KISAH POLIGAMI DIAM-DIAM YANG TAK BERBUAH GERAM APALAGI DENDAM
Oleh: Ustadz Hatta Syamsuddin
Kisah ini dituliskan oleh Ibnul Jauzi (seorang ulama ahli fikih, ahli tafsir dan sejarawan, 508-587 H) dalam kitabnya Sifatus Shofwah. Ulama madzhab Hambali yang tinggal di Baghdad ini menuliskan satu kisah nyata tentang poligami yang terjadi masa itu, berarti kejadian hampir seribuan tahun yang lampau.
Untuk menyederhanakan kisah yang lumayan panjang, saya coba tuangkan dalam terjemahan dan ringkasan versi bebas tanpa mengurangi makna secara umum. Bagi pembaca yang ingin melihat versi teks arab aslinya, dipersilahkan menuju link yang saya sertakan.
----
Tersebutlah, ada seorang laki-laki di Baghdad yang kaya raya punya bisnis di bidang konveksi dan membuka toko di pasar. Pada suatu hari saat laki-laki itu berada di tokonya, datang seorang gadis mencari pakaian. Ketika berbincang, perempuan itu membuka cadarnya, yang membuat laki-laki itu kagum akan kecantikannya, bahkan hingga mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku bergetar atas apa yang aku lihat”. Ternyata perempuan itu punya perasaan yang sama, dengan jujur ia mengungkapkan niatan sebenarnya jalan-jalan di pasar tersebut.
Perempuan itu mengatakan, “Sebenarnya aku berhari-hari bolak-balik ke pasar bukan untuk membeli sesuatu, tapi mencari adakah laki-laki yang bisa membuat aku jatuh hati untuk aku nikahi. Dan sungguh aku telah jatuh hati kepada Anda, dan aku sendiri adalah perempuan berharta, apakah Anda mau menikahiku?"
Sang laki-laki menjawab: “Aku sudah memiliki seorang istri, dan akupun telah berjanji kepadanya untuk tidak membuatnya cemburu, dan akupun telah mendapakan seorang anak laki-laki darinya”. Maka perempuan itu pun menjawab: “Sungguh aku rela jika Anda datang ke tempatku hanya dua kali saja setiap pekan”. Maka laki-laki itu pun kemudian menyetujui dan akhirnya keduanya pun menikah.
Setelah pernikahan itu, agar istrinya tidak curiga, sang laki-laki itu pun memberikan alasan kepada istri pertamanya, bahwa sahabat-sahabatnya memintanya untuk terkadang menghabiskan waktu malam hari bersama mereka.
Delapan bulan berlalu sang istri mulai curiga kepada sang suami. Lalu ia memerintahkan pembantu wanitanya untuk mengikuti sang suami dan melihat kemana saja suaminya singgah. Maka pembantu itu melaksakan tugasnya, mengikuti majikannya dari tokonya di pasar kemudian setelah Dhuhur ternyata majikannya mendatangi dan memasuki sebuah rumah. Pembantu yang cerdas itu lalu bertanya kepada tetangga rumah, tentang milik siapa rumah tersebut. Para tetangga mengatakan: “Itu rumah seorang perempuan muda yang sudah dinikahi oleh seorang pedagang konveksi pakaian”.
Maka pembantu itu pun pulang dan memberitahukan hal tersebut kepada majikan wanitanya. Mendengar kabar mengejutkan itu, ternyata sang majikan wanita justru berpesan kepada pembantunya agar tidak memberitahukan hal itu kepada siapapun. Dan sang istri pertama itu pun bersikap biasa saja kepada sang suami, tidak menunjukkan perubahan sikap sama sekali.
Waktu berlalu setahun lamanya, hingga laki-laki itu pun terbaring sakit dan kemudian meninggal. Ia meninggalkan harta yang cukup banyak, yaitu sejumlah 8.000 dinar (sekitar Rp 34 Milyar). Sang istri tersebut memberikan hak dari warisan tersebut kepada sang anak laki-laki sebesar 7.000 dinar, dan kemudian membagi yang 1000 dinar menjadi dua (untuk dirinya dan untuk istri kedua). Ia menaruh sebanyak 500 dinar (Rp 2,125 Milyar) di sebuah kantong lalu menitipkan kepada pembantunya, dan diminta pergi ke rumah istri kedua untuk menyampaikan berita kematian suaminya, sekaligus menyerahkan kantong berisi 500 dinar sebagai hak waris sesuai aturan syariah.
Kemudian sang pembantu pun mendatangi rumah istri kedua, dan menyampaikan kabar kematian majikannya serta menyerahkan hak waris kepadanya. Perempuan itupun menangis mendengar kabar itu, lalu mengeluarkan secarik kertas dari kotak di rumahnya. Ia menyampaikan “kembalilah kepada majikanmu, sampaikan salamku untuknya, dan beritahukan kepadanya bahwa suaminya telah menceraikanku (sebelum meninggal) dan menuliskan bukti berlepas darinya (di secarik kertas itu), dan bawalah kembali harta ini karena sesungguhnya aku tidak berhak atas harta waris ini sedikitpun". Kemudian sang pembantu itu pulang kembali dan menceritakan hal tersebut kepada majikannya. (selesai)
----------
Demikian kisah indah ini untuk menemani istirahat Anda yg capek seharian bekerjaπ... silahkan jika berminat sampaikan ke suami atau istri masing-masing, siapa tahu bisa menghangatkan kembali suasana di rumah Anda (eh). Segala reaksi dan akibat bukan tanggung jawab kami tentunya ππ
Akhirnya, kira-kira apa pelajaran terpenting dari kisah di atas? Yang jelas Ibnu Jauzi memberikan judul tulisan di atas dengan bernada pujian: "Kisah Dua Wanita Ahli Ibadah di Baghdad".
(Sumber: Link)