Satu per satu kader PDIP mulai memuji dan terkesan menyokong Prabowo. Kenapa mereka mendukung Prabowo dan bukan Ganjar?
Pengurus Pusat PDIP gerah atas ulah beberapa kadernya yang mendukung dan memuji Prabowo Subianto, bakal calon presiden 2024 dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. Setelah Gibran Rakabuming Raka dan Effendi Simbolon, giliran Budiman Sudjatmiko yang akan dipanggil oleh Dewan Kehormatan DPP PDIP.
Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan Dewan Kehormatan partainya akan segera memanggil Budiman. Tujuannya, mengklarifikasi kunjungan Budiman ke kediaman Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa malam, 18 Juli lalu.
Djarot menyesalkan manuver sejumlah kader PDIP tersebut yang justru terkesan mendukung Prabowo. Padahal partai berlambang banteng moncong putih itu mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden 2024. “Untuk memenangkan Ganjar, kader seharusnya turun ke akar rumput, bukan bermanuver ke tingkat elite partai lain,” kata Djarot, Kamis, 20 Juli 2023.
Selasa lalu, Budiman menemui Prabowo di kediamannya. Budiman mengaku menemui Ketua Umum Partai Gerindra itu atas inisiatif sendiri. Ia juga memuji Prabowo dan menilai mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat itu layak melanjutkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Selain memuji Prabowo, Budiman menyebutkan dirinya mempunyai kesamaan pemikiran dengan mantan suami Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto—putri Presiden Soeharto—tersebut. “Saya mengapresiasi dan merasa Pak Prabowo itu mewakili satu cara pandang kepemimpinan politik yang cocok dengan saya, dalam pengertian suatu bangsa yang ingin bangkit di tengah turbulensi karena krisis global dan perang (Ukraina-Rusia),” kata Budiman.
Saat dimintai konfirmasi, Budiman kembali menegaskan bahwa ia tidak membawa urusan partai saat menemui Prabowo. Ia juga mengatakan siap memenuhi panggilan Dewan Kehormatan DPP PDIP.
“Enggak ada masalah,” kata dia. “Saya kan ngobrol juga dengan partai lain.”
Sumber Tempo di lingkup internal PDIP mengatakan Budiman menemui Prabowo bukan karena faktor kekecewaan terhadap partainya. Sebab, selama ini Budiman justru mendapat ruang berkreasi yang cukup dari PDIP untuk kepentingan partai. Ia menduga langkah Budiman menemui Prabowo lebih banyak karena faktor hubungan dekatnya dengan Presiden Joko Widodo.
“Kalau Budiman sebenarnya dilihat dari hubungannya dengan Jokowi. Tidak ada kekecewaan dia terhadap partai,” katanya.
Daftar Caleg Jadi Penyulut
Sebelum memanggil Budiman, DPP PDIP memanggil Wali Kota Solo, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka, dan anggota DPR dari PDIP, Effendi Simbolon, dalam perkara berbeda. Gibran dimintai klarifikasi mengenai pertemuannya dengan Prabowo di Solo pada 19 Mei lalu. Sebab, seusai persamuhan tersebut, kelompok pendukung Jokowi-Gibran justru mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo. Tiga hari setelah pertemuan tersebut, DPP PDIP memanggil Gibran ke Jakarta.
Berbeda dengan Gibran, Effendi justru mengundang Prabowo dalam rapat kerja nasional Punguan Simbolon dohot Boruna Indonesia (PSBI) atau perkumpulan orang-orang Batak bermarga Simbolon di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada 7 Juli lalu. Di sana, Effendi memuji Prabowo. Ketua PSBI ini juga menyebutkan Prabowo pantas menggantikan Presiden Jokowi.
“Negara, yang tadi disampaikan Pak Prabowo, begitu besarnya aset bangsa, aset negara, aktiva negara, tapi kita kemudian tidak mampu mengoptimalkan itu menjadi sesuatu yang bermanfaat. Saya kira kita bisa membaca, secara jujur dan obyektif, saya melihat itu ada di Pak Prabowo,” kata Effendi.
