Persebaran Mazhab Fikih di Dunia dan Keunikannya

Persebaran Mazhab Fikih di Dunia dan Keunikannya

Oleh: Muh. Nursalim

Ada calon pengantin hamil. Calon lakinya di penjara. Akad nikah tetap dilakukan. Tempatnya bukan di balai nikah juga bukan di penjara, tetapi di masjid dekat ia ditahan. Tentu dengan penjagaan ketat aparat keamanan.

Kenapa segitunya mendesak. Karena mengejar keburu masuk bulan suro. Pada bulan ini sebagian orang tidak berani melakukan akad nikah. Maka pada hari terakhir tahun 1444 H akad nikah itupun dijalankan. Tanpa dekor dan tanpa rias layaknya pengantin pada umumnya.
Untungnya muslim nusantara itu bermazhab Syafii. Umumnya. Pada mazhab ini, wanita hamil boleh menikah dengan laki-laki yang menghamili. Logika mazhab Syafii begini. Iddah atau masa tunggu  itu terjadi untuk istri yang ditalak suaminya. Jika istri keadaan suci iddahnya tiga kali haidh, bila istri posisi hamil iddahnya sampai melahirkan.

Wanita lajang yang hamil itu tidak punya masa iddah. Ia bukan istri. Karena itu ia boleh menikah dalam kondisi hamil, tanpa harus menunggu kelahiran bayi yang dikandungnya.  Hal ini seperti yang ditulis Imam Al Mawardi dalam kitab Al Hawi Al Kabir berikut ini.

الحاوى الكبير  ـ  الماوردى - (ج 9 / ص 497)
الْفَصْلُ الثَّانِي : هَلْ لِمَا ذَكَرْنَاهُ حُرْمَةٌ تَجِبُ بِهَا الْعِدَّةُ أَمْ لَا ؟ فَمَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ : أَنَّهُ لَا حُرْمَةَ لَهُ فِي وُجُوبِ الْعِدَّةِ مِنْهُ سَوَاءً كَانَتْ حَامِلًا مِنَ الزِّنَا أَوْ حَائِلًا ، وَسَوَاءً كَانَتْ ذَاتَ زَوْجٍ فَيَحِلُّ لِلزَّوْجِ أَنْ يَطَأَهَا فِي الْحَالِ ، أَوْ كَانَتْ خَلِيَّةً فَيَجُوزُ لِلزَّانِي وَغَيْرِهِ أَنْ يَسْتَأْنِفَ الْعَقْدَ عَلَيْهَا فِي الْحَالِ حَامِلًا كَانَتْ أَوْ حَائِلًا

Pasal ke dua: Apakah yang kita sebut dimuka (wanita hamil karena zina)  itu wajib punya iddah atau tidak ? Menurut mazhab Syafi’i wanita pezina itu tidak punya iddah baik ia hamil atau tidak. Baik si wanita bersuami yang boleh menggauli saat hamil atau ia tidak bersuami sehingga laki-laki yang menghamili boleh menikahinya baik keadaan hamil atau tidak.

Ketentuan fikih tersebut kemudian diakomodasi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 53 sebagai berikut: 
1. seorang perempuan yang hamil di luar perkawinan dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan wanita yang hamil di luar nikah dengan pria yang menghamilinya dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Mazhab Syafii itu tersebar di Asia tenggara. Seperti Malaysia, Brunai, Singapura,  Thailand dan Indonesia. Maka aturan agama yang diakomodai negara seperti undang-undang pernikahan, zakat, wakaf dan perbankan syari’ah banyak merujuk mazhab ini. Beberapa ulama nusantara yang pernah menjadi mufti di Tanah Suci juga bermazhab Syafii. Seperti Imam An Nawawi Al Bantani dan Syeikh Juned Al Batawi. Bagaimana awalnya mulanya mazhab ini berkembang di asia tenggara, perlu kajian tersendiri.

