MAKIN PANAS! PEREBUTAN KETUM GOLKAR JELANG PILPRES

Oleh: Erizal

Sejak reformasi, Ketua Umum kerap menjadi persoalan Partai Golkar. Apalagi beberapa periode belakangan dan dikaitkan pula dengan pencapresan. Ketum selalu dicapreskan, tapi selalu gagal dimajukan, karena berbagai sebab. Maju saja gagal, bagaimana pula bisa menang.

Yang paling utama sebab elektabilitas Ketum yang tak signifikan. Sejak era Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, hingga Airlangga Hartarto saat ini. Ada nama Jusuf Kalla, Wapres dua periode, tapi JK jadi Ketum setelah menjabat Wapres di periode awal. Sempat nyapres, tapi kalah pula.

Bahkan, perebutan Ketum dan pencapresan ini menjadi sebab pembelahan. Lahirnya Gerindra, Hanura, dan NasDem, adalah produk perebutan Ketum dan pencapresan yang gagal. Aburizal pernah hendak menarik Golkar menjadi oposisi, tapi tak bisa. Digagalkan pihak berkuasa pula.

Apakah ini karena "dosa" Orde Baru? Bisa jadi. Berarti, Golkar butuh waktu dua periode atau sepuluh tahun lagi melewati situasi seperti ini. Tapi, tiap Golkar bermasalah, terjadi perubahan, terjadi pula perubahan di Republik ini. Efek dari pembelahan, terasa geliatnya buat Republik ini.

Besok, Airlangga akan diperiksa lagi Kejagung dalam kasus izin ekspor minyak sawit mentah alias CPO (pemeriksaan pertama batal karena Airlangga mangkir). Suara Munaslub Golkar sudah mulai terdengar. Bahkan, Luhut Binsar Panjaitan, siap menjadi pengganti. Apa ada nama lain? Entah.

Apakah persoalan Golkar dan pencapresan akan selesai dengan pergantian Ketum? Tidak juga. LBP hanya sekadar memperjelas arah dukungan Golkar akan ke mana. Di mana, di era Airlangga tak kunjung jelas, karena masih punya keinginan mematut-matut diri buat maju.

Baca juga :