Peternakan Gay
Oleh: Habib Rizieq Shihab
Judul tulisan ini terinspirasi oleh pernyataan Sekjen ICIS (International Conference Islamic Scholars), KH.Hasyim Muzadi, yang dilansir sejumlah media massa dalam menyikapi Festival Film Q tentang Homoseksual dan Lesbianisme di Indonesia, kutipan ungkapannya sebagai berikut: “Jadi, homo atau lesbi harus dinormalisasi, bukan difestivalkan. Kalau difestivalkan artinya diternakkan by design.”
Betul sekali ucapan Pak Kyai. Memang kaum Homo dan Lesbi layak disebut ternak, bahkan lebih rendah dari ternak, karena seekor ayam jago saja yang tidak berakal tidak akan pernah mengawini ayam jago lainnya. Begitu pula ternak lainnya seperti kambing, sapi dan unta. Bahkan binatang najis dan haram seperti anjing dan babi pun jijik melakukannya. Dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179, Allah SWT menyatakan bahwa manusia yang tidak menggunakan akalnya untuk memahami kebenaran, dan tidak menggunakan matanya untuk melihat kebenaran, serta tidak menggunakan telinganya untuk mendengar kebenaran, adalah seperti hewan ternak, bahkan lebih rendah dan lebih hina lagi.
Karenanya, berbagai artikel, buku, film, tahuneater, kongres, konferensi, kontes, festival, kampus, lembaga, forum hingga organisasi dan LSM yang memperjuangkan gaya hidup Homo dan Lesbi, tidak lain dan tidak bukan adalah PETERNAKAN GAY.
Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia pada tahun 1998, angin euforia demokrasi berhembus kencang dan keras, sehingga meruntuhkan sendi-sendi keluhuran budi pekerti dan tatanan moral kehidupan masyarakat. Kebebasan yang kebablasan merasuk masuk ke semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga hilang dan sirna batasan nilai kebebasan yang selama ini dikontrol oleh agama, adat dan negara.
Indonesia memang bukan Negara Islam, tapi Indonesia juga bukan Negara Setan, melainkan Indonesia adalah Negara dengan DASAR Ketuhanan dan Kemanusiaan yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai suci agama dan norma-norma luhur adat istiadat bangsa. Karenanya, segala bentuk kesesatan dan penyimpangan yang bertentangan dengan AGAMA dan ADAT serta DASAR NEGARA RI tidak ada tempat untuk hidup dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satu masalah yang dibawa oleh arus euforia demokrasi reformasi adalah persoalan kaum Homo dan Lesbi yang semakin hari semakin berani menampakkan diri, bahkan semakin energik untuk berkembang dan mempengaruhi, sehingga mulai eksis karena mendapat tempat untuk tampil di dalam berbagai even dan media secara terbuka.
LIBERAL DAN GAY
Kaum kafir liberal di seluruh Dunia selalu berupaya untuk melegalkan perkawinan sejenis, Homo dan Lesbi, dengan dalih HAM dan KEBEBASAN serta KESETARAAN. Bagi Kafir Liberal, Homo dan Lesbi bukan penyakit, bukan pula kelainan atau pun penyimpangan seksual, melainkan hanya merupakan Orientasi Seksual biasa, wajar dan normal, yang mesti diakui dan wajib dihargai.
Dalam rangka mensukseskan upaya tersebut, kaum Kafir Liberal secara terang-terangan mengkampanyekan homoseksual dan lesbianisme melalui penulisan artikel, penerbitan buku, pembuatan film, pertunjukan tahuneater, pengadaan kongres dan konferensi, pagelaran kontes dan festival, pembukaan forum perjodohan kaum Homo dan Lesbi, hingga pendirian organisasi dan LSM.
Di dunia Islam, Antek Kaum Kafir Liberal menafsirkan nash-nash agama melalui MANIPULASI HUJJAH dan KORUPSI DALIL untuk menghalalkan perkawinan sejenis. Pengharaman Homoseksual dan Lesbianisme dalam Al-Qur’an dan Hadits ditafsirkan dengan Metode Hermeneutika melalui pendekatan Sosiologis Historis, yang kesimpulannya bahwa pengharaman Homoseksual dan Lesbianisme tersebut bersifat temporer yang terikat dengan situasional dan kondisional zaman.
