Proyek Infrastruktur Jokowi, 30% Anggarannya Dikorupsi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghabiskan anggaran ribuan triliun untuk membangun infrastruktur. Besarnya anggaran tersebut tidak bisa memberikan manfaat maksimal karena banyak yang menguap ditelan korupsi.
Merujuk data Kementerian Keuangan, anggaran infrastruktur melonjak 120% pada era Presiden Jokowi, dari Rp 177,9 triliun pada 2014 menjadi Rp 391,7 triliun pada 2023.
Sepanjang masa periode penuh pemerintahannya (2014-2022), Jokowi sudah menghabiskan anggaran infrastruktur sebanyak Rp 2.778,2 triliun.
Jumlah tersebut melonjak tiga kali lipat lebih dibandingkan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005-2013 yakni Rp 824,8 trilun.
Ekonom senior dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan korupsi tidak hanya dilakukan pemerintah atau perusahaan swasta tapi juga BUMN.
Dalam hitungannya, mark up yang dilakukan BUMN pada proyek infrastruktur mencapai 30%.
"BUMN mark-up nya minimum 30% dan pada akhirnya BUMN pada ngutang. BYMN akhirnya bangkrut," tutur Rizal Ramli dalam diskusi CNBC Indonesia Your Money Your Vote, Jumat (5/5/2023).
Kabar tak sedap mengenai besarnya korupsi pada pembangunan infrastruktur sudah banyak disampaikan sejumlah pihak.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut 30% korupsi pada 2017 di Indonesia justru terjadi di pembangunan infrastruktur serta pengadaan barang dan jasa.
ICW juga menyebut pada periode 2010-2020, 53% tender publik di Indonesia adalah tender untuk proyek konstruksi.
Kasus korupsi proyek infrastruktur meningkat 50% di Indonesia antara 2015-2018.
Korupsi bahkan tetap merajelala pada awal pandemi Covid-19. KPK menangani kasus korupsi sebanyak 36 kasus terkait korupsi infrastruktur pada 2020 hingga Maret 2021.
Proyek infrastruktur Jokowi juga kurang efisien seperti tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Semakin besar nilai koefisienICOR, semakin tidak efisien perekonomian pada periode waktu tertentu.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan ICOR di era Jokowi meningkat dari sekitar 5% pada 2014 menjadi 8,16% pada 2022.
Artinya, untuk memproduksi satu unit output dibutuhkan 8,16% modal output.
Data KPK juga menunjukkan fakta menyedihkan yakni rendahnya nilai riil bangunan infrastruktur yakni hanya kurang dari 50%.
Dari nilai proyek infrastruktur yang disepakati, sebanyak 10-15% lari kepada keuntungan kontraktor, kurang lebih 7% untuk komitmen kepastian anggaran, kurang lebih 20% untuk komitmen fee proyek, sedangkan untuk manipulasi laporan dan lain lain menghabiskan 5% dari nilai proyek.
(Sumber: CNBCIndonesia)