Oleh: Faisal Lohy
Sekjen PBB Antonio Guterres terkejut dan merasa ngeri dengan aksi kekerasan Israel di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem. Gueterres merasa terganggu dengan aksi pemukulan dan penangkapan warga Palestina.
Gueterres meminta para pemimpin politik, agama, dan masyarakat di semua pihak untuk menolak hasutan, retorika yang menghasut, dan tindakan provokatif. Termasuk meminta para pemimpin di semua pihak untuk bertindak secara bertanggung jawab serta menghindari langkah-langkah yang dapat meningkatkan ketegangan.
Bagaimana mungkin PBB terkejut lalu mengajak dunia mengutuk serangan Israel?
Padahal PBB adalah dalang sesungguhnya yang menjaga kelanggengan di balik ritual tahunan imperialisme Israel di masjid Al-Aqsa.
PBB adalah alat politik absolut yang melindungi dan mendukung lobi-lobi Yahudi lewat tangan Amerika atas aneksasi di wilayah Palestina.
Pertama, secara politis, tidak ada gunanya mengikuti seruan PBB untuk mengutuk arogansi Israel.
Israel itu negara penjajah yang tidak pernah terusik dengan kutukan. Maka sekeras apapun dunia mengutuk ulah biadabnya, Israel tidak akan pernah hentikan merudapaksa Palestina, mengusik Al-Aqsa dan menebar bencana di kota Al-Quds.
Kedua, PBB seharusnya bisa menghukum dan memaksa Israel menghentikan ulah biadabnya. Karena arogansi Israel di Al-Aqsa dan Yerusalem, melanggar hukum internasional.
Dalam resolusi PBB no. 181 tahun 1947 menyatakan: Yerusalem adalah wilayah yNg berada di bawah kewenangan internasional. Yerusalem diberi status hukum dan politik yang terpisah.
Klausul resolusi tersebut menegaskan, Yerusalem bukanlah wilayah yang berada di bawah kendali Israel yang seenak jidatnya bisa dipolitisir.
Dengan kesepakatan tersebut, mewajibkan PBB menjatuhkan sanksi berat kepada Israel. Bukan malah bertindak hipokrit, munafik, terkejut, pura-pura kaget lalu mengajak dunia mengutuk Israel.
Sehebat apakah Israel, sampai PBB begitu "loyo" menghadapinya?
Arogansi Israel, sejauh ini selalu didukung dan dilindungi oleh Amerika sebagai salah satu diantara "The Big Five" yang mengendalikan "Hak Veto Absolut" Dewan kemanan PBB.
The Big Five adalah 5 negara anggota tetap dewan kemanan PBB. Selain Amerika, ada Rusia, China, Inggris dan Prancis.
Sejarah menunjukan, eksistensi The Big Five yg mengendalikan Hak Veto di Dewan Kemanan PBB, telah memukul saraf sadar publik global, bahwa sejak awal berdirinya PBB pada 24 Oktober 1945, lembaga ini memang telah dimanfaatkan sebagai alat politik para adidaya untuk memaksakan sistem “aristokratik” dalam rangka menyebar pengaruh mereka ke seluruh dunia.
Maka dibuatlah Piagam PBB sebagai dasar pijakan norma hukum global untuk melegitimasi penjajahan negara The Big Five PBB. Dalam pasal 24 Piagam PBB menyebutkan, bahwa Amerika sebagai salah satu dari lima negara tetap dewan kemanan PBB, mempunyai tugas sangat vital: "bertanggung jawab untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional".
Aturan mainnya adalah: ketika satu saja negara anggota tetap dewan keamanan PBB tidak sepakat, maka resolusi yg sedanh dibahas tidak dapat diterapkan.
Dalam pasal 29 Piagam PBB dikatakan: “Decision of the Security Council on all other matters shall be made by an affirmative vote of nine members including the concurring votes of the permanent members.”
Inilah alasan kenapa PBB tidak berkutik, tidak pernah bisa menjatuhkan sanksi berat untuk mengehentikan pembantaian Israel di Palestina.
