Korea Aerospace Industry (KAI) mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia hingga saat ini belum memberikan pembayaran lanjutan atas jet tempur KF-21 atau KFX sejak 2019. Jet tempur KF-21 adalah proyek pengembangan jet tempur canggih, gabungan antara Indonesia dan Korea Selatan.
Senior Manager & Chief KFX Joint Development Management Team Lee Sung-il mengemukakan bahwa pemerintah Indonesia sudah membayar 17% dari total kontrak. Sisa 83% lagi belum dibayarkan hingga saat ini.
"Korea membayar sebagian besar cost share dari 2016-2022. Kami struggling karena masalah budget sehingga kami harap pemerintah Indonesia dapat membayar proyek ini," tegas Lee dalam paparan dikutip dari paparan KAI, Minggu (3/6/2023).
Adapun, proyek ini berjalan sejak 2016 dan sempat mandek hingga 2019. Dalam kontrak yang diteken di zaman Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut, Indonesia berjanji akan membeli 48 unit pesawat, sementara Korea sebanyak 128 unit pesawat. Ini adalah proyek G-to-G atau antarpemerintah.
"Selama fase EMD, pemerintah Indonesia akan mengambil satu pesawat dan akan melakukan observasi teknologi, pengembangan, operasi, dan produksi," kata Lee.
Saat ini, dia mengatakan sebanyak dua pilot dan 28 engineer asal Indonesia ikut berpartisipasi dalam pengembangan KF-21 tersebut. Hingga saat ini, pihak KAI sendiri masih menanti pembayaran lanjutan proyek ini.
"Saya percaya itu adalah pembicaraan G2G dan sedang didiskusikan," ujarnya.
Lee menambahkan pengembangan jet tempur ini seharusnya memiliki nilai ekonomi yang besar bagi Indonesia, yakni sebesar US$10 miliar. Bahkan, pengembangan ini nantinya dapat menciptakan lapangan kerja sebanyak 27.000 orang, ketika Indonesia mulai pengerjaannya sendiri. Adapun, biaya inducement production mencapai US$3,3 miliar.
"Ini adalah angka yang besar, tapi baseline-nya adalah selama pemerintah Indonesia berpartisipasi dalam EMD dan membeli pesawat yang sudah dijanjikan," tegas Lee.
Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan sebelumnya mengungkapkan anggaran untuk KF-21 sudah dialokasikan dalam APBN 2022 dan 2023. DJA pun mengungkapkan eksekusi pembayaran menjadi tanggung jawab Kementerian Pertahanan.
"Bisa koordinasi dengan Kemhan, karena proses pembayaran kan oleh Kemhan," ujar Dwi Pudjiastuti Handayani selaku Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, Kemenkeu kepada CNBC Indonesia.
[CNBC]