandia oleh Markas Besar Kepolisian RI seharga hampir Rp 1 triliun memantik sejumlah pertanyaan. Apa urgensinya polisi membeli pesawat Boeing 737-800 NG itu dan kenapa proses pembeliannya begitu tertutup?

Polri mengumumkan pembelian pesawat tersebut pada Jumat, 14 Juli 2023. Pesawat dengan register P-7301 yang dibeli dari sebuah perusahaan yang bermarkas di Dublin, Irlandia, itu dibanderol dengan nilai total sekitar Rp 997 miliar. Angka tersebut meliputi harga pesawat yang berkisar Rp 664 miliar, serta untuk keperluan modifikasi kabin, kargo, pemeliharaan, pelatihan pilot, pramugari, dan jasa teknisi selama satu tahun yang mencapai Rp 330,64 miliar.

Proses pembelian pesawat begitu tertutup. Tak jelas kapan transaksi pembelian dilakukan. Polisi hanya menyebutkan pembelian menggunakan anggaran 2022. Di akun media sosialnya, pada akhir Maret 2023, praktisi penerbangan Gerry Soejatman mengunggah foto dan video Boeing 737-800 NG itu sudah berada di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, dengan kondisi badan pesawat telah dicat warna Polri: putih, merah, dan biru. Polisi baru membuka ihwal pembelian Boeing 737-800 NG tersebut setelah akun TikTok @gffbh memviralkan keberadaan pesawat dengan kondisi sudah berlogo Polri dan tulisan "Kepolisian Negara Republik Indonesia" itu pada 10 Juli 2023. 

Diproduksi Boeing Commercial Airplanes, Boeing 737-800 NG diluncurkan pada September 1994 dengan kapasitas 184 kursi dan mulai mengudara pada Juli 1997. Model ini merupakan pesawat berbadan sempit jarak pendek dan menengah dengan mesin ganda. Menurut situs web Statista, harga pesawat baru tipe ini berkisar Rp 1,59 triliun. Polisi menyatakan anggaran yang sudah disiapkan sekitar Rp 1 triliun tak cukup untuk membeli pesawat baru, yang juga membutuhkan waktu produksi dua tahun setelah dipesan. Polisi berdalih kebutuhan pesawat tipe tersebut mendesak karena salah satunya untuk keperluan operasional Pemilu 2024, seperti mengangkut personel, logistik, dan barang.

Proses yang tertutup ini mengingatkan kita pada langkah Kementerian Pertahanan saat membeli 12 pesawat tempur bekas Mirage 2000-5 senilai Rp 11,8 triliun dari Qatar. Meski kontrak pembelian pesawat tempur itu telah ditandatangani pada 31 Januari 2023, publik baru mengetahuinya pada pertengahan Juni lalu, setelah media asing memberitakannya. Urgensi pembelian pesawat tempur bekas oleh Kementerian Pertahanan ini juga dipersoalkan. Sebab, tidak ada kondisi yang mendesak sehingga Indonesia harus membeli pesawat tua. 

Pembelian pesawat Polri juga tak ada urgensinya. Alasan Polri bahwa pengadaan pesawat itu mendesak untuk mengantisipasi gangguan keamanan dan ketertiban, bencana alam, serta terorisme pada tahun politik 2024 patut dipertanyakan. Apakah benar tahun politik nanti menghadirkan potensi ancaman bahaya yang besar, yang membutuhkan mobilisasi personel kepolisian yang cepat sehingga perlu pesawat khusus? Apakah ada kondisi yang berbeda dari tahun politik sebelumnya sehingga kali ini Polri merasa perlu membeli pesawat sendiri?

Aspek keekonomian dan efisiensi dari pembelian pesawat bekas ini juga perlu diuji. Masih ada opsi mencarter pesawat komersial atau pinjam pakai pesawat TNI kalau memang perlu untuk membawa barang-barang berbahaya, seperti senjata dan amunisi. Sedangkan untuk kebutuhan angkutan personel, polisi bisa menggunakan pesawat komersial. Bisa jadi biaya untuk opsi ini akan lebih ekonomis dibanding anggaran pembelian pesawat bekas itu plus biaya perawatan dan operasionalnya.

Pembelian pesawat ini juga menunjukkan ada yang salah dalam memilih prioritas penggunaan anggaran. Dana Rp 1 triliun akan jauh lebih bermanfaat untuk kesejahteraan polisi dan perbaikan fasilitas Korps Bhayangkara di daerah, terutama asrama anggota kepolisian. Anggaran pembelian pesawat juga akan lebih tepat jika dipakai untuk meningkatkan fasilitas-fasilitas layanan Polri yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. 

Di tengah citra Korps Bhayangkara yang belum pulih karena sejumlah kasus korupsi yang menyeret anggotanya—salah satunya AKBP Bambang Kayun yang disebut menerima suap dan gratifikasi Rp 56 miliar—pembelian pesawat oleh Polri tersebut jelas keliru. Polisi semestinya berfokus membenahi institusinya agar tingkat kepercayaan publik naik, bukan justru melakukan hal sebaliknya. Membeli pesawat secara tertutup dengan anggaran jumbo sama artinya mengoyak kepercayaan masyarakat.

(Editorial Koran Tempo, Senin, 17 Juli 2023)

Baca juga :