Amar ma'ruf nahi munkar, dakwah, ta'lim, ceramah, mengisi kajian, dan semisalnya, tidak disyaratkan SUCI DARI DOSA, tapi disyaratkan PUNYA ILMU

Amar ma'ruf nahi munkar, dakwah, ta'lim, ceramah, mengisi kajian, mengajar agama, dan semisalnya, tidak disyaratkan SUCI DARI DOSA, tapi disyaratkan PUNYA ILMU.

Saat diajak untuk melakukan ketaatan, jangan dijawab, "Kayak ente sudah baik saja!", karena ajakan pada ketaatan tidak mensyaratkan yang mengajak sudah baik apalagi sempurna.

Sebaliknya, jangan juga anda katakan, "Semua orang berhak menyampaikan agama, bukan cuma yang lulusan pesantren atau kampus Islam". 

Benar, tidak disyaratkan lulusan ini dan itu, tapi mengajar dan menyampaikan agama, disyaratkan punya ilmu. 

Jadi, tidak setiap orang punya hak menyampaikan agama, apalagi dalam persoalan yang berisi pembahasan yang mendalam. Kalau sekadar mengajak shalat lima waktu atau puasa Ramadhan, memang benar semua orang bisa.

"Kalau begitu, saya baru boleh ceramah kalau sudah jadi ulama besar?" 

Anda ini kok ngomongnya ke mana-mana. Lagi pula, saya ragu anda paham makna 'ulama besar' yang anda sebutkan itu. 

Mari fokus. Yang disyaratkan adalah ilmu tentang hal yang akan anda sampaikan, bukan lulusan ini itu, bukan gelar, dll. 

Misal, kalau anda mau membahas tema 'bid'ah dalam agama', anda harus membaca berbagai referensi tentang tema ini, termasuk khilaf ulama dalam sebagian rinciannya, sebelum menyampaikannya ke publik. Jika tidak, berarti anda telah bicara tanpa ilmu.

Jika ingin mengajar kitab ushul fiqih, anda harus memahami dengan baik isi kitab tersebut sesuai yang dijelaskan oleh para ulama. Kalau tidak, khawatirnya anda akan bicara ngalor ngidul. Sok-sokan mengajarkan kitab Al-Umm atau Ar-Risalah Imam Syafi'i, tapi yang diomongkan soal manhaj dan manhaj, bid'ah dan bid'ah, tidak ada 'feel' fiqih dan ushul fiqih sama sekali.

Jika ingin bicara tentang politik Islam, fiqih siyasah, khilafah, dan semisalnya, anda harus membaca banyak literatur, turats (karya Ulama terdahulu) dan kontemporer, yang mengulas tema ini, secara komprehensif. Jangan mencukupkan diri dengan kitab yang diadopsi kelompok anda, apalagi hanya dari mentoring mingguan oleh kakak kelas anda.

Demikian.

(Ustadz Muhammad Abduh Negara)


Baca juga :