Tafsir Liberal menilai bahwa populasi pertumbuhan umat manusia yang masih sedikit di zaman Nabi Muhammad SAW, apalagi di zaman Nabi Lutahun AS, merupakan “sebab tunggal” bagi pengharaman Homo dan Lesbi. Di jaman itu, perkawinan pria dan wanita mutlak diperlukan agar mendapat keturunan untuk menjamin kesinambungan umat manusia sebagai khalifah di atas muka Bumi. Karenanya, pengharaman Homo dan Lesbi di zaman tersebut merupakan SOLUSI SOSIAL bagi problem tingkat populasi pertumbuhan umat manusia yang masih sangat rendah.
Tapi kini, menurut Tafsir Liberal, ketika tingkat populasi pertumbuhan umat manusia naik cepat sehingga mencapai titik nadir, bahkan telah menimbulkan problem sosial yang sangat serius terkait penyediaan sandang, pangan dan papan serta lapangan kerja, maka pengharaman Homo dan Lesbi harus dievaluasi kembali dan dikaji ulang.
Selanjutnya, Tafsir Liberal mengambil kesimpulan bahwa di jaman modern pengharaman Homo dan Lesbi sudah tidak relevan, bahkan sudah kadaluwarsa, karena sudah kehilangan sebab dan arah hukum. Justru, di zaman sekarang ini Homo dan Lesbi menjadi SOLUSI SOSIAL bagi problem ledakan pertumbuhan penduduk dunia, dan problem-prolem sosial lainnya terkait penyediaan sandang, pangan, papan dan lapangan kerja. Lebih dari itu, Homoseksual dan Lesbianisme bisa menjadi andalan program Keluarga Berencana (KB) di seluruh Dunia.
Selain itu, menurut Tafsir Liberal bahwa pengharaman Homo dan Lesbi di era modernisasi sekarang ini sudah bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Manusia (HAM) terkait Kebebasan dan Kesetaraan.
INDONESIA DAN GAY
Antek Kafir Liberal di Indonesia tidak mau ketinggalan dengan para tuannya di luar negeri, maka sejak bergulirnya reformasi di tahun 1998, mereka sungguh-sungguh bekerja keras memanfaatkan suasana euforia demokrasi saat itu untuk mempropragandakan Seks Bebas dan mengkampanyekan Gaya Hidup Homo dan Lesbi.
Di tahun 2004, Perhimpunan Lesbian dan Gay (PELANGI) menggelar konferensi pers di kantor YLBHI Yogyakarta yang dihadiri Ulil Abshar Abdalla dkk, untuk menuntut pembuatan Undang-Undang tentang Perlindungan Lesbian dan Gay.
Di tahun 2007, Musdah Mulia, dosen di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat – Jakarta, dalam wawancara dengan Jurnal Perempuan menghalalkan perkawinan sejenis, Homo maupun Lesbi. Dia menyatakan bahwa yang diharamakaan Al-Qur’an adalah perilaku “sodomi”nya yaitu memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam dubur, bukan orientasi seksual Homo maupun Lesbi. Dan dia mendefinisikan perkawinan hanya sebatas “akad yang sangat kuat yang dilakukan secara sadar oleh dua orang”, sehingga akad tersebut boleh dilakukan antar yang sejenis sekali pun. Karena sikapnya yang nekat membela dan membenarkan perkawinan sejenis, dia mendapat anugerah “International Women of Courage Award” dari pemerintah Amerika Serikat pada tgl.7 Maret 2007.
Di tahun 2010, kaum Kafir Liberal dan anteknya menggelar “Konferensi Gay Internasional” di Surabaya, tapi dibubarkan oleh gabungan ormas Islam Surabaya. Lalu di Depok, mereka bekerja-sama dengan KOMNAS HAM secara terang-terangan menggelar “Kontes Waria”, tapi dibubarkan Satapiol PP atas desakan umat Islam Depok.
