Polda Kantongi Bukti Kasus Firli Bahuri
Polda Metro Jaya mengantongi bukti kasus dugaan pidana kebocoran dokumen penyelidikan KPK. Firli Bahuri jadi sasaran.
Penanganan kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi, yang disinyalir melibatkan Ketua KPK Firli Bahuri, berlanjut di Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto mengatakan bahwa timnya telah menemukan alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status penanganan kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.
"Setelah dilakukan pemeriksaan awal, ada beberapa pihak yang diklarifikasi, kami memang sudah menemukan adanya peristiwa pidana," kata Karyoto kepada wartawan, di Jakarta, pada Selasa, 20 Juni 2023. "Sehingga kami melakukan dengan (menerbitkan) surat perintah penyidikan.”
Karyoto belum dapat memaparkan detail proses penyidikan timnya. Dia juga berkomentar ketika disinggung soal peluang Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka. "Nanti kita lihat ke depan," ujarnya.
Menurut Karyoto, yang terpenting saat ini, tim penyidik Polda Metro Jaya telah mengantongi bukti bahwa informasi tentang penyelidikan di KPK telah sampai ke sejumlah pihak yang menjadi target.
"Artinya, barang yang tadinya rahasia menjadi tidak rahasia ketika sudah dipegang oleh pihak-pihak yang menjadi obyek penyelidikan," ujarnya.
Karyoto mengaku mengetahui persis kasus dugaan kebocoran dokumen tersebut karena terjadi ketika ia masih bertugas sebagai Deputi Penindakan KPK (sebelum disingkirkan Firli).
Sepekan terakhir, kabar kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK telah naik ke penyidikan berembus kencang. Kepada Tempo, pelapor dan saksi kasus ini mengaku telah mendengar informasi tersebut ketika dipanggil penyidik Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan pekan lalu.
Sumber Tempo di Polda Metro Jaya mengungkapkan, penyidik mengusut kasus ini dengan sejumlah pasal sangkaan, seperti Pasal 112 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ihwal ancaman pidana paling lama 7 tahun penjara terhadap pelaku pembocoran surat-surat, berita, atau keterangan yang harus dirahasiakan untuk kepentingan negara. Penyidik juga menduga adanya pelanggaran atas Pasal 44 juncto Pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang mengatur ancaman pidana paling lama 10 tahun penjara bagi setiap orang yang dengan sengaja mencuri, membuka, dan/atau membocorkan rahasia intelijen.
Langkah penyidik Polda Metro Jaya membidik Firli juga terlihat pada penggunaan Pasal 65 juncto Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berisi ancaman pidana bagi pimpinan komisi antikorupsi yang melanggar larangan berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan pihak beperkara.
Sedangkan sejak awal, kasus ini ditindaklanjuti oleh Polda Metro Jaya setelah menerima belasan laporan ihwal dugaan tindak pidana oleh Firli dalam penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebelumnya, juru bicara KPK, Ali Fikri, memastikan lembaganya menghormati langkah Polda Metro Jaya yang menyidik dugaan kebocoran dokumen yang disebut-sebut melibatkan Firli Bahuri. Bentuk penghormatan itu, kata dia, dengan mengizinkan sejumlah pegawai dan penyidik KPK diperiksa oleh kepolisian, pekan lalu. “Kami menghargai penegak hukum lain jika memang ada proses hukum,” kata Ali, Senin, 19 Juni 2023.
Tak Terpengaruh Keputusan Dewan Pengawas KPK
Kasus dugaan kebocoran dokumen ini awalnya mencuat ketika tim penyelidik KPK menggeledah ruang kerja Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM M. Idris Froyoto Sihite pada 27 Maret 2023. Di sana, tim menemukan dokumen yang menyerupai surat penyelidikan yang bersifat tertutup dalam kasus dugaan suap pengurusan ekspor produk pengolahan hasil pertambangan di lingkungan Kementerian ESDM. Salinan dokumen setebal tiga lembar itu berisi nama-nama pejabat Kementerian ESDM yang tengah disasar oleh penyelidik KPK karena diduga terlibat dalam rasuah.
Penyidik KPK sempat memeriksa Idris Sihite. Dalam rekaman video yang beredar di media sosial, Sihite mengaku mendapat dokumen itu dari Menteri ESDM Arifin Tasrif. Adapun Arifin ditengarai memperolehnya dari Firli Bahuri.
Kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan itu sebenarnya juga dilaporkan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil kepada Dewan Pengawas KPK. Namun, dalam pengumuman terbarunya pada Senin, 19 Juni lalu, Dewan Pengawas KPK menyatakan tak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penanganan kasus dugaan pelanggaran etik oleh Firli Bahuri. “Tidak ditemukan komunikasi Saudara Menteri Arifin Tasrif yang memerintahkan Saudara Idris Sihite menghubungi Saudara Firli," kata Ketua Dewan Pengawas Tumpak Hatorangan Panggabean.
Kemarin, Karyoto tak mempersoalkan mandeknya penanganan kasus serupa di Dewan Pengawas KPK. Menurut dia, penanganan kasus di Polda Metro Jaya berfokus pada tindak pidana. Sedangkan Dewan Pengawas memeriksa dugaan pelanggaran kode etik.
Selain itu, Karyoto mengklaim telah bertemu dengan Dewan Pengawas KPK belum lama ini untuk mendiskusikan kasus tersebut. Dalam pertemuan itu, dia dan Dewan Pengawas menunjukkan temuan masing-masing. "Kami tidak bisa memaksa, karena di sana (Dewan Pengawas) sukarela," kata Karyoto. "Kalau di kami kan ada teknik-teknik untuk mencari dokumen itu."
Menepis Tuduhan dalam Pemeriksaan Dewan Pengawas
Ketika memaparkan hasil pemeriksaan Dewan Pengawas dalam kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK, Tumpak Hatorangan sempat menjabarkan pengakuan Idris Froyoto yang berubah-ubah ihwal sumber berkas yang ditemukan penyelidik di ruangannya. Semula, kata Tumpak, Idris mengaku mendapat dokumen tersebut dari Karyoto. Belakangan, Idris Sihite menarik pernyataannya dengan menyebut memperoleh dokumen dari Menteri Arifin Tasrif, yang diduga berasal dari Firli Bahuri. Keterangan ini pun kembali berubah.
“Keterangan Idris Sihite diubah menjadi diterima melalui seorang pengusaha yang bernama Suryo,” kata Tumpak. Dia mengatakan, Idris mengklaim mendapatkan dokumen itu ketika bertemu dengan Suryo di Hotel Sari Pacific Jakarta. Dokumen itu menyelip di dalam tumpukan kertas perkara perdata.
Tumpak mengatakan, Dewan Pengawas telah meminta keterangan Suryo atas pernyataan Idris. “Apakah kami percaya, ya percaya tak percaya-lah. Tapi kami tidak bisa menemukan fakta, tidak ada fakta lain,” kata Tumpak. Di sisi lain, Dewan Pengawas memutuskan tak melanjutkan penanganan kasus dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri ini karena dokumen yang diduga bocor tak identik dengan surat penyelidikan KPK.
Mendengar kronologi yang dipaparkan Dewan Pengawas tersebut, Karyoto menampik pernyataan awal Idris Sihite. Karyoto memang menjabat Deputi Penindakan KPK saat penyelidikan kasus dugaan suap di Kementerian ESDM berlangsung. Namun ia membantah jika disebut mengenal Idris Sihite yang juga menjabat Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara. “Mukanya saja saya tidak pernah tahu,” kata Karyoto.
Karyoto menyatakan kecewa karena tak pernah dipanggil oleh Dewan Pengawas. Padahal ia berharap dapat dikonfrontasi dengan Idris Sihite untuk menguji keterangan masing-masing pihak. “Ternyata seseorang yang diperiksa, dia faktanya A, dia bilang B, jelas ada pihak-pihak yang berbohong, ya,” kata Karyoto.
Rachmat Mulyana, kuasa hukum bekas Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro, juga turut menepis tuduhan Dewan Pengawas ihwal nama Karyoto yang disebut memberikan dokumen ke Idris Sihite. Sejak awal kliennya melaporkan kasus ini ke Dewan Pengawas dan Polda Metro Jaya karena menemukan bukti sahih tentang dugaan keterlibatan Firli Bahuri. “Sekarang terbukti Polda Metro Jaya sudah menemukan unsur pidana,” kata Rachmat.
Rachmat Mulyana berharap Polda Metro Jaya dapat menuntaskan kasus ini. Menurut dia, penyidik kepolisian semestinya tak sulit menjerat Firli Bahuri karena semua bukti telah diserahkan oleh para pelapor. “Sekarang problemnya masalah hantu-hantu politik yang mendukung Firli,” kata Rachmat, yang khawatir adanya intervensi politik untuk mengendapkan kasus ini.
[Sumber: Koran Tempo, Rabu, 21 Juni 2023]