Kejagung: Dana Menara BTS Menkominfo Tidak Mengalir ke Partai Politik
JAKARTA — Kejaksaan Agung memastikan, dari kerugian keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G dan infrastruktur pendukung Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020-2022 tidak ada dana yang mengalir ke partai politik.
Meski begitu, diharapkan penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny G Plate sebagai tersangka dapat menjadi pintu masuk bagi Kejaksaan Agung untuk membongkar pihak lain yang terlibat, termasuk yang menerima aliran dana.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi proyek Kemenkominfo itu mencapai Rp 8,032 triliun.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah, Jumat (19/5/2023), mengungkapkan, penyidik masih mempelajari rincian kerugian keuangan negara yang totalnya mencapai Rp 8,032 triliun.
Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB) itu pula diketahui tidak ada aliran dana yang mengalir ke partai politik.
”Tidak ada,” kata Febrie saat ditanya mengenai kemungkinan adanya aliran dana ke partai politik.
Meski Kejagung sudah menegaskan bahwa penetapan Johnny sebagai tersangka murni penegakan hukum, banyak kalangan menduga hal itu ada kaitannya dengan politik.
Spekulasi mengenai adanya aliran dana ke partai politik juga mencuat karena posisi Johnny sebagai Sekretaris Jenderal Partai Nasdem. Bahkan, beredar pula informasi penyidik akan menggeledah kantor DPP Partai Nasdem.
Informasi itu juga dibantah Febrie. Ia kembali menegaskan bahwa kasus yang menjerat Johnny tidak ada kaitannya dengan dinamika politik saat ini dan tidak ada penggeledahan kantor DPP Partai Nasdem.
Untuk memastikan aliran dana dalam kasus tersebut, penyidik akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selain mempelajari berkas hasil laporan penghitungan kerugian keuangan negara. Tak hanya itu, penyidik juga akan berupaya mengembalikan kerugian keuangan negara semaksimal mungkin.
Seiring dengan itu, penyidik masih melakukan pendalaman, termasuk melakukan penggeledahan di beberapa lokasi. Pada Rabu (17/5/2023), penyidik telah menggeledah rumah dinas Johnny G Plate dan Kantor Menkominfo. Hari Jumat ini, penyidik juga kembali melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, tetapi Febrie mengaku tidak hafal karena penggeledahan masih berlangsung.
Masih terkait dengan kasus itu, Febrie memastikan bahwa menara BTS 4G yang belum selesai dubangun akan diteruskan pembangunannya dan tidak terganggu kasus ini. Sebab, proyek pembangunan menara BTS 4G sangat dibutuhkan di wilayah 3T.
Adapun yang dimaksud sebagai menara BTS yang mangkrak adalah menara BTS yang belum selesai dibangun dan belum tersambung sebagai suatu jaringan. Untuk itu, menurut Febrie, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) dan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) akan mengawal proyek tersebut.
”Yang jelas posisi kejaksaan sekarang adalah mendorong bagaimana (proyek) itu terlaksana terus sampai selesai. Itu, kan, kepentingan masyarakat kecil,” terang Febrie.
Telusuri pihak lain
Secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tibiko Zabar Pradano, berpandangan, penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS dan infrastruktur Bakti Kemenkominfo 2020-2022 diharapkan tidak berhenti hanya pada Menkominfo. Kejaksaan diharapkan menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain, baik dari unsur Kemenkominfo maupun swasta.
Tidak hanya itu, penyidik juga diharapkan menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang dengan menggandeng PPATK. ”Apalagi, Kejaksaan sempat mengumumkan 25 orang yang statusnya dicegah bepergian,” ujarnya.
Menurut Tibiko, penetapan Johnny sebagai tersangka dapat menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk membongkar pihak lain yang terlibat, termasuk yang menerima aliran dana. Dengan demikian, kerugian keuangan negara yang mencapai Rp 8,032 triliun tersebut dapat diungkap dengan meminta pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang diduga terlibat.
(Sumber: KOMPAS)