TERNYATA OLIGARKI LEBIH TAKUT KEPADA PRABOWO DARIPADA ANIES
Oleh: M Arief Pranoto
Mendongeng copras-capres 2024, entah mapping koalisi partai, misalnya, ataupun kekuatan - kelemahan, atau siapa bakal calon presiden/calon wakil presiden (capres/cawapres) -- bila tidak disertai cermatan manuver kaum pemodal alias oligarki, maka sebuah telaah selain kurang bernas, miskin substansi, juga seperti sayur tanpa garam. Hambar. Kenapa? Apabila partai itu diibaratkan mesin, maka oligarki adalah 'oli'-nya. Minyak pelumas. Bagaimana mesin bergerak tanpa oli, melainkan timbul kemacetan serta kerusakan onderdil di sana-sini?
Menyimak dinamika politik jelang Pemilu 2024, terutama jangka waktu sebelum deklarasi Ganjar di Batu Tulis (21/4/2023), seolah-olah yang ditakuti oligarki hanya Anies, Anies dan Anies. Ya. "Anies itu common enemy". Musuh bersama. Di belakang Anies ada Islam garis keras. Ia antitesa Jokowi. Pantas gabungan partai pengusungnya bertitel 'Koalisi Perubahan', sedang rezim berjalan ingin keberlanjutan. Sungguh bertolak - belakang.
Begitulah opini dibentuk di awal tahun politik.
Tetapi, begitu PDI-P menunjuk Ganjar sebagai capres, roda-roda partai mulai bergerak beserta mesin lainnya ---oligarki--- pun menggeliat, merumus langkah baru.
Banyak cerita di sini. Salah satunya, terpinggirnya Erick dari bakal cawapres mendampingi Ganjar karena dianggap sulit meraup suara muslim meski telah di-'banser'-kan, sudah di-'NU'-kan.
Satu lagi, bahwa wacana Koalisi Besar, yakni penyatuan antara Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang beranggotakan Golkar, PAN dan PPP dengan koalisi KIR (Kebangkitan Indonesia Raya) yakni Gerindra dan PKB sebenarnya atas inisiasi istana untuk 'menekan' Mega agar segera menunjuk bakal capresnya. Masuk itu 'barang'. Isu Koalisi Besar berhasil memancing the ruling party mempercepat deklarasi capres di Batu Tulis. Meski Mega sebenarnya kurang sreg dengan Ganjar, namun atas 'deal-deal tertentu' -- maka jadilah Ganjar sebagai capres PDI-P. Dan mesin partai-partai politik pun bergerak kencang.
Agaknya, semakin kemari kian terkuak, bahwa yang dikhawatirkan oligarki bukanlah Anies, namun justru Prabowo.
Kenapa? Pertimbangan utamanya, jika Prabowo 'jadi' -- sewaktu-waktu bila muncul jiwa patriotismenya, oligarki bisa 'mati kutu'. Kepentingan bisnis dan politiknya bakal berantakan. Itulah cuplikan sekilas dongeng NSD di laman facebook-nya tatkala ia ngobrol dengan salah satu menantu oligarki di Solo. Dongeng itupun pun akhirnya viral kemana-mana, menjadi salah satu rujukan kecil di publik.
Pertanyaan flashback, "Kenapa bukan Anies yang ditakuti oligarki?"
Anies masih bisa diatur, kata nara sumber menantu konglomerat. Entah siapa dia. NSD (Naniek S Deyang) menyembunyikan nama. Buktinya, di Pulau Reklamasi ada Kawasan Pecinan yang luas, ujar sang menantu oligarki.
Kalau begini kondisinya, bahwa KIB kemungkinan besar tercerai-berai karena bisa 'dibeli' agar merapat ke PDI-P, termasuk partai kecil lain yang berharap power sharing di Kabinet Ganjar (kalau menang).
Dalam demokrasi model beginian, bagi partai politik dan politisi, sikap pragmatis dianggap lebih masuk akal ketimbang idealis. High cost politic. Yang penting ikut penguasa. Sing penting slamet dan dapat 'kue'.
Lantas, bagaimana PKB?
Kemungkinan, ia dipaksa merapat ke Ganjar melalui tekanan 'kardus duren'. Alhasil, Gerindra pun sendirian. Dan otomatis presidential threshold tidak cukup 20% untuk nyapres. Prabowo 'mati langkah'.
Kemudian akan muncul 'setingan', Golkar merapat ke Gerindra atas nama histori (pernah) satu sumber, tetapi hal itu sebenarnya skenario oligarki, karena babak lanjutan adalah: Prabowo - Airlangga versus Ganjar - Sandi. Ini bocoran rada-rada A1. Lalu, tema pemilihan presiden (pilpres) 2024 yang digebyarkan nanti ialah: "Orang Tua versus Orang Muda". Nah, bukankah para pemilih pada pilpres 2024 mayoritas kaum muda? Jadi, tinggal framing media, sedikit narasi negatif dan meme-meme atraktif niscaya suara anak muda bakal lari ke Ganjar - Sandi.
Namun, jika Prabowo hendak 'dihabisi' di tengah jalan, kemungkinan Golkar langsung meloncat ke PDI-P tanpa tending aling-aling. Ngeri. Apa yang hendak dilakukan Prabowo dalam kesendiriannya?
Jika skenario di atas yang terjadi, kuat diduga Prabowo akan melakukan creative destruction. Terobosan merusak agar ia 'naik' lagi dengan cara merapat ke Koalisi Perubahan. Ya. Demokrat, PKS dan NasDem pasti welcome, lalu mengocok ulang kandidat capres/cawapres pilihan Koalisi Perubahan+ (plus) Gerindra berubah menjadi: "Prabowo/capres - Anies/cawapres, bukan Anies - Prabowo."
Bagaimana dengan 'kuda hitam' Mahfud MD sebagai cawapres?
Ini cerita lain lagi. Dalam permainan kartu, Mahfud itu ibarat Joker. Dipasangkan pada Prabowo, OK; ditempel ke Ganjar, juga OK; ditaruh ke Anies, OK pula. Itu tadi, Joker. Istilah Jawa Timurnya: gaco wolak-walik!
Nantinya akan berkembang kegalauan baru di PDI-P beserta koalisi barunya. Galau menentukan cawapres. Siapa akan ditunjuk mendampingi Ganjar: "Mahfud atau Sandi?" Sebab, motivasi loncatnya Sandi dari Gerindra ke PPP yakni disandingkan pada Ganjar dalam rangka 'menambang' lumbung suara muslim pendukung Prabowo dan mendulang basis suara (muslim) kepunyaan Anies. Ya, mesin-mesin (oli) partai bakal semakin kencang berputar. Minyak pelumasnya mencair, muncrat kemana-mana.
Inilah dongeng politik setelah Ganjar, si petugas partai, ditunjuk sebagai capres oleh PDI-P di Batu Tulis. Ia dipersepsikan, selain akan melanjutkan program infrastruktur yang belum rampung, juga 'mengamankan' Jokowi dan keluarga dari jelaga hitam kekuasaan.
Mengakhiri catatan ini, namanya juga dongeng, boleh percaya, tidak pun no problem. Namun diyakini oleh berbagai entitas, selain berlangsung gegap skenario di atas, ada skenario lain juga tengah berproses senyap lagi Maha Halus. Ya. Skenario di atas skenario karena berbasis Kedaulatan Tuhan.
Wait and see!