Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) 2021-2023, Marsekal Madya TNI AU (Purnawirawan) Henri Alfiandi, sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan barang di Basarnas.
(Sumber: Koran Tempo, Kamis, 27 Juli 2023)Pensiunan TNI Angkatan Udara tersebut diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar dari para rekanan proyek-proyek di Basarnas.
Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, sejak awal, Henri diduga terlibat mendesain perusahaan tertentu untuk dijadikan pemenang dalam lelang proyek-proyek di Basarnas.
Cara Henri mendesain pemenang tender itu tergambar dari tiga proyek di Basarnas, yaitu pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan, public safety diving equipment, dan remotely operated vehicle (ROV) untuk Kapal Nasional SAR Ganesha. Tender ketiga proyek ini berlangsung pada semester pertama tahun ini.
Alexander menyebutkan, awalnya, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil, menemui Henri dan Koordinator Administrasi Kepala Basarnas, Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto. Afri Budi juga merupakan orang kepercayaan Henri. Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak menyepakati adanya fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak proyek.
“HA (Henri Alfiandi) diduga sebagai penentu besaran fee dari nilai kontrak,” kata Alexander saat menggelar konferensi pers di kantor KPK, Rabu, 26 Juli 2023.
Setelah kesepakatan tersebut, kata Alexander, Henri mengkondisikan perusahaan Mulsunadi dan Marilya sebagai pemenang lelang pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan. Lalu perusahaan Roni Aidil menjadi rekanan public safety diving equipment dan ROV untuk Kapal Nasional SAR Ganesha.
Selanjutnya, para rekanan menyerahkan fee yang sudah dijanjikan kepada Henri. Penyerahan uang tersebut diistilahkan dengan “dana komando”.
Uang dana komando inilah yang diungkap KPK dalam operasi penangkapan terhadap Afri Budi dan sebelas orang dari pihak swasta, Selasa (25/7/2023) lalu.
Pihak swasta itu, di antaranya, adalah Marilya, Roni Aidil, serta sembilan karyawan di PT Intertekno Grafika Sejati dan PT Kindah Abadi Utama.
Mereka ditangkap di dua lokasi terpisah, yaitu di Jalan Mabes Hankam, Cilangkap, Jakarta Timur, dan di sebuah warung di kawasan Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat.
Dalam operasi penangkapan tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp 5,099 miliar. Dari angka itu, tim KPK menyita uang tunai Rp 999,7 juta dari tangan Afri Budi. Afri menerima uang ini dari Marilya di parkiran salah satu bank di Markas Besar TNI, Cilangkap. Tim KPK juga menyita uang senilai Rp 4,1 miliar yang diserahkan oleh Roni Aidil melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
5 Tersangka
KPK lantas menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ini. Kelimanya adalah Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI AU (Purnawirawan) Henri Alfiandi, Afri Budi, Mulsunadi, Marilya, dan Roni Aidil.
Terkhusus Mulsunadi, Marilya, dan Roni Aidil, mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
Sedangkan penanganan perkara Henri Alfiandi dan Afri Budi diserahkan kepada Pusat Polisi Militer TNI.
Setelah penetapan tersangka, KPK menahan Marilya dan Roni Aidil di Rutan KPK. Sedangkan Mulsunadi diminta segera menyerahkan diri ke komisi antirasuah. “Kami ingatkan untuk kooperatif segera hadir ke gedung Merah Putih KPK mengikuti proses hukum perkara ini,” ujar Alexander.
Alexander melanjutkan, tim KPK juga akan mendalami dugaan berbagai vendor lain yang ikut menyerahkan uang kepada Henri Alfiandi dan Afri Budi. Keduanya diduga menerima uang hingga Rp 88,3 miliar. “Hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim gabungan penyidik KPK bersama tim penyidik Puspom Mabes TNI,” kata dia.
Kepala Biro Humas dan Umum Basarnas, Hendra Sudirman, mengatakan lembaganya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK ataupun di Pusat POM TNI. “Basarnas akan kooperatif dan menghormati proses hukum yang berjalan,” kata dia.
Adapun Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, mengatakan pihaknya akan mengikuti prosedur hukum mengenai keterlibatan dua perwira TNI dalam kasus dugaan suap tersebut.
“Sesuai dengan komitmen Panglima TNI, semua pelanggaran hukum dilanjutkan sesuai dengan prosedur,” kata Julius.