***

Di masjidil haram kita sering menemui jamaah tawaf dengan naik kursi roda. Baik didorong maupun  bertenaga listrik yang bisa jalan sendiri. Tetapi kita tidak akan menemui jama’ah yang tawaf dengan ditandu.
Seseorang duduk di kursi roda itu berarti  sehat, minimal masih bisa duduk walaupun mungkin tidak mampu berjalan. Karena ada orang yang tidak mampu duduk. Kondisi seperti itu tidak mungkin melakukan tawaf jika tidak ditandu. Padahal tidak mungkin jamaah tawaf dengan ditandu. Pasti dilarang masuk oleh askar. 

Nampak urusan sepele, tatapi ternyata bila ditelisik dari sisi fikih menjadi sangat menarik. Ini sangat terkait dengan  mazhab yang dipakai oleh umat Islam Arab Saudi, juga pemerintahnya.

Mazhab Hambali itu tersebar di timur tengah, terutama Arab Saudi. Maka kebijakan pengelolaan masjidil haram juga banyak merujuk kepada mazhab ini. Salah satunya adalah tidak adanya jamaah haji tawaf dengan ditandu.

Pada mazhab Hambali,  orang yang haji dan umrah itu disunnahkan melakukan niat bersyarat. Yaitu menambah niat haji dan umrah dengan syarat tertentu.

Bunyi niat bersyarat haji adalah, Labbaikallahumma hajjan Fa in habasi habisun famahalli haitsu habastani (Ya Allah saya niat haji – Jika saya terhalang oleh sesuatu, maka tahallul saya di mana Engkau memberikan halangan kepadaku).

Adapun niat bersyarat umrah adalah Labbaikallahumma Umratan Fa in habasi habisun famahalli haitsu habastani (Ya Allah saya niat umrah – Jika saya terhalang oleh sesuatu, maka tahallul saya di mana Engkau memberikan halangan kepadaku).

Konsekuensi dari niat bersyarat itu adalah, jika seorang jamaah  sakit padahal belum merampungkan manasiknya maka ia otomatis telah melakukan tahalul. Larangan ihram tidak lagi berlaku baginya. Bila  sembuh dipersilahkan melakukan rangkaian manasik yang belum dijalankan seperti tawaf dan sa’i. Tetapi jika ia tetap sakit maka ia telah dinilai sebagai orang yang berhaji dan umrah secara sempurna.

Itulah sebabnya, mengapa tidak perlu orang sakit ditandu untuk melakukan tawaf di masjidi haram. Karena mazhab Hambali tidak mewajibkan ritual tersebut bagi orang yang terhalang akibat sakit, jika saat niat haji dan umrah ditambahi syarat.

***

Ada mahasiswa dari Indonesia yang kuliah di Libya. Ia membuat video seputar kampusnya. Terlihat di beberapa tempat ada anjing yang sedang santai. Saya berfikir, kenapa di kampus islam ada hewan yang najis?

Ternyata Libya dan beberapa negara muslim di Afrika Utara seperti Tunisia dan Maroko itu, juga Turki, penganut mazhab Maliki. Mazhab ini tidak menajiskan anjing. Secara fisik hewan yang suka menggonggong ini tidak najis.
Dalam Kitab asy-Syarkh ash-Shaghir ma’a Hasyiyat as-Shawi Alaihi, disebutkan bahwa jika ada anjing yang menjilati periuk sekali atau lebih, maka dianjurkan untuk membuang air atau makanan itu kemudian disunahkan membersihkan periuk tadi tujuh kali, seperti tuntunan hadis atas dasar ta’abbudi, meski sebenarnya anjing itu sendiri suci.

Ulama Malikiah, Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menulis seperti ini.

