Triliunan Rupiah Diduga Raib di Grup Telkom, Terkait 2024?

Triliunan Rupiah Diduga Raib di Grup Telkom, Terkait 2024?

Anomali terjadi di perusahaan telekomunikasi plat merah. Sepanjang 2022 PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) membukukan kenaikan pendapatan hingga 2,86%. Namun, laba bersihnya justru turun 16,18%.

Merujuk laporan keuangan per 2022, pendapatan Telkom mencapai Rp 147,30 triliun. Nilai tersebut naik 2,86% secara tahunan atau year on year (YoY) dari Rp 143,21 triliun di 2021.  Kendati begitu, laba usaha TLKM ini ambles 16,78% YoY menjadi Rp 39,58 triliun dari Rp 47,56 triliun. Pasalnya, TLKM harus memikul kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi.

Pada 2021, Telkom Indonesia mampu mencatatkan keuntungan yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi sebesar Rp 3,43 triliun. Namun pada 2022, nilai tersebut berbalik menjadi rugi Rp 6,43 triliun.

Nilai wajar investasi Telkomsel di PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebesar Rp 91 per saham. Dus, jumlah kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi Telkomsel pada Goto pada 31 Desember 2022 sebesar Rp 6,74 triliun.

Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mempertanyakan kerugian yang dialami perusahaan plat merah tersebut. Ia menduga bila kerugian ini terjadi karena adanya konflik kepentingan antara entitas perusahaan gabungan tersebut dengan BUMN pelat merah.

"Kerugian ini patut dipertanyakan. (Kerugian ini) kental dengan konflik kepentingan antara BUMN dan GoTo yang berkelindan dengan hubungan persaudaraan," ujar Kamrussamad melalui keterangan resminya.

Selain itu, Kamrussamad juga mendorong supaya Otoritas Jasa Keuangan segera memeriksa emiten GOTO. Hal tersebut untuk memastikan apakah aksi korporasi tersebut benar-benar terlibat sarat konflik kepentingan. 

"OJK, harus melakukan pemeriksaan terhadap emiten GOTO, untuk memastikan ada tidaknya konflik kepentingan dalam proses persetujuan Initial Public Offering (IPO)," ucapnya.

Politisi Partai Gerindra itu juga mempertanyakan nasib investasi Telkomsel, yang merupakan anak usaha Telkom. Ia mengatakan bila Telkom mengalami kerugian keuangan yang besar karena investasi tersebut dan ini perlu untuk segera diselidiki.

Ia mendesak kepada Aparat penegak hukum untuk segera membongkar kasus kerugian yang terjadi di Telkom.  

"Ini jelas berpotensi besar terhadap kerugian keuangan BUMN , yakni Telkom sebagai holding. Saya kira, harus dibongkar. Harus ada yang bertanggung jawab," katanya.

Terkait 2024?

Pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menilai dugaan adanya patgulipat dalam kasus korupsi di entitas bisnis Telkom ini merupakan praktik kejahatan ‘kerah putih’.

Mereka yang menempatkan diri sebagai pemangku kepentingan perusahaan menggunakan kuasanya untuk menggasak keuntungan. Bukan hanya untuk keperluan pribadi, tapi juga disebut demi kepentingan pihak yang membantu mereka, dalam hal ini politisi.

“Kita tahu dengan situasi 2024 ini membutuhkan modal yang besar. Dan cara-cara orang politik yang ada di BUMN ini kan para politisi yang menempatkan orang-orangnya di BUMN. Ini kan pada nagih sehingga dengan gunakan kaki tangan orang-orang di BUMN, baik komisaris di perusahaan induknya dan anak usahanya ini kan dituntut untuk mendapatkan dana,” ujar Achmad kepada Law-justice, Jumat (31/3/2023). 

Dibentuk Panja

Menyikapi potensi raibnya duit Telkom melalui Telkomsel di Goto, Komisi VI DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Investasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Perusahaan Digital.

Panja yang diketuai oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Sarmuji itu juga telah memanggil sejumlah petinggi BUMN salah satunya adalah petinggi PT Telkom Indonesia dan Telkomsel perihal investasinya ke saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).

Anggota Komisi VI Andre Rosiade mengungkapkan alasan pembentukan panja ini adalah untuk mengetahui investasi BUMN pada perusahaan digital, salah satunya GoTo.

"Salah satu yang akan dibahas pertama itu kita ingin mengurai, mengetahui soal investasi Telkomsel di GoTo," kata Andre.

Sorotan MAKI

Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) menyorot investasi Telkomsel (perusahaan BUMN) ke perusahaan GoTo, yang disebut menimbulkan kerugian negara senilai Rp 6,7 triliun. 

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun melakukan penyelidikan, bukan hanya sebatas pemantauan. 

