[PORTAL-ISLAM.ID] Sedang viral postingan "Bu Siti" yang marah tak dipinjami oleh tetangganya, sementara menurutnya tetangganya itu berqurban sapi. Sampai-sampai si Bu Siti itu menghakimi kalau pahala memberikan pinjaman lebih besar daripada pahala berqurban bukan karena Allōh (alias tidak ikhlas).
Sebenarnya postings Bu Siti hanya menunjukkan kebodohannya dalam perkara agama, sebab menuduh orang berqurban bukan karena Allōh (tidak iḳhlāṣ) padahal perkara niat itu hanya Allōh ﷻ yang tahu.
Sekarang hukum menolak meminjamkan uang/barang itu sendiri bagaimana?
Berikut dikutip dari BincangSyariah.com:
Hukum Menolak Memberikan Pinjaman Kepada Orang Lain
Dalam kehidupan kita sehari-hari, sering kita meminjam barang kepada orang lain karena kita sedang butuh. Begitu juga sebaliknya, orang lain meminjam barang kepada kita di saat dia sedang butuh. Namun adakalanya kita menolak memberikan pinjaman kepada orang lain karena beberapa sebab dan pertimbangan. Dalam Islam, bagaimana hukum menolak memberikan pinjaman kepada orang lain ini?
Pada dasarnya, memberikan pinjaman kepada orang lain, baik berupa barang maupun uang, hukumnya adalah mustahab atau dianjurkan. Kita selalu dituntut untuk senantiasa memberikan manfaat kepada orang lain, di antaranya dengan memberikan barang pinjaman yang sedang dibutuhkan oleh orang lain.
Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut;
والإعارة قربة مندوبة إليها، لقوله تعالى: وتعاونوا على البر والتقوى
"Pinjam meminjam merupakan ibadah yang dianjurkan. Ini berdasarkan firman Allah; Hendaklah kalian tolong menolong dalam kebaikan dan takwa."
Meski sangat dianjurkan, namun memberikan pinjaman bukan sesuatu yang harus dan wajib untuk kita lakukan. Karena itu, jika kita menolak atau enggan memberikan pinjaman kepada orang lain karena sebab dan pertimbangan tertentu, maka hukumnya boleh dan tidak masalah.
Bahkan terkadang menolak memberikan pinjaman kepada orang lain hukumnya menjadi wajib atau dianjurkan. Menolak meminjamkan menjadi wajib jika dengan barang pinjaman tersebut peminjam bisa melakukan hal-hal yang dilarang dan maksiat. Misalnya, meminjamkan senjata kepada seseorang yang hendak membunuh orang lain, atau meminjamkan kendaraan kepada seseorang yang hendak melakukan maksiat, dan lain sebagainya.
Juga menolak memberikan pinjaman dianjurkan jika dengan barang pinjaman tersebut peminjam bisa melakukan hal-hal yang dimakruhkan. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut;
وَقَدْ تَكُونُ حَرَامًا كَإِعْطَائِهَا لِمَنْ تُعِينُهُ عَلَى مَعْصِيَةٍ. وَقَدْ تَكُونُ مَكْرُوهَةً كَإِعْطَائِهَا لِمَنْ تُعِينُهُ عَلَى فِعْلٍ مَكْرُوهٍ
"Terkadang i’arah atau meminjamkan barang hukumnya menjadi haram, seperti memberikan pinjaman kepada orang lain yang dengannya dia bisa melakukan maksiat. Dan terkadang i’arah menjadi makruh, seperti memberikan pinjaman pada orang lain yang dengannya dia bisa melakukan hal-hal yang dimakruhkan."