Masih di tahun 2010, kaum Kafir Liberal dan anteknya melalui Yayasan Q-Munity Kesetaraan Indonesia secara terang-terangan menantang semua agama dengan menggelar “Festival Internasional Homo dan Lesbi” sebagai kampanye kemaksiatan perzinahan HOMOSEKSUAL dan LESBIANISME di Indonesia. Festival tersebut didanai oleh Kedubes AS, Australia, Belanda, Perancis, Jerman dan Jepang, dengan dukungan Universitas Hasanuddin Makassar, Universitas Atmajaya Yogyakarta dan Universitas Kristen Petra Surabaya, serta disponsori oleh LBH – KONTRAS – GRAMEDIA – CINEPLEX 21 – CINEMA XXI – TIM – DKJ – DKT – KPI dan LSM KOMPRADOR lainnya yang menjadi antek asing.
Festival Film Q tersebut di atas, setelah dinvestigasi oleh Front Pembela Islam (FPI) didapatkan fakta sebagai berikut: Menteri Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan bahwa Panitia Festival Film Q tidak pernah minta ijin Kementeriannya. Keminfo sudah meralat dan menyatakan tidak setuju dengan pemutaran film Homo dan Lesbi di Festival Film Q. Kemenlu tidak tahu menahu tentang pemutaran Film Homo dan Lesbi di sejumlah Pusat Kebudayaan Asing. Pimpinan LSF menyatakan bahwa Panitia Festival Film Q tidak pernah ajukan film2 yang diputarnya ke LSF. Pemprov DKI Jikat menyatakan tidak pernah dihubungi Panitia Festival Film Q. Mabes Polri dan Mapolda Metro Jaya tidak tahu menahu tentang Festival Film Q. FUI, MUI, ICIS dan SALAM UI mengecam keras Festival Film Q.
Selain itu, hasil investigasi FPI juga menemukan pemuatan KATA PORNO dan GAMBAR PORNO serta ajakan ASUSILA dan UNDANGAN UMUM Perjodohan Gay dalam website panitia festival. Semuanya dimuat secara terbuka, sehingga mudah dibuka dan dibaca semua kalangan dari semua umur.
Dengan bermodalkan fakta dan data tersebut, akhirnya FPI turun melakukan aksi secara elegan untuk menghentikan festival, sekaligus melaporkan panitia dan para SPONSOR serta semua LSM KOMPRADOR pendukungnya ke Mapolda Metro Jaya dengan dugaan pelanggaran: 1. Ajaran semua AGAMA; 2. Konstitusi Negara RI: Pancasila dan UUD 1945; 3. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; 4. UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi; 5. KUHP Pasal 282 tentang Kesusilaan; 6. UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
ISLAM DAN GAY
Al-Qur’an surat An-Nisa: 15 – 16, Al-A’raf : 80 – 84, Hud:77 – 82 dan Al-‘Ankabut: 28-35, ditambah dengan sejumlah Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim dan Al-Baihaqi serta lainnya, secara tegas MENGHARAMAKAAN hubungan sejenis, baik Homo maupun Lesbi.
Dalam sejarah Nabi Lutahun AS, para pelaku Homo dan Lesbi DIAZAB oleh Allah SWT dengan HUJAN BATU yang teramat dahsyat dan dihancurkan sehancur-hancurnya. Dan dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, ada sebagian riwayat hadits memerintahkan untuk MEMBUNUH PELAKU Homo dan Lesbi. Karenanya, tidak sedikit Ulama yang memfatwakan HUKUMAN MATI bagi Pelaku Homo dan Lesbi.
Selain itu, perilaku Homo dan Lesbi adalah perilaku terkutuk dan terlaknat yang diharamakaan SEMUA AGAMA. Bagi semua agama bahwa Homoseksual dan Lesbianisme merupakan penyimpangan Orientasi Seksual yang mempengaruhi kejiwaan, sehingga harus disembuhkan melalui penyadaran mental spiritual.
Adanya negara yang memasukkan hak Homo dan Lesbi dalam perundangannya sama sekali bukan legitimasi agama, tapi merupakan sekularisasi negara. Dan adanya konvensi PBB tentang HAM yang memberi hak kebebasan dan kesetaraan kaum Homo dan Lesbi juga bukan justifikasi agama, melainkan liberalisasi global internasional.
