[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA – Partai Golkar hingga saat ini belum menentukan sikap untuk bergabung dengan satu dari tiga koalisi partai yang sudah terbentuk.
Namun muncul sinyal kedekatan partai berlambang pohon beringin itu dengan Koalisi Perubahan untuk Perjuangan.
Sinyal itu terlihat ketika sejumlah elite Golkar menghadiri Apel Siaga Perubahan yang digelar Partai NasDem di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 16 Juli lalu.
Apel siaga sejatinya adalah kegiatan internal Partai NasDem untuk mengkonsolidasikan kader-kadernya. Kehadiran Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu dianggap wajar karena mereka bagian dari Koalisi Perubahan.
Namun kemunculan Christina Aryani, Rizal Mallarangeng, dan Supriansa—pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar—menjadi sorotan.
Satu sumber Tempo di Koalisi Perubahan mengatakan kehadiran tiga pengurus pusat Partai Golkar dalam acara apel siaga NasDem itu diduga menjadi salah satu bentuk pendekatan.
Koalisi Perubahan sudah menetapkan Anies Baswedan sebagai calon presiden untuk Pemilu 2024. Sedangkan calon wakil presiden pendamping Anies hingga saat ini belum ditentukan. Partai Golkar, kata sumber itu, melihat ini sebagai peluang untuk menyodorkan Airlangga.
Hanya, kata sumber yang sama, keinginan Golkar bergabung dengan Koalisi Perubahan bakal banyak menghadapi sandungan. Apalagi saat ini kepemimpinan Airlangga tengah digoyang isu musyawarah nasional luar biasa.
“Bahkan dia juga sedang diperiksa di Kejaksaan,” katanya. “Kami tidak tahu apakah nanti (Golkar) berani bergabung atau tidak.”
Golkar sebenarnya telah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Belakangan, PPP memutuskan merapat ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Dengan demikian, meski KIB belum dinyatakan bubar, kesepakatan kerja sama tiga partai itu sudah tenggelam.
Juru bicara PKS, Muhammad Iqbal, menyambut baik rencana Partai Golkar bergabung dengan Koalisi Perubahan. “Kami terbuka bagi partai yang mau bergabung dan mendukung capres Anies Rasyid Baswedan,” katanya. “Karena semakin memperkuat koalisi.”
Pernyataan serupa disampaikan koordinator juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra. Namun dia mengingatkan tentang sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk bergabung dengan Koalisi Perubahan. “Karena Koalisi Perubahan diikat piagam koalisi, siapa pun yang mau bergabung, piagam ini yang menjadi dasarnya,” ujarnya. “Kalau tidak sesuai dengan isi piagam itu, mohon maaf, sepertinya akan sulit bergabung.”
Piagam koalisi yang dimaksudkan Herzaky itu berisi enam poin kesepakatan yang ditandatangani oleh tiga partai pengusung Anies Baswedan. Poin-poin itu di antaranya memberikan mandat kepada capres untuk memilih calon cawapres, memberikan keleluasaan kepada capres untuk berkomunikasi dengan partai lain dalam rangka memperluas jaringan, dan membentuk sekretariat yang merupakan kelanjutan dari tim persiapan atau tim kecil.
Partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan, kata Herzaky, saat ini masih menunggu Anies mengumumkan nama bakal pendampingnya. “Nama cawapres sudah ada di kantong Anies dan menunggu waktu untuk diumumkan," ujarnya
Wakil Ketua Partai NasDem Ahmad Ali mengatakan tiga partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan sudah cukup untuk mengusung Anies Baswedan. Jadi, Koalisi Perubahan tidak perlu menunggu partai lain masuk dalam gerbong mereka. “Tapi, kalau mau bergabung, masak, kami larang?” katanya. “Calon sebaik Anies tidak mungkin tak didukung partai lain.”
Rizal Mallarangeng dan Surpansa hingga semalam tidak menjawab pertanyaan Tempo tentang pendekatan Partai Golkar ke Koalisi Perubahan. Sementara itu, anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam, mengatakan, dalam musyawarah nasional pada 2019, Ketua Umum Airlangga Hartarto diamanatkan maju sebagai calon presiden. “Yang penting, amanat munas itu dijalankan,” ucapnya.
Politikus senior Partai Golkar, Yorrys Raweyai, menilai langkah Airlangga mengkampanyekan dirinya sebagai capres atau cawapres tidak berdampak secara signifikan bagi elektabilitas Golkar. Di sisi lain, konsolidasi internal untuk menghadapi pemilu justru semakin terhambat.
Karena itu, kata Yorrys, tidak masuknya nama Airlangga Hartarto dalam bursa bakal capres dan cawapres bisa dianggap sebagai kegagalan memenuhi rekomendasi munas Partai Golkar.
“Ini akan menjadi bom waktu yang dapat meledak setiap saat,” ujarnya.
Kegagalan ini berpotensi memicu gerakan-gerakan penyelamatan partai. Namun dia tidak menjelaskan secara gamblang tentang gerakan-gerakan yang dimaksudkan.
(Sumber: Koran TEMPO)