[PORTAL-ISLAM.ID] Pada saat Ṣalāḥ ud-Dīn al-Ayyūbī masih kecil, dia bermain dengan anak-anak lain di jalan. Ayah Ṣalāḥ ud-Dīn melihat ini dan menangkapnya dengan marah, mengangkatnya dan berkata:
"Aku tidak menikahi ibumu agar kamu bisa bermain dengan anak-anak lain, tetapi untuk merebut kembali al-Aqṣā!"
Ayahnya adalah pria jangkung, dengan status tinggi. Dia lalu melepaskan Ṣalāḥ ud-Dīn, menyebabkan dia jatuh ke tanah. Setelah dia jatuh ke tanah, ayahnya bertanya kepadanya:
"Apakah tidak sakit?"
"Ya (sakit)," jawab Ṣalāḥ ud-Dīn al-Ayyūbī.
"Lalu kenapa kau tidak menangis?" tanya sang ayah.
Ṣalāḥ ud-Dīn al-Ayyūbī menjawab:
"Tidak pantas penakluk al-Aqṣā menangis."
[Sumber: Al-Nawādir al-Sultāniyya wa'l-Maḥāsin al-Yūsufiyya]
________
Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub migrasi meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Van dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1138 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, ayahnya mengabdi kepada Imaduddin Zanki, gubernur Seljuk untuk kota Mosul, Irak. Ketika Imaduddin Zanki berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari ajaran Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Raja Nuruddin.