Koalisi Masuk Angin
Oleh: Erizal
NasDem resmi mencapreskan Anies sejak Oktober lalu. Berturut-turut oleh Demokrat dan PKS. Malah, ketiganya juga sudah resmi. Kalau nanti Demokrat tak mendukung Anies, apalagi PKS dan NasDem, itu diistilahkan masuk angin.
Koalisi Indonesia Bersatu (KIB: Golkar-PAN-PPP) boleh dibilang lebih dulu masuk angin. Malah, belum sempat mengumumkan siapa capres mereka. Konon, disiapkan buat Ganjar, kalau tak diusung PDIP. Teori ini sempat laku, lalu masuk angin. Hilang.
Masuk angin, justru saat Ganjar resmi diusung PDIP. Seharusnya, KIB bergabung dengan PDIP. Tapi, itu tak (belum) terjadi. Hanya PPP yang baru resmi merapat. Itupun belum tentu lanjut, kalau bukan Sandi yang mendampingi Ganjar.
Bukan mustahil PDIP juga mulai berpikir. Kalau hanya mengusung Ganjar sendirian, buat apa? Apalagi tak didukung Jokowi. Tapi PDIP masuk angin, tak jadi mengusung Ganjar, jelas sulit. Sebab, tak ada alasan. PDIP bisa maju sendiri.
Koalisi Gerindra dan PKB relatif solid. Konon, PKB sudah dikunci Gerindra. Prabowo tak akan jalan sendiri tanpa restu Cak Imin. Entah, kalau bukan Cak Imin yang dicawapreskan, apa Cak Imin tak masuk angin juga? Tak ada yang tahu.
Ternyata, dalam politik, cepat-cepat itu, belum tentu baik. Malah, banyak yang buruk. Istilah ojo kesusu dari Presiden Jokowi, memang tak sembarang. Berangkat dari pengalaman. Tak hanya untuk skala besar, skala kecil (pribadi) pun begitu. Sandi pindah dari Gerindra ke PPP bukan mustahil juga demikian. Lihat saja nanti.
(*)