MENGAPA PERANCIS TERBAKAR HANYA KARENA SEORANG REMAJA MATI OLEH TEMBAKAN POLISI?
Entah dgn Anda. Tapi saya sempat merasa heran, bagaimana bisa seorang remaja 17 thn warga Perancis asal Aljazair yg mati oleh tembakan polisi, dapat memicu kerusuhan sedahsyat itu.
Ternyata...⏬
Merujuk informasi dari berbagai sumber, saya mendapati ternyata latar belakang terjadinya kerusuhan saat ini tidak sesimpel remaja bernama Nahel M itu merenggang nyawa di tangan polisi Perancis.
Nahel sendiri sbg sosok yg populer di lingkungannya adalah satu hal..
Sedangkan telah tumbuh keyakinan dari pengalaman yg disimpulkan oleh mereka yg marah dgn satu kalimat bahwa "Jika Anda memiliki warna kulit yg salah, polisi jauh lebih berbahaya bagi Anda" adalah hal tersendiri yg harus menjadi objek kepedulian di Perancis.
Hal lain yg tak kalah signifikannya dalam memicu kerusuhan yg telah memasuki hari kelima itu adalah rangkaian kebohongan polisi yg dimuntahkan dalam rangka melepas tanggung jawab dipundak personilnya atas pembunuhan terhadap remaja pengemudi itu.
Mari kita mengenal profil sang korban..!!
Satu-satunya anak yg dibesarkan oleh ibunya, Nahel M berasal dari Aljazair dan telah bekerja sbg supir pengiriman makanan dan juga merupakan penggemar rugby, menurut laporan.
Nahel belajar di sebuah perguruan tinggi di Suresnes di pinggiran barat Paris dan dilatih untuk menjadi insinyur listrik, kata keluarga dan teman-temannya. Dia dikatakan populer di lingkungannya di Nanterre dimana dia tinggal bersama ibunya Mounia.
"Apa yg akan saya lakukan sekarang?" ratap ibunya setelah mendapat kabar itu. "Saya mengabdikan segalanya untuknya, saya hanya punya satu, saya belum punya 10 [anak]. Dia adalah hidup saya, sahabat saya."
Neneknya menyebut dia sbg "anak yg baik hati." Selama tiga thn terakhir, dia bermain untuk klub rugby Pirates of Nanterre dan menjadi bagian dari program integrasi yg diselenggarakan oleh Ovale Citoyen, organisasi yg membantu para remaja yg kesulitan mendapatkan magang.
"Dia adalah seseorang yg memiliki keinginan untuk menyesuaikan diri secara sosial dan profesional, bukan anak kecil yg berurusan dgn narkoba atau mendapat kesenangan dari kejahatan remaja," kata presiden Ovale Citoyen Jeff Puech kpd Le Parisien.
Nahel adalah warga negara memiliki latar belakang yg bersih dan tidak pernah dituntut atas tindakan kriminal apa pun, sebagaimana yg ditegaskan oleh keluarganya.
Lalu bagaimana pembunuhan itu terjadi?
Banyak di antara massa yg marah meyakini bahwa pembunuhan terhadap Nahel M sangatlah busuk. Peristiwa yg terjadi di Paris Nanterre pada hari Selasa itu direkam dalam video oleh orang yg lewat dan dibagikan secara online.
Namun tidak sesuai dgn apa yg tersuguhkan dalam rekaman, Polisi Prancis memberikan penjelasan yg menyesatkan tentang insiden tsb. Polisi mengkonstruk cerita mereka sendiri yg dibuat-buat, mulai dari kronologi kejadian hingga soal catatan pelanggaran hukum sang korban.
Polisi Prancis mengklaim bahwa bocah lelaki yg terbunuh itu melakukan pelanggaran lalu lintas, membahayakan pejalan kaki, mengemudi tanpa SIM, tidak mematuhi perintah polisi, dan bahwa dua petugas berusaha meredakan situasi.
Mereka juga mengklaim bahwa petugas menembak remaja tsb karena nyawa mereka dalam bahaya saat dia mencoba untuk menabrak mereka. Mereka bahkan mengklaim bahwa dia "dikenal polisi" karena dugaan 15 pelanggaran.
Bukti, bagaimanapun, menunjukkan Nahel adalah seorang pemuda yg tidak bersalah tanpa catatan kriminal, dan video yg direkam oleh seorang saksi mata juga membuktikan bahwa klaim yg dibuat oleh polisi tidak benar.
