𝐇̣𝐢𝐣𝐚̄𝐛 𝐯𝐬 𝐒𝐨𝐦𝐛𝐨𝐧𝐠
Ada fenomena yang cukup mengherankan di sosmed ini yaitu oknum-oknum yang tidak berḥijāb membenarkan ketidakberḥijāban dirinya itu dengan malah menuduh orang yang menasihatinya agar berḥijāb sebagai "sombong" dengan menyitir ḥadīṫ "Takkan masuk Syurga orang yang sombong".
Intinya, oknum tersebut ingin mengatakan lebih baik dirinya yang tidak berḥijāb namun tidak sombong daripada berḥijāb tapi sombong.
Mungkin oknum tersebut berpikiran, sombong jelas diancam takkan masuk Syurga, sedangkan tidak berḥijāb, maka Allōh ﷻ itu Maha Pengampun…
❓ Seperti biasa, pertanyaannya adalah: "benarkah pemikiran yang demikian?"
Berḥijāb dan berlaku sombong itu 2 dosa yang terpisah.
Pertama adalah tentang perintah berḥijāb tersebut.
📌 Kata Allōh ﷻ di dalam firman-Nya:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖوَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖوَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ …
(arti) “Katakanlah (wahai Muḥammad) kepada perempuan mu’min: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka …” [QS an-Nūr (24) ayat 31].
dan firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
(arti) “Wahai Nabī, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan, dan istri-istri orang Mu’min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, dengan sebab itu mereka tak diganggu. Dan Allōh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS al-Aḥzāb (33) ayat 59].
‼️ Jelas perintah itu ditujukan kepada perempuan yang berīmān (mu’mināh), artinya kalau tidak mau berḥijāb, ya tidak berīmān, atau paling tidak rusak keīmānannya.
Maka masuk ke hal kedua, yaitu "kesombongan". Maka, apa sih yang dimaksud dengan kesombongan itu di dalam Ṡariàt?
📌 Kata Baginda Nabī ﷺ:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ ، قَالَ : رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً ، قَالَ : إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
(arti) “Takkan masuk Syurga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau hanya sebesar biji zarroh. Lalu ada seseorang yang bertanya: "Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?". Nabī ﷺ menjawab: "Sesungguhnya Allōh itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” [HR Muslim no 91; at-Tirmiżiyy no 1999; Aḥmad no 3600].
Imām Yaḥyā ibn Syarof an-Nawawiyy ketika menṡarḥ ḥadīṫ mulia tersebut mengatakan bahwa ḥadīṫ tersebut berisi larangan dari ṣifat sombong, yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran.
Ṡhaiḳh Muḥammad ibn Ṣōliḥ al-Ùṫaimīn ketika menṡarḥ ḥadīṫ mulia tersebut mengatakan bahwa kesombongan ada 2 macam, yaitu: sombong terhadap al-Haqq (kebenaran yang datang dari Allōh ﷻ) dan kesombongan terhadap maḳlūq. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yaitu merendahkan / meremehkan orang lain, memandang orang lain tiada apa-apa jika dibandingkan dengan dirinya, dan melihat dirinya lebih mulia dibanding orang lain.
Jadi kesombongan itu justru adalah menolak al-Haqq, menolak perintah Allōh ﷻ. Contohnya adalah Allōh ﷻ memerintahkan untuk berḥijāb, tetapi tak mau berḥijāb dengan alasan yang dibuat-buat seperti "jilbabin hati dulu" sampai ke alasan konyol lagi rusak semisal: "mendingan tak berḥijāb tapi tak sombong".
Subḥānallōh… perempuan yang tak mau berḥijāb lalu beralasan macam-macam itu justru merekalah orang yang sombong melawan perintah Allōh ﷻ. Kok ya malah menuduh orang yang berḥijāb dan mengajak orang berḥijāb sebagai pelaku kesombongan…?
Coba deh tanya kepada diri sendiri, tak mau berḥijāb itu karena apa? Kalau belum siap atau belum sanggup, ya jujur saja katakan belum siap atau belum sanggup… semoga Allōh ﷻ mampukan dan sanggupkan sebelum ajal datang menjemput.
Akan tetapi kalau beralasan dengan segala macam alasan, bahkan sampai menuduh orang berḥijāb yang malah sombong, maka tanyakan kepada hati kecil sendiri, "Apakah itu bukan ego yang bermain mencari-cari pembenaran?"
Jilbab itu adalah KEWAJIBAN, jadi janganlah mencari-cari pembenaran untuk menolaknya sampai mengatakan diri yang tak berḥijāb adalah lebih baik dari orang yang berḥijāb tetapi sombong…
Naȕżubillāhi min żālik… itu malah kena lebih banyak dosa lagi…!
Iya, sudahlah kena dosa kesombongan karena menolak perintah Allōh ﷻ untuk berḥijāb, ditambah pula dengan dosa sū’uẓon kepada orang lain, dan dosa karena mentażkiyah dirinya sendiri suci.
هدانا الله و إياكم أجمعين
(Arsyad Syahrial)