Mata saya tak berkedip membaca Majalah “Tempo” edisi terbaru... NGERIIIII BANCAKANNYA

Catatan Agustinus Edy Kristianto:

Mata saya tak berkedip membaca Majalah “Tempo” edisi terbaru (23 Juli 2023). 

Dua laporan membetot perhatian: 
(1) Pesta Pora Nikel Ilegal
(2) Di Balik Proyek Akuisisi PGN yang Merugi

*PGN = PT Perusahaan Gas Negara (anak usaha BUMN Pertamina yang bergerak di bidang gas alam)

Ada jejaring, pola, dan modus yang seolah menjembatani status-status saya selama ini, yang saya ibaratkan tombak bermata tiga: (1) melawan kejahatan bisnis/keuangan; (2) menentang kemunafikan elite; (3) membongkar ilusi kekuasaan.

Saya amat berkepentingan untuk menguraikan fakta-fakta jurnalistik yang ditulis “Tempo” untuk membuktikan apa yang saya tulis selama ini bukanlah omong-kosong.

Orang boleh kaya setinggi langit, berkuasa sekokoh baja, bergelar akademis sepanjang jalan, tapi semua itu gugur tak ada arti kalau hidupnya penuh omong-kosong dan kemunafikan.

*

Persis pada status sebelum ini, saya singgung dugaan skandal akuisisi Lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jateng oleh PT Saka Energi Indonesia (anak perusahaan BUMN PT PGN Tbk) pada 2014 dari sebuah entitas bernama Sunny Ridge Offshore Limited (SROL). 


Transaksi yang diduga merugikan negara hingga hampir Rp1 triliun (US$70 juta) itu terjadi sewaktu Hendi Prio Santoso (kini Dirut MIND.ID) menjadi Dirut PGN. 

Belum ada satu pun terdengar pengusutan kasus itu secara serius oleh lembaga penegak hukum manapun di negara ini.

“Tempo” melaporkan ternyata pada April 2023, BPK telah menyerahkan hasil audit terhadap PGN kepada KPK. Bukan hanya berkaitan dengan kasus Kepodang melainkan juga kasus akuisisi Lapangan Ketapang dan Pangkah di Jawa Timur serta Fasken di Texas, Amerika Serikat.

Ada dugaan kerugian negara total mencapai Rp5,7 triliun

Seorang pimpinan BPK menduga “ada unsur fraud dan tindak pidana.”

Masalahnya, siapakah di balik Sunny Ridge yang aktif betul dalam transaksi-transaksi tersebut?

Menurut penelusuran “Tempo”, Sunny Ridge Group adalah bagian dari Northstar Group. Northstar adalah perusahaan investasi yang didirikan pengusaha nasional Patrick Walujo dan Glen Sugita.
Saya tambahkan: Patrick saat ini menjabat CEO PT Gojek-Tokopedia Tbk (GOTO), perusahaan di mana kakak Menteri BUMN Erick Thohir yakni Garibaldi Thohir bertindak sebagai pemilik sekaligus komisaris.

Telkomsel, anak perusahaan BUMN Telkom, kita tahu “menyuntik” GOTO Rp6,4 triliun melalui sejumlah skema investasi/akuisisi saham—-yang kerap saya kritik karena dugaan konflik kepentingan.

Ada kemiripan antara dua kasus ini: menggunakan anak BUMN sebagai kendaraan, menjalankan transaksi pengambilalihan saham, ada dugaan kerugian keuangan BUMN, melibatkan unsur BUMN dan swasta.

Namun ada satu hal yang luput dari laporan “Tempo”. 

Sebenarnya bau amis kasus PGN itu sudah tercium lama oleh KPK, tapi celakanya diduga kuat penegak hukum yang seharusnya mengusut malah “pindah kapal” menjadi awalnya salah seorang direksi PGN untuk kemudian dimutasi menjadi komisaris di suatu BUMN.

Mungkin kasus ditukar tantiem.

*

Laporan soal skandal nikel ilegal mengangkat satu sosok pengusaha bekas pimpinan kelompok relawan Jokowi bernama Windu Aji Sutanto.

Windu ditahan Kejaksaan karena kasus penambangan nikel ilegal di Sulawesi. 

Windu juga disebut memiliki jaringan kuat dan luas di kalangan penegak hukum. 

Ia diduga bertindak sebagai semacam makelar kasus bertarif miliaran rupiah dalam sejumlah kasus antara lain korupsi BTS dan salah satu perkara di KPK yang menyeret nama bekas deputi penindakan yang kini menjadi pimpinan salah satu kepolisian daerah.

Menurut “Tempo”, jaringan Windu di kepolisian terjalin setelah ia mengenal Muhammad Suryo, pengusaha 39 tahun asal Yogyakarta. 

Barulah kemudian Windu mengenal deputi KPK itu.

“Keduanya ditengarai bahu-membahu menjadi ‘juru damai’ sebuah kasus korupsi yang menjerat anak perusahaan telekomunikasi nasional,” tulis “Tempo”.

Kasus apakah itu? 

Saya pernah tulis: kasus investasi PT PINS (anak BUMN Telkom) di Tiphone (TELE) sebesar Rp1 triliun lebih. Modusnya yakni jual-beli saham. 


Kini silakan lihat sendiri TELE seperti apa: rugi. 

Duit tak kembali. 

Kasus tak diusut.

Sekarang kita dapat fakta baru ternyata ada bekas relawan Jokowi di pusaran masalah itu.

Orang kuat!

*

Ngomong-ngomong.

Saya dengar, jelang September, konsolidasi para bandar makin intensif.

Kerja paralel digenjot: kerja logistik, kerja politik.

Sasarannya duit APBN, duit BUMN. 

Alhasil transaksi-transaksi “aneh” sedang berlangsung, komisi dan rente diburu, jabatan diobral buat yang rela menjilat, anggaran dipermainkan, laporan keuangan ditambal sulam, masa lalu yang kelam lagi dicuci, masyarakat diadu domba...

Yang berpotensi kasus lempar jadi dubes, yang berbakat jadi kasir taruh di lapak basah, yang jago ngeles suruh jadi jubir...

Nanti kita sambung lagi. 

Sebelum pilih keberlanjutan atau perubahan (terserah hati nurani Anda), baiknya adalah borok-borok dan para kucing kurap negara yang selama dua periode kekuasaan ini menari-nari, ditebang habis dulu.

Salam.

Baca juga :