Erdogan sebut Islamofobia dan Kolonialisme jadi penyebab kerusuhan Prancis

[PORTAL-ISLAM.ID]  Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, angkat suara terkait kerusuhan yang meletus di Prancis pekan lalu, yang disebabkan karena kematian seorang remaja Muslim keturunan Aljazair berusia 17 tahun bernama Nahel Merzouk.

Nahel diketahui ditembak mati oleh petugas polisi Prancis yang menghentikan mobilnya. Akibat insiden tersebut, demonstrasi yang diwarnai kerusuhan pun meletus di Prancis.

Erdogan menilai kerusuhan yang terjadi di Prancis disebablan oleh Islamofobia dan masa lalu yang dimiliki negara itu.

“Di negara-negara yang terkenal dengan masa kolonialnya, rasisme budaya telah berubah menjadi rasisme institusional,” ungkap Erdogan di televisi setelah memimpin rapat kabinet mingguan.

“Akar dari peristiwa yang dimulai di Prancis adalah arsitektur sosial yang dibangun oleh mentalitas ini. Sebagian besar imigran yang ditindas secara sistematis, adalah Muslim,” ujarnya.

Erdogan juga mengkritik meluasnya penjarahan yang menyertai kerusuhan tersebut. Para pengunjuk rasa, sebagian besar anak di bawah umur, membakar mobil, merusak infrastruktur dan bentrok dengan polisi dalam kemarahan yang meluap-luap.

Kerusuhan yang berlangsung selama enam hari itu telah menyebabkan kerugian sekitar 20 juta euro atau setara US$ 21,8 juta. Kerugian disebabkan rusaknya transportasi umum di wilayah Paris.

“Jalanan tidak bisa digunakan untuk mencari keadilan. Namun, jelas pihak berwenang juga harus belajar dari ledakan sosial tersebut,” kata Erdogan, seperti dilansir Reuters.

Meski kini kerusuhan sudah mulai mereda, namun jaksa di Kota Marseille membuka penyelidikan atas kematian seorang pria berusia 27 tahun yang terkena proyektil polisi saat kerusuhan terjadi.

Kemungkinan penyebab kematian adalah kejutan keras di dada dari proyektil “flash-ball” seperti yang digunakan oleh polisi anti huru hara, kata kantor jaksa pada Selasa (4/7/2023), tanpa menyebutkan siapa yang menembak atau memiliki senjata tersebut.

Marseille dilanda kerusuhan dan penjarahan setelah pemakaman seorang remaja keturunan Aljazair, Nahel Merzouk, yang ditembak mati oleh polisi pada 27 Juni saat pemberhentian lalu lintas.Insiden tersebut memicu keresahan nasional dan menyalakan kembali tuduhan lama di antara komunitas kulit hitam dan Afrika Utara tentang rasisme sistemik di antara pasukan keamanan, diskriminasi, dan layanan publik yang buruk.

Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Selasa (4/7) bertemu dengan ratusan pejabat Prancis untuk mulai mencari tahu alasan penyebab kerusuhan di negara itu, yang terbesar dalam hampir dua dekade terakhir.

Akibat dari kerusuhan itu, sebanyak 3.486 pengunjuk rasa ditangkap, menurut angka kementerian dalam negeri. Dari jumlah tersebut, kementerian kehakiman mengungkapkan sebanyak 374 orang telah dibawa ke pengadilan dan diadili. (arrahmah.id)
Baca juga :