Catatan Agustinus Edy Kristianto:
Ada tiga hal yang penting tapi luput dari perhatian orang tentang rumor Ahok bakal diangkat sebagai Dirut Pertamina.
*
Pertamina adalah BUMN strategis dan banyak duitnya.
Salah satu yang gurih adalah dana kompensasi BBM yang besarnya Rp252 triliun lebih.
Saya pernah persoalkan itu baik penganggaran, perhitungan, maupun pengawasannya, yang direspons oleh Staf Khusus Menkeu.
Ada perbedaan sudut pandang, tapi yang jelas fakta bahwa duit triliunan itu ada dan rentan disalahgunakan tidak dibantah oleh Mas Stafsus.
Selain itu, saya permasalahkan pula tentang bonus/tantiem buat direksi dan komisaris Pertamina yang totalnya lebih dari Rp446 miliar.
Saya anggap sama sekali tak ada empati. Harga BBM naik, ekonomi orang lagi terpuruk, katanya BUMN banyak rugi tapi direksi dan komisaris nikmati bonus/tantiem.
Saya juga buat petisi menolak bonus/tantiem itu di Change.org.
Lantas artinya apa kalau tujuh bulan sebelum pemilu ada seorang Menteri BUMN, seorang cawapres yang surveinya lagi moncer, akan membuat keputusan sestrategis pergantian pengurus BUMN sebesar Pertamina?
Naif kalau sekadar penyegaran biasa.
Saya duga ada motif logistik dan elektoral.
Menteri BUMN memiliki kewenangan luas untuk menempatkan orang-orangnya (tak hanya komisaris atau BUMN, tapi juga di komite-komite yang gajinya juga lumayan), menyisipkan kepentingan tertentu dalam RUPS sebagai perwakilan pemegang saham negara, mendorong aksi korporasi tertentu…
Pendeknya: mengendalikan BUMN/Pertamina.
Ada duit “nganggur” ratusan triliun yang kalau tidak diawasi ramai-ramai bisa mengalir untuk tujuan politik tertentu.
*
Selain soal duit ratusan triliun, ada juga kemungkinan pengamanan kasus tertentu.
Mau beres-beres habis prasmanan.
Apa itu? Kasus Rekind!
Sejak dulu Menteri BUMN Erick Thohir mau panggil Ahok cs untuk bicara masalah Rekind. Bahkan ketika rumor Ahok Dirut Pertamina pun, ET mengakui masalah Rekind dibicarakan.
https://finance.detik.com/energi/d-5593046/erick-thohir-
mau-panggil-ahok-cs-bahas-nasib-rekind
Mengapa Rekind saya bahasakan sebagai kasus, sebab ada rentetan peristiwa hukum, ada audit BPK, dan info yang saya dapat sudah ada pendalaman oleh KPK juga.
Masalah Rekind itu berkaitan dengan pembangunan pabrik amoniak di Banggai Sulteng.
Rekind adalah anak perusahaan BUMN Pupuk Indonesia yang mengerjakan pembangunan. Pemilik proyek adalah PT Panca Amara Utama (PAU), anak perusahaan PT Surya Esa Perkasa Tbk, yang komisaris utama sekaligus pemiliknya adalah kakak Menteri BUMN Garibaldi Thohir.
Ada permasalahan hukum berkaitan dengan antara lain pencairan performance bond (PB), uang retensi yang tak kembali dsb, yang intinya sampai membuat Pupuk Indonesia melakukan hapus buku pada laporan keuangan 2020.
Diduga nilainya Rp1,3 triliun lebih dan membuat keuangan Rekind babak belur.
Sebenarnya KPK sudah tahu ada yang tidak beres dari pencairan PB oleh PAU pada 16 Mei 2019 yang dibayarkan melalui BANK MANDIRI kepada Standard Chartered Bank itu.
Dirut Bank Mandiri saat pencairan PB itu adalah Kartiko Wirjoatmodjo, yang kini menjadi Wakil Menteri BUMN I yang membawahkan Pertamina.
Uang itu “diindikasikan digunakan oleh PT PAU untuk pembayaran utang bank.” dan “… terdapat potensi kerugian PT Rekind.”
Itu hasil Audit BPK No. 15/AUDITAMA VII/PDTT/06/2020.
Laporan Keuangan ESSA 30 Juni 2019 menunjukkan adanya pembayaran utang ke bank yang naik signifikan mencapai US$54 juta lebih.
Sumber saya bercerita ada informasi dan analisis yang menguatkan adanya dugaan skandal di balik pencairan PB itu.
Pada saat itu, ada semacam margin call (istilah dalam trading yang berarti peringatan bahwa ekuitas tidak cukup untuk ambil posisi) di ESSA sebesar US$49 juta.
Analisisnya adalah duit PB dipakai untuk menalangi margin call itu. Bahkan spekulasi berkembang untuk mempertanyakan kemungkinan adanya kickback/suap dsb yang beredar di balik proses pencairan dan penggunaan duit itu.
ET jadi Menteri BUMN pada Oktober 2019.
Pada 12 Agustus 2020 terjadilah Perjanjian Penyelesaian yang intinya mengesampingkan segala proses hukum dan pengembalian dana PB Rekind itu.
Konsekuensinya adalah restatement (penyajian kembali) Laporan Keuangan Pupuk Indonesia 2020 yang mengubah laba tahun 2019 dari Rp3,7 triliun menjadi Rp2,9 triliun (selisih Rp800 miliar).
Logika saja, siapa yang untung dalam hal ini?
Bagi saya, PAU.
Pabrik dapat dan beroperasi, dapat ‘bridging” US$56 juta tanpa bunga selama setahun lebih untuk bayar utang, proses hukum dikesampingkan akibat perjanjian penyelesaian di era ET, yang ribet ubah laporan keuangan adalah BUMN.
Bagaimana kemungkinan masalah Rekind ini mau dibungkus?
Saya dengar kabar skenario begini: Rekind diambil alih kepemilikannya oleh Pertamina dengan menyerap saham Rekind yang sekarang dipegang Pupuk Indonesia.
Ada proyek Rekind di Pertamina yang nilainya lebih dari Rp70 triliun dan diduga ada triliunan piutang dari situ yang akan dikonversi sebagai saham ditambah uang Rp5 miliar.
Sejalan dengan tuntasnya aksi korporasi itu maka kasus PAU pun akan semakin terkubur.
Siapa yang diuntungkan? Anda tahu sendirilah.
Kita lihat saja nanti, apakah Ahok yang peraih Bung Hatta Anti Corruption 2013 itu akan terlibat memuluskan skenario pemakaman kasus Rekind atau sebaliknya bakal menentang.
*
Mumpung berita Ahok Dirut Pertamina sedang berkibar, patut kiranya jika kita semua mempertanyakan KPK tentang pengusutan kasus Rekind yang ada kaitannya dengan perusahaan kakak Menteri BUMN itu.
Jika berlanjut hingga ke aktor intelektualnya berarti KPK masih bernyawa tapi kalau sebaliknya ikutan skenario pemakaman, kita bisa nilai sendiri kualitas dan integritas lembaga Kuningan itu.
Sekaligus, dengan adanya berita Rekind itu, sebagai alarm buat para capres yang hendak merangkul ET sebagai cawapres.
Anda bak melakukan ijab kabul dengan bom waktu.
Salam BOHIR.
(fb)