بداية المجتهد - (ج 1 / ص 29)
قال القاضي: وقد ذهب جدي - رحمة الله عليه - في كتاب المقدمات إلى أن هذا الحديث معلل معقول المعنى ليس من سبب النجاسة، بل من سبب ما يتوقع أن يكون الكلب الذي ولغ في الاناء كلبا، فيخاف منه السم قال: ولذلك جاء هذا العدد الذي هو السبع في غسله، فإن هذا العدد قد استعمل في الشرع في مواضع كثيرة في العلاج، والمداواة من الامراض

"Kata Al Qadhi: "Kakek saya - semoga Allah merahmatinya - berpendapat dalam kitab Al Muqadimah, bahwa hadis ini memiliki alasan yang masuk akal, dan bukan disebabkan oleh najis, tetapi karena alasan yaitu ketika anjing yang menjulurkan lidahnya ke dalam bejana, dia merasa takut terkena racun." Dia juga berkata: "Oleh karena itu, jumlah pencucian untuk hal ini adalah tujuh kali. Angka tujuh ini digunakan dalam banyak konteks pengobatan dan penyembuhan penyakit."

Pendapat mazhab Maliki ini berbeda dengan mazhab Syafii. Mazhab Syafii yang dianut mayoritas muslim Indonesia menajiskan anjing. Karena itu hampir tidak mungkin menemukan hewan tersebut di kampung santri. Takut terkena najisnya, apalagi air liur anjing itu najis mughaladhah di mana cara mensucikannya cukup berat.

***

Kemudian, kalau kita berkunjung ke masjid di Pakistan, India atau Afganistan akan menemukan tempat-tempat ibadah tersebut banyak ornamen yang dihias sangat indah. 
Fenomena itu tidak lepas dari mazhab fikih yang mereka anut, yaitu Mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi banyak menyebar di Asia tengah. Pada mazhab ini memang membolehkan menghiasi masjid dengan hiasan tertentu. Sebagaimana disebut dalam kitab Fathul Qadir sebagai berikut.

فتح القدير  - (ج 2 / ص 340)
وَمِنْهُمْ مَنْ كَرِهَهُ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { إنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ تُزَيَّنَ الْمَسَاجِدُ } الْحَدِيثَ ، وَالْأَقْوَالُ ثَلَاثَةٌ وَعِنْدَنَا لَا بَأْسَ بِهِ

Dan di antara mereka ada yang melarang menghias mesjid, karena adanya sebuah hadis (Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah dihiasinya masjid-masjid). Tentang hadis itu ada tiga pendapat, menurut kami menghias masjid itu boleh.

Ada catatan menarik dari mazhab hanafi, mengenai asal dana untuk membuat ukiran. Ibnu Abidin menyampaikan jika dana tersebut berasal dari pribadi orang yang mengukir, atau berasal dari sumbangan yang dikhususkan untuk menyiapkan ukiran itu saja, maka hukumnya adalah boleh.

Di atas adalah beberapa contoh, betapa mazhab fikih itu berpengaruh dalam perilaku dan budaya kaum  muslimin. Bahkan juga dalam perundang-undangan. Hal ini jika aliran mazhab dipositifkan dalam wujud aturan resmi negara, seperti undang-undang perkawinan di Indonesia.

Walaupun ditemukan  perbedaan, dipastikan hanya menyangkut hal-hal yang furu’ atau cabang-cabang dari ajaran Islam. Untuk urusan pokok pasti sama. Misalnya, semua mazhab meyakini alqur’an itu kalamullah bukan kalam rasul. Bahwa shalat fardhu itu lima kali sehari, bahwa puasa wajib itu di bulan ramadhan, bahwa haji itu di tanah suci Mekah. 

Dengan mengenali perbedaan mazhab, kita tidak akan kaget ketika mendapati orang lain berbeda dalam beribadah. Misalnya tatacara shalat. Seperti pada niatnya, takbirnya, angkat tangannya,  sedekapnya, bacaan basmalahnya, rukuk dan sujudnya, duduknya, jari tulunjuknya bahkan cara menggeleng kepalanya saat salam. 

Seperti di masjid haram. Karena berkumpul muslim dari seluruh dunia. Rupa-rupa tata cara shalat dapat kita temukan. Imamnya satu bermazhab Hambali, makmumnya macam-macam mazhab ada. Semoga semua diterima amalnya dan menjadi wasilah masuk surga. 

Wallahua’lam.

Baca juga :