Penafsiran Kafir Liberal dan anteknya terhadap nash-nash agama penuh manipulasi hujjah dan korupsi dalil. Penggunaan Metode Hermeneutika dalam menafsirkan Al-Qurkan dan Hadits merupakan penistaan dan pengkhianatan terhadap Islam, karena metode tersebut sejak kelahirannya hanya diperuntukkan bagi penafsiran Bibel, bukan Al-Qur’an maupun Hadits. Prof. Josef van Ess, seorang Tahuneolog dari Universitas Tuebingen-Jerman dengan jujur menegaskan: “Bahwa Hermeneutika yang berasal dari Jerman tidak ditujukan untuk Kajian Keislaman”, sebagaimana dikutip oleh Irene A. Bierman dalam bukunya “Text and Context in Islamic Studies” terbitan tahun 2004.
Penghalalan Homoseksual dan Lesbianisme melalui pendekatan Sosiologis Historis dengan mengabaikan Kaidah Tafsir yang telah disepakati Ulama Salaf dan Khalaf, sangat berbahaya. Populasi pertumbuhan umat manusia yang masih sedikit di zaman Nabi Muhammad SAW, begitu pula di zaman Nabi Lutahun AS, bukan merupakan “illat” yang menyebabkan lahirnya hukum pengharaman Homoseksual dan Lesbianisme. Andaikata hal tersebut yang menjadi sebab pengharaman, sebagaimn diklaim oleh Tafsir Liberal, maka tentu akan ada keterangan dalam Al-Qur’an atau Hadits yang menjelaskan itu, sekurangnya mengisyaratkannya. Ternyata, baik secara eksplisit maupun implisit sama sekali tidak ada keterangan atau isyarat ke arah itu.
Justru, dalam Al-Qur’an dengan tegas disebutkan bahwa perilaku Homoseksual dan Lesbianisme adalah merupakan “Fahisyah” yaitu “perbuatan keji” yang hina, jorok dan menjijikkan. Jadi, “Fahisyah” inilah yang menyebabkan lahirnya hukum pengharaman Homoseksual dan Lesbianisme. Sifat “Fahisyah” yang jadi ‘illat pengharaman itu “mundhobitahunoh” yaitu sifat permanen yang tidak tergantung situasi maupun kondisi, sehingga kekejian perbuatan tersebut tetap berlaku sampai akhir zaman tanpa dipengaruhi oleh tingkat populasi pertumbuhan umat manusia.
Adapun penempatan Homoseksual dan Lesbianisme sebagai SOLUSI SOSIAL bagi problem ledakan pertumbuhan penduduk dunia, dan problem-problem sosial lainnya terkait penyediaan sandang, pangan, papan dan lapangan kerja, merupakan pendapat murahan yang tidak berharga sama sekali. Pendapat semacam itu tidak keluar kecuali dari dua jenis manusia, yaitu: BODOH sok pintar atau SESAT sok alim.
Allah SWT Maha Mengetahui tentang populasi pertumbuhan umat manusia dari zaman ke zaman. Dia SWT Maha Mengetahui tentang segala problem sosial yang timbul akibat ledakan pertumbuhan penduduk yang teramat pesat. Sungguh pun demikian, Dia SWT tidak pernah menjadikan Homoseksual dan Lesbianisme sebagai solusi sosial bagi problem-problem tersebut, bahkan mengharamakaannya dengan sebab kekejian perilaku yang hina, jorok dan menjijikkan, bukan dengan sebab populasi perkembangan penduduk.
Soal solusi bagi problem sosial yang ditimbulkan oleh ledakan pertumbuhan umat manusia yang terkait sandang, pangan, papan dan lapangan kerja, maka Allah SWT sudah memberikan solusi lain yang sangat menakjubkan. Tatkala populasi umat manusia masih sedikit, Allah SWT hanya memberi manusia kemampuan panen sekali setahun dalam pertanian dan perkebunannya. Dan tatkala populasinya bertambah, maka Allah SWT memberi manusia kemampuan panen dua kali dalam setahun. Lalu tatkala populasinya makin berlipat, maka Allah SWT mengaruniakan manusia kemampuan panen berlipat dalam satu lahan yang sama, dimana biasanya per petak sawah hanya panen sebesar 3 – 5 ton beras, tapi dengan teknologi canggih pertanian bisa panen 15 – 20 ton beras per petaknya. Belum lagi buah-buahan yang dengan teknologi enzim besarnya bisa berlipat-lipat dari asalnya, lalu masih ada berbagai suplemen yang isinya sebanding dengan ribuan protein, kalori, vitamin dan gizi yang dikandung berbagai jenis makanan dan minuman.
