Mana yang lebih baik?
Tere Liye itu kalau menulis sesuatu, dia pakai data. Tidak pakai perasaan, apalagi halu.
Nah, ada yang bertanya ke saya, 'Dari aspek pertumbuhan ekonomi, bagusan mana, SBY atau Jokowi?'
Well, silahkan lihat data ini (tabel di atas -red). Lihat dengan baik-baik. Bahkan kamu hilangkan periode krisis covid (warna kuning, juga krisis ekonomi dunia 2008 yang ngaruh ke pertumbuhan 2009), rata-rata pertumbuhan ekonomi era Jokowi tetap lebih rendah dibanding SBY. Di puncak-puncaknya, Jokowi hanya bisa 5,3%. Sementara SBY bisa 6,3%.
Nah, yang lebih menyesakkan lagi, catat baik-baik:
- Utang negara 2014 hanya 2.600 trilyun
- Utang negara per Maret 2023, jadi 3x lipat lebih, 7.879 trilyun.
Lagi-lagi, kamu bisa hilangkan periode krisis covid, ambil saja data Desember 2019, itu tetap nyaris sudah dobel, 4.800 trilyun. Halu bener kalau bilang utang meroket karena covid. Bahkan sebelum covid, utang sudah nyaris dobel per Desember 2019. Buka datanya. Dengan rasio utang juga terus naik. 24% jadi 39%.
Kamu lihat tidak data-data ini?
Kita itu pertumbuhan ekonomi lebih jelek dibanding sebelumnya, SEMENTARA itu utangnya naik 3x. Artinya apa? Pertumbuhan selama ini sumbernya utang. Paham tidak sih? Wah, jika tidak ngutang, itu angka-angka pertumbuhan ambyar tenan. Mau bangun sejengkal tol saja tidak ada duitnya, kecuali ngutang.
Jadi, 2024, mulailah diskusi soal pilpres, dll itu pakai data. Jangan pakai perasaan.
Wah, kalau cuma pakai perasaan, repooot. Banget.
Lantas, apa ngaruhnya pertumbuhan ekonomi ke kamu-kamu sekalian? Sederhana: Pendapatan. Level gaji, upah. Jateng misalnya, duh Gusti, 2014 lalu itu UMP cuma seupil, eh 2023 juga cuma seupil, paling rendah seluruh Indonesia. Dan buruh bersorak mau dukung Gubernur dari provinsi ini? Kamu ngarep pertumbuhan ekonomi dan kenaikan UMP berapa, lihat data-datanya?
Baiklah, terserah kalian saja, 2034, berbahagialah dengan UMP hanya 3 juta per bulan. Lumayan 10 tahun dia berkuasa, naik 1 juta. Ssst, negara tetangga UMP-nya 1-2 juta sehari.
(By Tere Liye)
*sumber: fb