Oleh: Erizal
Memang, Gerindra paling diuntungkan dengan sistem politik seperti saat ini. Sebab, Gerindra punya Prabowo dan Prabowo punya Gerindra, yang tak hanya sudah masuk ke dalam bursa pencapresan kemarin saja, bahkan sejak 2009.
Meski tak pernah menang, tapi suara Gerindra sejak ikut Pemilu sampai saat ini, meningkat terus. Bahkan, survei terakhir terlihat, tak lama lagi bisa mengalahkan PDIP. Barangkali itulah kerja, momentum, takdir yang saling bertautan. Bisa diilmiahkan jadi: tokoh, jaringan, dan uang.
Lolos PT pada Pemilu 2009. Mengalahkan PPP pada Pemilu 2014. Dan mengalahkan Golkar pada Pemilu 2019, meski Golkar masih unggul jumlah kursi. Tersisa PDIP yang belum dilewati Gerindra sebagai 3 parpol tertua di negara ini.
Memang, lebih hebat Partai Demokrat. Hanya butuh dua kali Pemilu untuk mengalahkan 3 parpol tertua tersebut. Tapi habis itu, Demokrat mengalami senjakala yang lebih cepat pula. Gerindra tentu harus belajar dalam pusaran itu.
Tak saling bertautannya antara tokoh, jaringan, dan uang, pastilah akan selalu terjadi. Roda terus berputar. Tokoh juga akan mati. Tapi, menghindari kejatuhan, agar tak jatuh tape, ada pula seninya. Seni mencari tempat-gaya jatuh.
Tak sedikit yang bikin partai, tapi tak ada yang seperti Gerindra dan Demokrat. Ada yang malah saat kelahirannya, itulah sebetulnya saat kematiannya. Ada yang menggeliat sedikit, lalu tak berakhir. Ada juga yang tetap ada di tengah.
Kuncinya ada pada tiga hal itu. Tokoh, jaringan, dan uang. Tapi, jangan pernah sendirian, kata Fahri Hamzah. Kalau ingin sendirian, baiknya jangan di partai (politik). Nanti, akhirnya, bisa tragis. Kita perlu teman sejati di usia tua nanti. Tapi, teman sejati itu pulalah yang sulit dicari.(*)