ZAKAT FITRAH DENGAN UANG SELAMA INI SALAH?
Oleh: Ahmad Syahrin Thoriq
Beredar sebuah video yang menyatakan bahwa zakat fitrah dalam rupa uang senilai 2,5 Kg tidak sah. Demikian juga jika hendak dikeluarkan dengan uang harus senilai harga kurma atau bahan makanan pokok arab, bukan dengan beras. Benarkah demikian?
Pernyataan yang demikian ini tidaklah benar ditinjau dari beberapa hal:
1. Mayoritas lembaga fatwa dunia dulu hingga hari ini, menyatakan bahwa praktik berzakat dengan menggabungkan pendapat Hanafiyah yang membolehkan dengan nilai (uang) dengan madzhab jumhur yang mengharuskan dengan makanan pokok adalah boleh dan sah.
Demikian fatwa dari Majma' Buhuts al Islamiyah- al Azhar, Darr ifta' Mishriyah - Mesir, Lajnah Daimah - Saudi, MUI - Indonesia, Darr Ifta' Kuwait, Qatar dan negara arab lainnya.
2. Fatwa ulama dunia dalam masalah ini sudah lewat kajian yang mendalam terhadap dalil-dalil yang ada. Berjalan puluhan tahun lamanya di berbagai wilayah kaum muslimin.
Cukuplah hal yang seperti ini menjadi pedoman bagi orang yang awam untuk meyakini bahwa pendapat ulama yang ada, dan diikuti sudah sangat kokoh dan terpercaya.
Jangan mudah silau dan galau dengan penjelasan pihak yang nampak ilmiah namun sebenarnya masih prematur dan belum teruji dengan baik.
3. Pernyataan bahwa Talfiq (mencampur pendapat madzhab) dalam satu paket ibadah sebagai sesuatu yang dilarang tidaklah sepenuhnya benar. Jika kita mau jujur dalam menelusuri literatur, kita pasti akan dapati sebagian ulama membolehkan talfiq meski dalam rangkaian ibadah yang sama.
Termasuk dalam urusan zakat Fitrah ini. Karena banyak ulama menyatakan ia merupakan bentuk talfรฎq yang diperbolehkan sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Wahbah Zuhaili rahimahullah dalam kitabnya Fiqhul Islam wa Adilatuhu.
Sebab ia bukanlah bentuk talfiq yang mengakibatkan penentangan terhadap ijma‘ atau merusak tatanan hukum, bahkan sebaliknya ia mendatangkan kemudahan dan kemaslahatan bagi umat.
4. Kebolehan membayar zakat dengan uang bukan hanya difatwakan oleh kalangan Hanafiyah saja, atau oleh lembaga fatwa kontemporer, tapi juga oleh beberapa ulama klasik lainnya seperti imam al Bukhari sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar, juga oleh Ibnu Qashim dari Malikiyah dan imam Ruyani dari kalangan ulama Syafi'iyyah.
Jadi pendapat ulama dalam hal ini bukan fatwa kelas kaleng-kaleng, tapi levelnya drum kalau nggak malah tandon. Sedangkan kita siapa? Paling kelas kobokan.
5. Menyatakan bahwa jika mengikuti Hanafiyah, yakni berzakat dengan uang harus dengan nilai kurma tidak boleh dengan beras adalah mengada-ada.
Karena dalam madzhab Hanafi zakat fitrah bukan hanya dengan kurma saja, tapi juga boleh dengan gandum dan juga tepung, dan sebagiannya menyatakan boleh dengan makanan pokok suatu negeri seperti beras, sebagaimana pendapat jumhur ulama.
Mengapa harus kurma yang lebih mahal? Kan meski maunya tektualis bisa saja tepung yang harganya sebelas dua belas dengan beras?
6. Masalah perbedaan pendapat dalam penunaian zakat seperti ini adalah murni ranah khilafiyah, bukan pokok agama. Sehingga sangat tidak bijak jika disikapi dengan pernyataan sah dan tidak sah atau vonis benar salah.
Paling mungkin jika hendak mengunggulkan satu pendapat dari yang lain, cukup dinyatakan ini yang lebih utama, ini lebih baik, ini lebih kuat karena keluar dari khilaf.
Sehingga tidak menimbulkan keresahan di tengah-tengah umat atas masalah yang sebenarnya bisa disederhanakan.
Wallahu a'lam.