Pria berusia 17 thn itu tidak memiliki SIM penuh dan mengendarai mobil sewaan yg diambilnya sepenuhnya secara legal melalui aplikasi dan ditemani oleh dua temannya, yg dapat berarti mengemudi di bawah pengawasan hukum Prancis.
Menurut laporan, dia berlatih mengemudi dgn tujuan mendapatkan SIM, yg diperlukan untuk terus bekerja di bisnis pengiriman yg dia dan ibunya andalkan secara finansial.
Terbuktikah Nahel melakukan pelanggaran?
Meskipun polisi Prancis menggunakan kamera dalam mobil dan tubuh, mereka tidak memberikan bukti bahwa remaja tsb melanggar peraturan lalu lintas dan membahayakan pejalan kaki sebelum berhenti.
Video tsb dgn jelas menunjukkan bahwa dia secara sukarela menghentikan kendaraan dan tidak berniat melarikan diri. Tetapi masalah muncul setelah dua polisi menodongkan pistol ke kepalanya dari jarak dekat, dgn teriakan terekam, "Kamu akan ditembak!"
Situasi ini dilaporkan menempatkannya di bawah tekanan psikologis yg sangat besar, karena untuk keluar dari kendaraan ia harus melakukan tindakan manual pada kotak persneling dan rem tangan, yg dalam keadaan tertentu dapat dgn mudah diartikan sbg meraih senjata.
Remaja itu secara naluriah menginjak gas dgn panik, dan segera seorang polisi melepaskan tembakan ke arahnya. Bukan ke ban mobil dgn tujuan menghentikan kendaraan, tapi langsung ke arahnya dgn tujuan membunuhnya.
Kendaraan terus melaju beberapa meter lagi dan bertabrakan dgn sebuah tiang, dgn suara klakson yg disebabkan oleh kepalanya yg membentur klakson. Dia diberi bantuan medis darurat tetapi meninggal beberapa menit kemudian.
Ibu anak laki-laki yg terbunuh, Mounia menyerukan protes terhadap pembunuhannya yg mengerikan, dgn mengatakan bahwa "seorang petugas polisi melihat wajah Arab, seorang anak kecil, dan ingin mengambil nyawanya."
Pembunuhan di siang bolong, bersama dgn versi polisi yg menyimpang dari peristiwa tsb, memicu protes besar-besaran dan spontan dari kaum muda di seluruh Prancis dan sekitarnya.
Protes atas pembunuhan anak laki-laki itu juga diadakan di negara tetangga Belgia, serta di Guyana Prancis yg jauh di Amerika Selatan dan Reunion di Samudera Hindia.
Protes saat ini, menurut sejumlah ahli, merupakan tanggapan terhadap rasisme jangka panjang dan mengakar dalam masyarakat Prancis, tetapi juga hasil dari ketidakpuasan sosial yg meluas yg telah menghasilkan jutaan protes kuat awal tahun ini.
Namun, otoritas Prancis tidak setuju dengan versi ini. Presiden Emmanuel Macron mengaitkannya dgn video game. Selebriti Prancis pun tidak terlalu vokal dalam menyuarakan dukungannya terhadap hak-hak anak muda Prancis, dgn sebagian besar dari mereka memilih diam.
Namun, pemimpin partai Hijau Prancis, Marine Tondelier, menyebut pembunuhan Nahel sbg "eksekusi".
"Apa yg saya lihat di video ini adalah eksekusi oleh polisi terhadap seorang anak berusia 17 tahun, di Prancis, pada 2023, di siang bolong," katanya.
Tetangga Nahel memberikan penghormatan yg kaya kpdnya sambil mengecam perlakuan tidak manusiawi yg dilakukan terhadap ras minoritas di Prancis. "Nahel adalah anak yg pendiam," kata Saliha, 65 tahun, seorang warga di lingkungannya, kpd AFP.
PBB dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu mengatakan Prancis harus menangani masalah diskriminasi rasial yg mendalam di kepolisiannya.
Ariane Bogain, dosen senior politik Prancis di Universitas Northumbria, mendesak otoritas Prancis untuk mengatasi akar penyebab pembunuhan Nahel - rasisme struktural di negara tsb.
(Thread @Vendra_Deje)
MENGAPA PERANCIS TERBAKAR HANYA KARENA SEORANG REMAJA MATI OLEH TEMBAKAN POLISI?
— Novendra Deje 💮 (@Vendra_Deje) July 2, 2023
Entah dgn Anda. Tapi saya sempat merasa heran, bagaimana bisa seorang remaja 17 thn warga Perancis asal Aljazair yg mati oleh tembakan polisi, dapat memicu kerusuhan sedahsyat itu.
Ternyata...⏬ pic.twitter.com/m1htObput0