[Koran Tempo, Senin, 3 Juli 2023]
ACAK ADUT PENYELENGGARAAN HAJI 2023
🚩Penyelenggaraan ibadah haji reguler pada tahun ini acakadut di banyak lini. Lebih buruk daripada temuan audit terbaru BPK.
🚩Jemaah haji Indonesia mengalami seabrek masalah di puncak ibadah haji tahun ini. Akibat tak adanya mitigasi risiko.
🚩Namun Kementerian Agama agaknya tak mau dituding sebagai biang masalah. Kemenag melempar tranggung jawab ke Mashariq, perusahaan layanan haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, atas munculnya masalah pelayanan transportasi, distribusi konsumsi, dan ketersediaan tenda untuk tempat tidur.
***
MUHAMMAD Zulkarnain seketika panik melihat istrinya, Pudji Astuti, ambruk di Muzdalifah, tanah lapang di antara Arafah dan Mina, Arab Saudi. Rabu dinihari itu, 28 Juni lalu, Pudji lemas tak sadarkan diri di tengah menjalani rangkaian puncak ibadah haji.
“Dia pingsan karena sejak dari Arafah belum sarapan. Setiba di Muzdalifah harus berdesak-desakan selama berjam-jam,” kata Zulkarnain menceritakan pengalamannya kepada Tempo pada Ahad, 2 Juli 2023.
Zulkarnain dan Pudji, anggota jemaah haji Indonesia Kloter 13, Rombongan 6, Jakarta, merasakan masalah sejak meninggalkan Arafah setelah menjalani ibadah wukuf pada Rabu dinihari. Keduanya berangkat menjelang Rabu dinihari. Setiba di Muzdalifah, keduanya harus berdesak-desakan dengan lautan anggota jemaah haji yang hendak menjalankan anjuran Nabi Muhammad untuk bermalam hingga waktu subuh.
Ketika subuh menjelang, kata Zulkarnain, satu per satu bus datang untuk mengangkut jemaah haji melanjutkan perjalanan ke Mina. Para anggota jemaah haji diminta berdiri mengantre. Masalahnya, jumlah armada yang tersedia terasa sangat kurang. Bus baru datang setiap dua hingga tiga jam di masing-masing rombongan. Antrean jemaah haji mengular menuju gerbang penjemputan bus. Pada saat yang sama, rombongan lain yang baru tiba di Muzdalifah dari Arafah juga berupaya masuk ke lapangan melalui gerbang yang sama sehingga jemaah haji berdesak-desakan.
Masalahnya, selama berjam-jam menunggu keberangkatan ke Mina, jemaah haji kembali tak mendapat jatah makan. Pudji Astuti akhirnya roboh tak lama setelah melewati gerbang penjemputan bus. Perlu 15 menit bagi petugas kesehatan untuk menyadarkan Pudji. “Kami baru tiba di Mina pada Rabu sore,” kata Zulkarnain.
*Jemaah haji menunggu kendaraan untuk mengantar mereka mabit ke Muzdalifah di Arafah, Arab Saudi, 27 Juni 2023. ANTARA/Wahyu Putro A.
Artika Rachmi Farmita, wartawan Tempo yang menjadi anggota jemaah haji dari Kloter 50, Rombongan 7, Surabaya, juga telantar di Muzdalifah pada hari yang sama. Sekitar pukul 08.00 waktu setempat, saat matahari sudah menyapa ubun-ubun, Artika melihat puluhan calon haji jatuh pingsan karena tak kebagian jatah makan di tengah situasi harus berdesak-desakan. Kebanyakan dari mereka merupakan jemaah haji lanjut usia. Setelah berjam-jam menunggu jemputan sejak subuh, Artika dan rombongannya baru diangkut bus pada pukul 10.00 waktu setempat untuk menuju Mina.
Menurut Artika, kesemrawutan layanan haji yang dialami rombongannya dimulai di Mekah dua hari sebelumnya, Senin, 26 Juni lalu. Kala itu, rombongan Artika yang menginap di Hotel Adel Amin Fatani dijadwalkan berangkat menuju Arafah pada pukul 07.30 waktu setempat. Namun bus penjemputan baru tiba malam hari.
