Sudahlah, Pak Firli Bahuri
SUDAHLAH, Pak Firli. Manuver Anda sudah terbaca. Gara-gara ambisi menaikkan kasus Formula E ke tahap penyidikan, seisi Komisi Pemberantasan Korupsi gaduh. Publik yang menonton dari jauh pun mafhum bahwa KPK sedang jadi alat politik.
Gonjang-ganjing lantaran pimpinan KPK memberhentikan Direktur Penyelidikan Endar Priantoro kian menguak siasat Pak Firli sebagai Ketua KPK untuk menyingkirkan para perintang.
Selama ini keinginan Pak Firli untuk menaikkan kasus Formula E terhalang Deputi Penindakan Karyoto dan Endar, yang sepakat dengan para penyelidik bahwa perkara tersebut belum cukup bukti. Ketiadaan Karyoto dan Endar tentu akan melapangkan jalan untuk maksud tersebut.
Dari akhir tahun lalu, Pak Firli ingin mengembalikan Karyoto dan Endar ke Kepolisian RI, lembaga asalnya. Baru Karyoto yang terlempar setelah Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengabulkan permohonan Pak Firli. Endar tetap berdinas di KPK karena Kapolri memperpanjang masa tugasnya. Entah karena ngebet atau sudah telanjur basah, Bapak, atas nama Sekretaris Jenderal KPK, nekat memberhentikan Endar.
Jika memang ingin menegakkan hukum, Pak Firli sebagai orang hukum semestinya taat prosedur. Kalau belum menemukan cukup bukti, carilah sampai dapat agar kasus bisa diproses lebih jauh. Kerahkan para investigator KPK terbaik untuk menemukan unsur pidananya. Bukan malah menyingkirkan anak buah yang berpatokan pada keberadaan bukti.
Sebelumnya, jaksa Fitroh dikabarkan kembali ke Kejaksaan Agung karena tidak sepakat dengan Pak Firli dan kawan-kawan dalam perkara Formula E. Penyingkiran mereka justru menimbulkan kesan bahwa Bapak menggunakan berbagai cara agar kasus Formula E naik ke tahap penyidikan.
Jangan pula Pak Firli membawa kebiasaan di kepolisian dalam mengusut suatu perkara, yakni kasus dinaikkan ke penyidikan tanpa penetapan tersangka. Permintaan Pak Firli pada akhir tahun lalu kepada bawahan, agar kasus naik tanpa ada tersangka, menyimpang dari kebiasaan KPK yang lazim menaikkan status perkara setelah menemukan setidaknya dua alat bukti. Jika pun nanti kasus dihentikan karena tak kunjung cukup bukti, publik sudah telanjur paham bahwa proses hukum perkara ini memang berlatar belakang politik.
Pak Firli pun tak perlu mendatangi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meminta audit kerugian negara, tanpa memberi tahu pimpinan KPK yang lain. Ini bisa membuat Pak Firli dan para komisioner tak akur. Memaksakan kasus tanpa didukung bukti memadai juga bisa membuat hubungan Pak Firli dan bawahan tidak harmonis. Demikian pula menolak bukti atau tidak mengakui keterangan saksi yang tidak mendukung keinginan Bapak. Ini adalah penegakan hukum yang pilih-pilih.
Namun, kalau memang penyelenggaraan Formula E pada 2021 itu bermasalah, Pak Firli jangan ragu-ragu membeberkan indikasi pidana dan bukti dugaan korupsinya. Kalau pun belum bisa naik ke penyidikan, setidaknya publik tahu kasusnya seperti apa. Segera saja, Pak. Tak perlu ditunda-tunda lagi. Jangan biarkan perkara ini jadi bola liar yang ditendang ke sana-sini untuk kepentingan politik, kecuali memang itu tujuannya sejak awal.
(Sumber: Editorial Koran Tempo, Rabu, 5 April 2023)