Imam Nawawi Membidahkan Melafazkan Niat?!
Flyer terlampir isinya kacau. Di paragraf awal membidahkan melafazkan niat, lalu di bawahnya membawakan ucapan Imam Nawawi. Seakan pembuatnya ingin mengiring opini kepada pembaca, bahwa imam Nawawi membidahkan perkara ini.
Padahal, dalam pernyataan imam Nawawi yang dinukil tidak ada sedikitpun redaksi dari beliau yang menyatakan bahwa melafazkan niat itu bidah.
Beliau hanya menyatakan bahwa “tidak disyaratkan untuk melafazkan niat”. Maksudnya, beliau (termasuk ulama yang lain) tidak mewajibkan melafazkan niat, karena memang faktanya tidak wajib. Yang wajib itu niat di dalam hati, karena niat itu tempatnya di hati. Adapun “melafazkan niat”, bukanlah “niat”, tapi hanya sebuah sarana/wasilah untuk memudahkan memunculkan niat yang ada di dalam hati.
Imam Nawawi tidak menjadikan melafazkan niat sebagai syarat sahnya suatu ibadah, tapi beliau hanya menganjurkannya sebagai sarana untuk mempermudah memunculkan niat yang ada di dalam hati. Ingat! beliau “menganjurkannya”, bukan membidahkannya.
Artinya, jika seorang sudah berniat dalam hati tapi tidak melafazkannya, maka ibadahnya sudah sah. Tapi jika dilafazkan, maka itu lebih baik.
Dan pendapat yang menganjurkan melafazkan niat, merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama dari kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. Adapun Malikiyyah tidak menganjurkan, tapi juga tidak membidahkan. (Simak : Al-Fiqh Al-Islami, karya Syekh Prof. Wahbah Az-Zuhaili : 3/1571).
Imam Nawawi (w. 676 H) rahimahullah menyatakan:
وَلَكِنْ يُسْتَحَبُّ التَّلَفُّظُ مَعَ الْقَلْبِ
“Akan tetapi dianjurkan untuk melafadzkan (niat puasa) mengiringi hati”. (Majmu’ Syarhul Muhadzdzab: 6/289).
Jadi, membidahkan masalah melafazkan niat dengan membawa-bawa pernyataan imam Nawawi, adalah suatu kesalahan fatal. Ini menunjukkan akan ketidakpahaman tentang fiqh (khususnya masalah niat), lebih-lebih mazhab Syafi’i. Perbuatan semacam ini merupakan bentuk khianat dan kezaliman kepada imam Nawawi. Karena disadari atau tidak, dia (pembuat Flyer) telah menisbatkan suatu perkara yang tidak pernah dilontarkan oleh beliau (imam Nawawi). Dan semua ini akan ada pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah.
Saran kami, kalau ingin membidahkan suatu amalan, sandarkan saja kepada diri anda sendiri, jangan bawa-bawa para ulama. Yang kedua, berbicaralah sesuai kapasitas anda. Jangan berbicara dalam perkara yang anda sendiri tidak memiliki ilmu tentangnya. Karena hal itu termasuk dosa yang amat besar di sisi Allah. Allah Ta’ala mengharamkan beberapa perkara, salah satunya : " ...Berbicara (mengada-adakan) terhadap Allah apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya." (QS. Al-A’raf : 33).
Akhiran, selamat menunaikan ibadah puasa. Jangan lupa niat puasa tiap malam karena ini wajib menurut pendapat muktamad dalam mazhab Syafi’i, dan dianjurkan untuk dilafazkan. Dan dianjurkan pula untuk berniat puasa sebulan penuh di awal Ramadhan mengikuti pendapat imam Malik, untuk langkah preventif kalau-kalau lupa tidak niat di malam harinya.
Redaksinya, seperti yang disebutkan oleh Imam Muhammad bin Qasim Al-Ghazzi (w.918 H) rahimahullah :
نَوَيتُ صَوْمَ غَدٍ عَن أدَاء فَرْضِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنةِ لِلّهِ تعالى
“Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’i fardhi Ramadhana hadzihis sanati lillahi ta’ala (Aku niat puasa besok dari menunaikan kewajiban puasa Ramadhan di tahun ini karena Alloh Ta’ala).(Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Al-Fadzi At-Taqrib : 137).
Tulisan singkat ini hanya sebagai “reaksi” atas adanya “aksi”. Kami tidak akan bereakasi jika tidak ada aksi sebelumnya. Motto kami: "Anda sopan, kami segan. Anda diam, kami tahan." Terima kasih.
Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.
(Ustadz Abdullah Al-Jirani)