Apa Peran Airlangga Hartarto dalam Kasus Korupsi Minyak Goreng
Kejaksaan Agung membidik Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam korupsi minyak goreng.
Sebulan setelah menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka korupsi minyak goreng, Kejaksaan Agung akhirnya memeriksa Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Selama 12 jam, jaksa memeriksa Ketua Umum Partai Golkar itu di Gedung Bundar, kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, pada Senin, 24 Juli lalu.
Penyidik mencecar Airlangga, 60 tahun, dengan 46 pertanyaan seputar perannya dalam dugaan korupsi yang merugikan negara Rp 6,47 triliun itu.
PERAN Menteri Airlangga Hartarto dalam pusaran perkara minyak goreng muncul lewat kehadiran Lin Che Wei. Pria 54 tahun itu menjadi anggota Tim Asistensi Menteri Airlangga melalui Surat Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 376 Tahun 2019. Dalam tim itu, Lin Che Wei mengurusi bidang pangan dan pertanian. Dengan demikian, ia mengurus kelangkaan minyak goreng sebagai produk turunan kelapa sawit.
Menurut para penyidik, para terdakwa korupsi minyak goreng, termasuk Lin Che Wei, berulang kali menyebut nama Airlangga Hartarto dan Muhammad Lutfi (Menteri Perdagangan) yang berperan besar dalam membuat kebijakan penanganan kelangkaan minyak goreng.
Airlangga ditengarai mempengaruhi sejumlah kebijakan kelangkaan minyak goreng yang menguntungkan perusahaan kelapa sawit. Sementara itu, Lutfi menjadi pelapis Airlangga dalam mengambil kebijakan.
Niat penyidik menggali peran Airlangga dan Lutfi muncul dalam pemeriksaan Lin Che Wei pada 13 Juni 2022.
Pertanyaan penyidik kepada Lin Che Wei hanya berfokus pada dua hal: peran Airlangga dan Lutfi dalam kebijakan minyak goreng serta penggunaan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola BPDPKS.
Dalam sebuah pemeriksaan, Lin Che Wei mengaku kerap berkomunikasi dengan Airlangga mengenai persoalan minyak goreng. Pada 27 Januari 2022, misalnya, ia diminta Airlangga membuat presentasi implementasi distribusi minyak goreng serta penghitungan kebutuhan dana BPDPKS. Lin Che Wei juga melaporkan berbagai hasil rapat dengan pengusaha kelapa sawit yang membahas kelangkaan minyak goreng. “Pak Menko meminta saya untuk melakukan exercise distribusi minyak goreng curah melalui BUMN,” kata Lin Che Wei kepada penyidik.
Lin Che Wei juga mengaku menghadiri berbagai rapat bersama Komite Pengarah BPDPKS yang dipimpin Airlangga. Rapat itu mengundang narasumber utama BPDPKS pada periode Januari-awal Februari 2022. Narasumber utama BPDPKS terdiri atas empat pengusaha kelapa sawit, yakni Franky Oesman Widjaja dari Sinar Mas Group; Martias Fangiono dari First Resources; Martua Sitorus, pendiri Wilmar Group; dan Arif Patrick Rahmat dari PT Triputra Agro Persada. Dalam rapat itu, Airlangga memimpin keputusan menyalurkan Rp 7 triliun subsidi minyak goreng dari dana BPDPKS.
Handika Honggowongso, kuasa hukum Lin Che Wei, mengatakan selama pemeriksaan jaksa menempatkan kliennya sebagai konsultan swasta tanpa kontrak. Namun, ketika sudah menjadi terdakwa, status Lin Che Wei berubah menjadi anggota Tim Asistensi Menteri Airlangga yang tidak memiliki wewenang apa pun. “Klien kami dipancing oleh pertanyaan: siapa yang punya wewenang?” ujar Handika pada Jumat, 28 Juli lalu.
Lin Che Wei, Handika mengungkapkan, awalnya tak menjawab secara gamblang. Tapi ia kemudian mengatakan bahwa Menteri Koordinator Perekonomian sebagai pejabat yang berwenang dalam penggunaan dana BPDPKS, termasuk subsidi minyak goreng. Adapun urusan ekspor CPO menjadi tugas Menteri Lutfi.
Penyidik Kejaksaan Agung menyebut Lin Che Wei sebagai penghubung pengusaha kelapa sawit dengan Airlangga dan Lutfi. Contohnya dalam perubahan kebijakan menjadi skema larangan terbatas pada rapat 24 Januari 2022. Lutfi meminta Lin Che Wei menyampaikan perubahan itu kepada Airlangga. Tiga hari kemudian, Lutfi membahas perubahan kebijakan tersebut bersama para narasumber utama BPDPKS tersebut.
Seorang sumber di Kejaksaan Agung mengatakan Airlangga mengetahui semua isi rapat antara Lin Che Wei, Kementerian Perdagangan, dan para pengusaha kelapa sawit. Meski jaksa belum menemukan Airlangga mendapatkan keuntungan finansial dari perannya dalam kasus ini, kebijakan-kebijakannya cenderung menguntungkan pengusaha sawit.
Lutfi tak kunjung merespons permintaan konfirmasi yang dikirim Tempo ke nomor telepon selulernya. Pada Juni 2022, ia diperiksa selama 12 jam. Kejaksaan Agung akan kembali memanggilnya pada awal Agustus 2023. Penyidik berencana menghadapkannya dengan keterangan Airlangga. “Pemeriksaannya pada 1 Agustus 2023,” ujar Ketut Sumedana.
Airlangga juga tak merespons surat permintaan wawancara Tempo lewat beberapa stafnya. Ketika ditemui selepas acara konferensi pers devisa hasil ekspor di kantornya pada Jumat, 28 Juli lalu, ia irit bicara. “No comment. Ini kasus ekonomi,” tuturnya.
Dengan kesaksian dan pernyataan Lin Che Wei, jaksa meluaskan pertanyaan untuk Airlangga. Tak hanya mengenai dampak kerugian negara akibat kelangkaan minyak goreng, jaksa juga bertanya ihwal penggunaan dana sawit BPDPKS untuk subsidi produksi biodiesel B30. Subsidi ini diberikan kepada pengusaha sebagai insentif produksi campuran solar dan minyak nabati dengan rasio 70 : 30 persen itu.
Dua jaksa mengatakan kerugian negara akibat penggunaan dana sawit ini mencapai triliunan rupiah. Ketika dimintai konfirmasi soal ini, Ketut tak menampik hitungan jaksa. “Tapi saya belum mendapatkan informasi detailnya,” katanya.
[Selengkapnya di Majalah TEMPO, 30 Juli 2023]