Kendala layanan transportasi kembali terjadi di Mina. Semula, Artika berniat Nafar Awal, keluar dari Mina lebih awal setelah melempar jamrah pada 12 Dzulhijah, Jumat, 30 Juni lalu. Namun rencana ini kandas. Artika dan bersama ratusan anggota jemaah haji dari Kloter 50, Rombongan 7, Surabaya, batal diangkut bus untuk kembali ke penginapan di Mekah. Mereka akhirnya mengubah niat menjadi Nafar Tsani, pulang di akhir dari Mina dan kembali menjalani ibadah lempar jamrah pada 13 Dzulhijah, Sabtu lalu.
Masalahnya, sejak Jumat, rombongan Artika juga sudah menghadapi kendala pasokan makanan. Kala itu, mereka hanya menerima jatah makan pagi sebelum berangkat melempar kerikil di Al-Jamarat. “Jam makan siang dan malam, saya bersama rombongan sudah tak mendapat jatah makanan lagi,” kata Artika. Tak kuat menahan lapar, Artika membeli mi instan.
Ogah Disalahkan atas Masalah Berulang
Pekan lalu merupakan puncak ibadah haji 2023, masa ketika jemaah haji melakoni ibadah wajib di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Namun kabar dari Tanah Suci menyebabkan penyelenggaraan haji tahun ini dalam sorotan publik. Seabrek persoalan dihadapi jemaah haji.
Namun Kementerian Agama agaknya tak mau dituding sebagai biang masalah. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, menyatakan telah menyampaikan protes keras ke Mashariq, perusahaan layanan haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, atas munculnya masalah pelayanan transportasi, distribusi konsumsi, dan ketersediaan tenda untuk tempat tidur.
Menurut dia, permasalahan tersebut juga disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ketika menggelar pertemuan khusus sesaat sebelum menghadiri perayaan selesainya puncak haji di Mekah, Jumat lalu.
Hilman mengatakan layanan haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina sepenuhnya menjadi tanggung jawab Mashariq dan Arab Saudi. "Karena itu, Menteri Agama menyampaikan sejumlah masalah yang muncul kepada Menteri Haji Taufiq F. Al Rabiah," kata Hilman, kemarin. Dia mengklaim semua permasalahan telah tertangani. Jemaah haji juga berangsur-angsur kembali ke hotel di Mekah.
Namun Tim Pengawas Haji dari DPR tak sepakat jika Kementerian Agama tak ikut andil dalam permasalahan yang timbul sepekan terakhir.
Anggota Tim Pengawas dari DPR, Ace Hasan Syadzily, mengatakan timnya telah beberapa kali mengingatkan Kementerian Agama ihwal potensi karut-marutnya pelaksanaan puncak ibadah haji.
Terakhir kali, potensi masalah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina juga disinggung dalam rapat terakhir dengan perwakilan Kementerian di Mekah pada Sabtu, 24 Juni lalu.
Menurut Ace, dalam rapat tersebut sebenarnya mulai ditemukan sejumlah potensi persoalan, seperti Mashariq yang tidak memenuhi komitmen dalam penyediaan tenda dan kamar mandi yang sesuai dengan kapasitas.
Benar saja, ketika puncak ibadah haji berlangsung, Ace menemukan banyak calon haji Indonesia yang tidak tertampung di dalam tenda.
“Masalah makin parah karena manajemen penempatan jemaah haji juga amburadul sehingga orang saling berebut untuk mendapatkan tenda,” kata dia.
Selain itu, Ace mencermati manajemen transportasi dan konsumsi yang amburadul.
Ace mengatakan pemerintah Indonesia harus menyampaikan protes keras kepada pemerintah Arab Saudi atas buruknya layanan haji yang disediakan Mashariq.
Namun, dia menilai, pemerintah juga keliru karena tak memiliki prosedur darurat ketika jemaah haji menghadapi persoalan seperti yang terjadi sepekan terakhir.
“Padahal sejak awal sudah diwanti-wanti agar pemerintah menerapkan mekanisme manajemen risiko untuk mengukur skala kedaruratan,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Ace memastikan DPR akan mengundang Kementerian Agama setelah musim haji selesai. “Agar dilakukan evaluasi total atas manajemen haji 2023 yang terkesan banyak kekurangan di sana-sini,” ujarnya.