Israel mustahil bisa dihukum PBB karena selalu dibela oleh Amerika.
Ingat, Amerika adalah salah satu dari 5 negara anggota tetap dewan keamanan PBB. Meskipun anggota lainnya sepakat, tapi jika Amerika seorang diri menolak, maka Israel tidak dapat dihukum.
Itulah bunyi aturan pasal 29 Piagam PBB. Jika Satu negara anggota tetap tidak mem-veto, maka keputusan tidak bisa diterapkan.
Lihatlah, bagaimana biadabnya Israel di Palestina. Tetap ngotot melanggar hukum internasional tentang status Yerusalem dan Tepi Barat, meruda paksa Al-Aqsa dan merusak kesucian kota Al-Quds. Meskipun dikecam banyak negara dunia. Tapi PBB tidak pernah memberi sanksi apa pun!!!
Lalu, dengan karakter dan watak seperti ini, beberapa waktu lalu ada sekumpulan orang berkumpul di Jawa Timur lalu dengan begitu bangganya menyebut: hendak menjadikan Piagam PBB sebagai rujukan hukum umat Islam?
Bahkan dengan konyolnya mereka juga menyebut: Perlu ada Fiqih baru yang digali dari Piagam PBB yang mengajarkan perdamaian dan kemanan dunia.
Balik ke persoalan!!
Amerika adalah strong alliance Israel di Timteng, terutama terkait kesamaan lobi zionis dan kepentingan AS di Yerusalem dan Tepi Barat.
Arogansi Israel di Yerusalem, sejalan dengan perintah konstitusi AS untuk merealokasi kedubes AS ke Yerusalem yg terus diupayakan sejak tahun 1955.
Dalam kasus terakhir di Al-Aqsa, sinkronisasi kepentingan Israel dan Amerika, lebih dari sekedar mengulang ritual tahunan saat Ramadhan. Lebih dari sekedar persoalan keamanan dan kemanusiaan.
Kepentingan utamanya bermotif ideologi. Amerika dan Israel telah ditendang oleh Rusia, Cina dan Iran dari proses perundingan damai di Suriah, ditendang dari Yaman, dihusir dari Irak, dan pukul mundur dari Afghanistan.
Apalagi saat ini, Saudi sebagai salah satu sekutu terkuat Amerika telah memutuskan bergabung ke BRIC's, kubu politik kiri yg dikendalikan Rusia dan Cina.
Tentunya semakin mereduksi daya tawar Geopolitik, Geoekonomi dan Geostrategis Amerika dan Israel di kawasan. Semakin menihilkan kekuasaan sistem Bipolar yg susah payah dibangun Amerika sejak era perang dingin.
Apakah Amerika dan Israel juga harus "loyo" serta merelakan dirinya ditendang dari Palestina?
Tentu saja tidak !!!
Dengan terus menggunakan tangan Israel untuk mengganyang Yerusalem, Al-Aqsa dan Al-Quds, Amerika bisa leluasa memberikan tekan banyak kerugian terhadap umat Islam dunia.
Dengan menduduki Al-Aqsa, sangat mudah bagi Amerika untuk mengontrol dan mengendalikan konflik di kawasan. Al-Aqsa sangat penting dalam tradisi keyakinan umat Islam. Meruda paksa Al-Aqsa sama halnya dengan Amerika dan Israel terus memberikan tekanan kerugian terhadap umat Islam dunia.
Menekan dan mengulang kekerasan dan kerusakan terhadap palestina dan Al-Aqsa, sama halnya Amerika dan Israel sedang memaksa umat Islam dunia untuk bertekuk lutut, menyerah lalu menjadi bagian dari koloni Amerika dan Israel.
Sehingga Amerika bisa kembali memiliki daya tawar untuk menggoyang dominasi musuh ideologisnya yg sudah terlalu jauh merusak sistem bipolar (kekuasaan tunggal) yang dibangunnya di timteng sejak era perang dingin di 80-an lalu.
(*)