Tiga hari berselang, Dewan Kehormatan DPP PDIP memanggil Effendi untuk meminta klarifikasi perihal pernyataan tersebut. Meski memberi peringatan saat forum klarifikasi, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, mengatakan Effendi tetap taat pada instruksi partai dan berkomitmen memenangkan Ganjar dalam pemilihan presiden.
Seorang kolega Effendi mengatakan Effendi sesungguhnya kecewa terhadap partainya. Dia kecewa karena PDIP tidak memasukkannya dalam daftar bakal calon legislator Pemilu 2024. Dalam Pemilu 2019, Effendi menjadi calon legislator dari daerah pemilihan DKI Jakarta III. Ia berhasil lolos ke Senayan.
Kolega Effendi ini melanjutkan, sesungguhnya banyak kader PDIP yang juga kecewa dalam urusan daftar bakal calon legislator ini. Tapi mereka tidak berani bersikap seperti Effendi.
Alasan lainnya, kata sumber Tempo ini, Effendi kesal atas sikap partainya saat ia berpolemik dengan Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Dudung Abdurachman, pada September tahun lalu. Polemik itu berawal dari pernyataan Effendi dalam rapat Komisi I DPR dengan Panglima TNI saat itu, Jenderal Andika Perkasa, pada 5 September tahun lalu. Di situ, Effendi menyebutkan adanya dugaan hubungan tidak harmonis antara Andika dan Dudung. Effendi mengatakan hubungan tidak harmonis itu mengakibatkan ketidakpatuhan serta membuat TNI seakan-akan gerombolan dan organisasi masyarakat.
Pernyataan tersebut memantik kemarahan Dudung. Dalam rapat, Dudung meminta anak buahnya bergerak untuk merespons pernyataan Effendi itu. Perintah itu diketahui dari rekaman video berdurasi 2,51 menit yang tersebar di berbagai pihak, termasuk awak media. Sontak saja, muncul berbagai rekaman video anggota TNI Angkatan Darat di media sosial. Mereka mengecam pernyataan Effendi. PDIP ataupun Effendi lantas meminta maaf kepada Dudung dan TNI mengenai hal ini.
“Imbas dari masalah ini, partai bukannya membela, malah Effendi dipindahkan dari Komisi I,” kata sumber Tempo tersebut.
Effendi menjawab singkat saat dimintai konfirmasi mengenai berbagai informasi tersebut. “Saya tidak bisa mengiyakan, membenarkan, membantah, atau mengkonfirmasi informasi itu. Saya yakin akan indah pada waktunya karena hubungan saya baik-baik saja di internal partai,” ujar Effendi.
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai manuver sejumlah kader PDIP tersebut masih lumrah. Ia membandingkan dengan kader PDIP lainnya, yaitu Eva Kusuma Sundari, yang memilih bergabung ke Partai NasDem.
Adi berpendapat pujian kader PDIP kepada Prabowo mengindikasikan adanya persoalan serius di lingkup internal partai tersebut. “Karena haram hukumnya bagi kader PDIP kelihatan jatuh hati kepada kader partai lain,” kata Adi. “Sepertinya Budiman akan mendapat peringatan dari partainya.”
Ia menduga Budiman bermanuver untuk mendapatkan perhatian dari partainya. Sebab, Budiman mungkin merasa tidak dianggap penting lagi oleh PDIP.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, mengatakan hal senada. Ujang berpendapat kader partai biasanya bermanuver ketika mereka tidak memiliki peran atau partai membatasi ruang geraknya. “Mereka bisa juga bermanuver untuk mencari kelemahan lawan politik,” kata Ujang. “Manuver Budiman ini tidak mungkin atas inisiatif sendiri sehingga menemui Prabowo.”
[Sumber: Koran Tempo, Jumat, 21 Juli 2023]