Ketua Tim Pengawas Haji DPR, Marwan Dasopang, sependapat. Dia menilai, secara umum, kesemrawutan dalam pelayanan puncak ibadah haji tahun ini terjadi karena tak ada mitigasi risiko, termasuk penanganan kedaruratan. Menurut dia, potensi permasalahan sudah bisa diidentifikasi lantaran tahun ini merupakan penyelenggaraan haji pertama kali yang setara dengan level sebelum pandemi Covid-19.
Tahun ini, Arab Saudi memberikan kuota jemaah haji sebanyak 229 ribu orang untuk Indonesia, termasuk kuota tambahan sebanyak 8.000 orang. Jumlah ini hampir menyamai kuota pada 2019. Adapun tahun lalu, Arab Saudi membatasi kuota jemaah haji Indonesia sebanyak 100 ribu orang setelah dua tahun sebelumnya menutup layanan haji karena Covid-19.
Di sisi lain, Marwan mengingatkan, tahun ini juga pertama kalinya Arab Saudi mencabut pembatasan usia jemaah haji. Artinya, banyak anggota jemaah haji lansia yang diberangkatkan. “Jadi, seharusnya jangan gagap bertindak. Hitung semua kemungkinan yang akan terjadi pada saat jemaah banyak lansia dan kepadatan yang luar biasa,” kata Marwan.
Temuan BPK
Persoalan serupa sebetulnya sudah menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat mengaudit kinerja penyelenggaraan haji 2022. Dalam laporannya, BPK mencatat banyak temuan, seperti akomodasi di Arab Saudi yang belum sepenuhnya memperhatikan sistem zonasi sesuai dengan asal embarkasi. BPK juga menemukan permasalahan pada penyediaan makanan bagi jemaah haji, seperti makanan tak layak konsumsi, kurang gramasi, terlambat datang, hingga tidak sesuai dengan ketentuan gizi.
BPK menilai beberapa persoalan itu terjadi karena pemerintah belum membuat kebijakan dalam menentukan syarat penyedia layanan. Auditor malah menemukan sejumlah penyedia layanan yang pernah mendapat penilaian buruk dalam penyelenggaraan haji sebelumnya malah kembali terpilih.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, belum merespons upaya permintaan konfirmasi ihwal temuan BPK tersebut. Ia hanya terlihat membaca pesan yang dikirim ke ponselnya.
Namun laporan BPK telah mencatat tanggapan Kementerian Agama yang menerima hasil temuan auditor. Kementerian Agama berjanji merevisi aturan untuk mensyaratkan penyedia layanan tidak masuk daftar hitam. Realisasi rencana aksi ini belum terang. Berbagai masalah dalam penyelenggaraan haji tahun lalu kembali terulang sepekan terakhir.
Lukmanul Hakim, anggota jemaah haji Kloter 40, Jakarta, bahkan sudah merasakan keganjilan sejak berada di embarkasi Jakarta. Mulanya, dia dan sejumlah calon haji terdaftar di Kloter 39, tapi mendadak bergeser menjadi Kloter 40. Pesawat yang menerbangkannya ke Arab Saudi juga diundur keberangkatannya dari pukul 03.00 WIB menjadi pukul 22.00 WIB pada Jumat, 9 Juni lalu. “Ada jemaah di kloter kami yang ditunda keberangkatannya karena visa belum ada,” kata Lukmanul, yang juga Kepala Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
Setiba di Mekah, Lukmanul juga mendapati kegaduhan karena penyedia layanan tak kunjung mengirim koper ke masing-masing kamar calon haji. Dia memerlukan waktu tiga jam untuk mencari keberadaan kopernya yang ditempatkan serampangan di hotel. Beberapa sejawatnya baru menemukan kopernya sepekan kemudian.
Lukmanul menyoroti banyaknya petugas pendamping yang tak sigap. Sebagian di antara mereka tak tahu harus melakukan apa ketika menghadapi keluhan jemaah haji. “Banyak yang bilang petugas baru, hanya bisa melaksanakan tugas,” kata Lukmanul. “Mereka kurang inisiatif untuk mengambil sikap ketika sedang darurat.”
[Sumber: Koran Tempo, Senin, 3 Juli 2023]