"KPK harus menyelidiki dugaan penyimpangan pembelian saham GoTo," kata Boyamin, kepada Law-Justice

Dia menilai setidaknya terdapat kejanggalan soal investasi ini, ketika telkomsel justru ingin membeli saham GoTo.  

Pasalnya, pada dasarnya BUMN hanya boleh membeli saham atau investasi kepada perusahaan yang untung. 

"Setidaknya catatan pembukuannya itu untung. Nah sementara GoTo, masih merugi. Itu mestinya nggak boleh (Telkomsel) beli saham GoTo, tapi kan kemudian aturan itu seperti boleh. Telkom membeli saham GoTo dengan alasan mendukung startup karya anak bangsa, tapi apapun buktinya tidak sesuai dengan ekspektasi dan turun terus harganya," terang Boyamin. 

Hal tersebut, menurut Boyamin penting untuk diselidiki oleh KPK terkait potensi adanya dugaan penyimpangan dalam investasi ini.  

Sebab, sebagaimana telah diketahui bersama, BUMN dipimpin oleh oleh Erick Thohir, dan seperti kebetulan, Telkomsel yang merupakan perusahaan BUMN membeli saham GoTo dimana komisaris utama dan pemegang saham mayoritas ialah Garibaldi Thohir yang akrab disebut Boy Thohir yang tak lain adalah kakak kandung Erick Thohir. "Jadi ini KPK jangan cuma pantau saja tapi perlu diselidiki lebih jauh," ungkapnya.
Menurut pakar kebijakan publik dan ekonomi Achmad Nur Hidayat, masuknya Garibaldi di tengah isu kerugian negara melalui investasi Telkomsel di GoTo ini sarat kepentingan bisnis dan politik. Sejak awal, investasi Telkom di GoTo dinilai tidak tepat, mengingat tren kurang bagus perusahaan startup, apalagi perkembangan bisnis pada saat pandemi Covid-19.

Sebagai catatan, pada akhir 2021, GoTo membukukan rugi bersih sebesar Rp21 triliun dan naik dua kali lipat menjadi 40,5 triliun di akhir tahun lalu. Dampaknya, GoTo melakukan pemutusan hubungan kerja kepada 1.900 orang sejak 2022 dengan dalih efisiensi anggaran.

“Kalau GoTo rugi, artinya kan nilai sahamnya jatuh, nah nilai saham yang jatuh membuat Telkomsel ikut rugi. Saya kira itu sudah jelas ada indikasi dari permainan atau vested of interest yang dilakukan antara pihak BUMN dalam hal ini Menteri BUMN (Erick Thohir) dengan saudaranya yang punya saham di GoTo (Boy Thohir),” kata dia kepada Law-justice.

Letak kepentingan adanya duo Thohir dalam investasi, kata Achmad, justru terletak pada nilai kerugiannya. Nilai kerugian bisa disebut sebagai keuntungan atau modal yang digunakan untuk kepentingan politik di Pemilu 2024.

“Ini ada indikasi yang arahnya ke politik. Jadi ini disebut sebagai kejahatan kerah putih. Jadi ini permainan tinggi yang sebenarnya adalah cara memperoleh dana besar dari BUMN, yang kemudian dikesankan mencari dananya secara legal. Misalkan Garibaldi Thohir sebagai komisaris ingin mengatakan bahwa karena saham GoTo jatuh akhirnya penyertaan Telkomsel juga ikut jatuh. Nah kalau logika ini yang dipakai, artinya hukum dagang biasa, setiap bisnis ada untung dan rugi. Jadi investasi Telkomsel yang dianggap kerugiannya itu dan dianggap legal, padahal itu bisa digunakan untuk kepentingan politik,” tutur dia.

Sehingga, katanya, perlu dilakukan pengusutan dugaan adanya konflik kepentingan yang memiliki kepentingan politik ini. KPK, lantas didesak untuk melakukan proses penyelidikan.

“Kita tahu KPK ini tahapannya sedang dalam mencari informasi. Padahal kan sudah jelas kalau BUMN terafiliasi membeli saham dari perusahaan yang memiliki hubungan dengan pemangku kepentingan di BUMN, itu kan sudah dalam kategori konflik kepentingan, itu aja sudah salah. Jadi KPK ini harus ditekan oleh publik, jangan memperlambat.  Ini kan kesannya cari informasi ini lambat sekali. Padahal udah jelas, aturan di BUMN, aturan mainnya adalah jika ada terafiliasi kakak-adik secara horizontal atau vertical, itu bisa dianggap vested interests. Dan vested interest belum tentu korupsi memang, tapi korupsi itu terjadi karena adanya vested interest,” urai Achmad.

Kasus Serupa Jelang 2019


Baca juga :