Terkait problem pemukiman tempat tinggal manusia, solusinya tidak kalah menakjubkan, yaitu tatkala populasi umat manusia masih sedikit, Allah SWT hanya memberi manusia kemampuan membuat rumah-rumah kecil dan mungil. Namun ketika populasinya bertambah, maka Allah SWT memberi kemampuan mendirikan rumah-rumah besar, bahkan bertingkat. Selanjutnya, saat populasinya naik berlipat, maka Allah SWT mengaruniakan manusia kemampuan membangun kondominium dan apartemen, sehingga ukuran satu kelurahan yang semula membutuhkan luas tanah hektaran, kini cukup hanya dengan satu atau dua gedung tinggi berpuluh tingkat. Lapangan kerja pun terbuka lebar untuk pembangunan. Subhanallaah !
Sedang penyataan Musdah Mulia tentang pengharaman Al-Qur’an hanya sebatas perilaku “sodomi”nya yaitu memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam dubur, bukan orientasi seksual Homo maupun Lesbi, merupakan pemutarbalikkan tafsir. Justru di dalam Al-Qur’an maupun Hadits tidak disebut soal “sodomi” nya, melainkan yang disebut secara eksplisit tentang orientasi Homo dan Lesbiannya dengan istilah “mendatangi” sejenisnya. Ada pun definisi Musdah tentang perkawinan hanya sebatas “akad yang sangat kuat yang dilakukan secara sadar oleh dua orang”, sehingga akad tersebut boleh dilakukan antar yang sejenis, merupakan pendapat ngawur dan keblinger, karena dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadits jelas disebut secara eksplisit maupun implisit bahwa pasangan perkawinan itu adalah pria dan wanita.
Ada pun tentang Konvensi HAM PBB terkait kebebasan dan kesetaraan, ternyata konvensi tersebut tetap mengakui bolehnya ada PEMBATASAN untuk kepentingan yang lebih besar. Dengan demikian, Hujjah dan Dalil mana lagi yang mau dimanipulasi dan dikorupsi oleh Tafsir Liberal.
STOP GAY, STOP LIBERALISME!
Upaya menghentikan Homoseksualitas dan Lesbianisme harus diawali dengan upaya menangkal pemikiran Liberal, karena Liberalisme adalah sumber penyakit yang menyebarluaskan seks bebas dan mempropagandakan gaya hidup Homo dan Lesbi.
Peran pemerintah Indonesia dalam menangkal kesesatan Liberal di dalam negeri mutlak dibutuhkan. Selama ini, pemerintah begitu piawai memproteksi LEMHANAS dari dosen-dosen pengajar yang tidak kredibel dalam rangka menjaga dan melindungi para calon pejabat dan pemimpin bangsa dari berbagai pemikiran yang tidak sejalan dengan WAWASAN KEBANGSAAN. Namun sayang, pemerintah tidak pernah memproteksi Perguruan Tinggi Islam dari dosen-dosen pengajar yang berhaluan Liberal untuk menjaga dan melindungi calon Ulama dan Cendikiawan Islam dari pemikiran yang tidak sesuai WAWASAN ISLAM. Padahal, jika LEMHANAS menjadi tempat untuk mencetak Umaro, maka Perguruan Tinggi Islam menjadi tempat untuk mencetak Ulama. Ironis !
Maka, sudah saatnya, semua Perguruan Tinggi Islam di Indonesia harus dibersihkan dan dibenahi dari kurikulum, buku daras dan dosen pengajar yang berhaluan Liberal. Jika tidak segera dilakukan pembersihan dan pembenahan yang menyeluruh, maka ke depan bukan tidak mungkin Perguruan Tinggi Islam akan berubah menjadi PETERNAKAN GAY, sehingga Dosen Liberalnya layak disebut sebagai PETERNAK GAY. Na’uudzu billaahi min dzaalik!.
(Sumber: Buku Habib Rizieq "Hancurkan Liberalisme Tegakkan Syariat Islam", sub judul 'Peternakan Gay', Terbitan 2011)