Catatan Agustinus Edy Kristianto:
Lima Bank yang Danai PLTU Batu-Bara Adaro di kaltara Berkontribusi pada Krisis Iklim
Presiden Jokowi teriak-teriak terus tentang ibu kota baru, ekonomi hijau, hilirisasi mineral, tapi mari kita lihat siapa yang duluan cuan.
Kita perlu telisik udang di balik bakwan.
Ada dua transaksi keuangan yang dilansir PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) pada 16 Mei 2023:
PT Kalimantan Alumunium Industry (KAI) dapat pinjaman tenor delapan tahun sebesar US$981,4 juta (Rp14,2 triliun, kurs Rp14.500) dan Rp1,54 triliun untuk proyek smelter 500.000 t.p.a di Kalimantan Utara.
PT Kaltara Power Indonesia (KPI) dapat pinjaman tenor 10 tahun sebesar US$603,6 juta (Rp8,75 triliun, kurs Rp14.500) dan Rp952,1 miliar untuk proyek pembangkit listrik 1.060 MW di Kalimantan Utara.
Yang ngasih utang, menurut data Bloomberg, adalah sindikasi perbankan domestik yang tiga di antaranya adalah bank BUMN: Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan Bank Mandiri (BMRI). Dua bank swasta adalah Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Permata (BNLI).
Jaminan yang diserahkan antara lain jaminan gadai saham dan rekening bank, fidusia atas aset dan piutang, hak tanggungan atas tanah dsb.
Dua perusahaan yang dapat pinjaman total mencapai Rp25,4 triliun itu adalah anak perusahaan ADRO.
Garibaldi Thohir (Boy Thohir) adalah pengurus (Presiden Direktur) sekaligus pemegang saham (6,18%) ADRO.
Di PT Adaro Power (AP), Boy Thohir tercantum sebagai Komisaris Utama (Akta No. 35 tanggal 19 Mei 2023). Adaro Power menjaminkan sahamnya di PT KPI sebagai jaminan utang PT KPI ke bank yang jumlah totalnya Rp9,7 triliun.
Adaro Power adalah pengendali PT KPI (menguasai 209.755 lembar atau setara 84%).
Adaro Power dikendalikan ADRO (100%).
Apa salah satu alasan utang?
“… komitmen perseroan untuk berpartisipasi pada program hilirisasi mineral Indonesia.” (Keterbukaan Informasi ADRO, 16 Mei 2023).
Begitulah
***
Bau amis pertama adalah dugaan kuat bank BUMN terlibat pendanaan energi kotor.
Kenapa amis, sebab Jokowi dan pembantu-pembantunya banyak kali ocehannya selama ini tentang energi hijau, transisi energi, pembangunan berkelanjutan...
Duit hasil utang yang diperoleh PT KPI dipakai untuk proyek PLTU yang berbasis batubara.
Energi fosil. Energi kotor.
Hitam adalah hitam. Hijau adalah hijau. No debat!
Mulut belok kanan. Kelakuan belok kiri.
***
Bau amis kedua adalah dugaan kuat afiliasi dan konflik kepentingan para aktor di balik golnya transaksi triliunan rupiah itu.
Menteri BUMN Erick Thohir adalah adik dari pemilik dan Presiden Direktur ADRO Boy Thohir.
Menteri BUMN adalah mewakili pemegang saham negara di BBRI (53,19%), BBNI (60%), dan BMRI (52%).
Pengurus BBRI (Komisaris Utama) Kartika Wirjoatmodjo adalah Wakil Menteri BUMN. Fungsi komisaris adalah pengawasan.
Pengurus BBNI (Komisaris Utama) adalah Agus Dermawan Wintarto Martowardojo) yang bersama Boy Thohir juga menjabat sebagai Komisaris GOTO.
Baik Kartika maupun Agus adalah alumnus (bekas dirut) BMRI, bank yang juga tergabung dalam sindikasi.
Tercium, kan, circle-nya.
Pertanyaan simpelnya, kalau si adik tidak berkuasa di BUMN, apakah triliunan bisa mengucur semulus ini?
Apa buktinya kalau adik dan orang-orang dekatnya tidak cawe-cawe urusan utang perusahaan kakak menterinya?
Mana suara anggota DPR yang digaji rakyat buat mengawasi BUMN?
***
Dengan demikian, kesimpulannya mudah saja: bank-bank BUMN yang selama ini dibangga-banggakan ternyata terlibat membiayai proyek energi kotor senilai triliunan rupiah yang dikerjakan perusahaan milik kakak Menteri BUMN di lokasi ibu kota baru, yang selama ini dibanggakan Presiden Jokowi karena wacana kota hijaunya.
Ayo, kita giatkan menabung di bank BUMN dan kontrol emisimu, supaya mereka makin cuan.
Jangan lupa, colok adiknya dalam pemilu nanti.
Ibaratnya lu punya duit, lu punya kuasa.
Salam.
(Agustinus Edy Kristianto)