Jitunya Kalkulasi Jokowi
Saat Presiden Jokowi ingin maju untuk periode kedua pada Pilpres 2019, ia menyisakan empat partai di luar koalisi yang ia bentuk. Yakni, PKS, PAN, Demokrat dan Gerindra. Gerindra jelas tak mau berkoalisi dengan Jokowi pada 2019 sebab Prabowo juga ingin maju.
Setelah kalah Pilpres 2014, Prabowo berada di luar pemerintahan dan seperti memastikan diri akan maju lagi pada 2019. Kalah tipis di Pilpres 2014 dengan Jokowi, siapa tahu akan menang pada Pilpres 2019 bila konsisten berada di luar.
Ternyata, sama-sama kita ketahui, sejarah tak begitu. Prabowo keok lagi dengan selisih suara yang hampir sama. Jokowi berhasil mengunci permainan, kendati Ma'ruf Amin yang diambil sebagai wakil. Kalkulasi Jokowi betul-betul jitu.
Ahli strategi sekelas SBY saja dibuat mati gaya. Usai tertolak kubu koalisi Jokowi, karena sudah pas, Demokrat balik badan mendukung Prabowo. Padahal tak mengambil AHY, malah Sandi yang separtai dengan Prabowo sebagai wakil.
Pada Pilpres 2024 ini kalkulasi Jokowi kembali diuji. Bukan sebagai orang yang mau maju, tapi mencari penerus setelah dirinya. Sudah rahasia umum Jokowi turut andil. Tapi besar-kecil atau kasar-halus, bisa dinilai sendiri. Amat subjektif.
Sesungguhnya, periode ini Jokowi menyisakan hanya dua partai saja di luar. Yakni, Demokrat dan PKS. Selebihnya, punya jatah kursi menteri di kabinet. Bahkan, Gerindra, Golkar, PAN, dan PPP awalnya, ketumnya langsung jadi menteri.
Demokrat dan PKS, jelas tak bisa mengusung pasangan calon. Tapi, sejak Oktober 2022 lalu, NasDem dianggap sudah berada di luar pemerintah, sebab mencapreskan Anies Baswedan. Kendati jatah kursi NasDem tidak berkurang, sampai saat ini.
Dari dalam koalisi pemerintahan bisa dua atau tiga pasang yang diusung di Pilpres 2024. Tapi cuma dua yang kuat, Prabowo dan Ganjar. Masih ada beberapa skenario yang bisa. Tapi entah mana yang terjadi. Kejutan bisa saja terjadi seperti 2019 dimana tiba-tiba Kiai Ma'ruf tampil dan Mahfud MD, balik kanan.
(Penulis: Erizal)