Dari pada Pak Jokowi ikut cawe-cawe di Pilpres...
Ku dengar dari istilah orang-orang sekolahan, pak Jokowi itu ibarat kata; lame duck; bebek lumpuh. Memang belum ada penggantinya, tapi tapi beliau sedang menuju---menjadi lame duck. Waktunya juga sebentar lagi--TAMAT.
Lagi pula tak bisa nyalon kembali kan? Terkecuali isu-isu perpanjangan masa jabatan presiden itu terjadi. Tapikan tidak. Kalau sampai terjadi, bisa berabe satu Indonesia.
Nah, karena mau pensiun dari kursi presiden itulah, sebaiknya pak Jokowi, fokus, penuhi janji-janji politiknya. Misalnya, mewujudkan pertumbuhan ekonomi 7%.
Meskipun kita tahu, mencapai 7% itu bisa saja terjadi, meskipun faktanya ke arah sana bak “membangkik batang tarandam.”
Bilamana pertumbuhan ekonomi 7% itu tidak tercapai, apa boleh dibilang Jokowi gagal? Logika seperti ini yang tersirat dalam narasi para politisi “Rest area.” Bahwa DP rumah 0% tak capai target; maka Anies gagal.
Boro-boro mencapai 7%, sepanjang rezim Jokowi berjalan, pertumbuhan ekonomi persisten di rata-rata ± 5%. Kebijakan demi kebijakan, tak menambah bobot sektoral ekonomi atau output, untuk memompa pertumbuhan menuju 7%.
Nah untuk tahun 2023 ini, dalam asumsi APBN 2023, pertumbuhan ekonomi 5,3%. Itupun dari forecasting beberapa lembaga multilateral, agak berat tumbuh di atas 5%. Paling tinggi IMF, yang meramal ekonomi RI 2023 tumbuh 5,0%. Aral dan rintangannya banyak.
Misalnya, arah kebijakan moneter negara-negara maju yang masih ketat. Artinya likuiditas global juga berpotensi seret. Perlambatan ekonomi global, supply disruption/supply-demand imbalance dan krisis perbankan yang masih melanda negara maju seperti AS.
Perang Rusia-Ukraina pun belum usai, risiko pemanasan global, cuaca ekstrim akibat El Nino. Ini pun akan memicu inflasi volatile. Apalagi data inflasi (IHK) RI belum berada di teritori alamiah 3%. Ini juga menjadi tantangan makro ekonomi RI.
Meskipun kita tak ingin situasi ini terjadi, tapi kalau kondisi di atas terjadi, bisa berdampak ke ekonomi RI. Misalnya, kalau terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, akan berdampak ke trade balance yang merupakan sektor yang memberi kontribusi 25% terhadap PDB saat ini.
Apalagi selama recovery, ekspor jualah yang menjadi asbab windfall revenue. Kalau kita lihat tren global yang mana terjadi normalisasi harga komoditas, maka ini bisa menyebabkan surplus TB kita bisa menyusut.
Kondisi makroekonomi global demikianlah mewanti-wanti kita agar lebih dini memitigasi ekonomi kita, agar memiliki ruang untuk tumbuh sesuai target. Tentu saja berbagai lembaga yang mengoreksi prospek kinerja PDB RI tahun ini, punya alasan yang kuat berdasarkan analisis kondisi global.
Pasal itulah yang menuntut pak Jokowi, agar fokus urusan ekonomi. Ga usah ikut cawe-cawe Pilpres. Apalagi berperan bagaimana koordinator ketum-ketum partai.
Urus saja ekonomi bangsa ini. Biar kelak bapak selesai, akan dikenang-kenanglah legacy-nya. Meskipun janji ekonomi tumbuh 7% itu bagai “jauh panggang dari api.”
(@Munir_Timur)