Menagih janji Anas gantung diri di Monas

Menagih janji Anas gantung diri di Monas 

By Ruby Kay*

"Lembaga negara sekelas KPK berada dalam cengkraman presiden. Komisioner KPK bertindak sesuai pesanan penguasa"

Opini diatas bisa benar, bisa pula tidak. KPK akan dirasani publik tidak adil, bias dalam bertindak jika hanya melakukan penangkapan terhadap pihak yang bersebrangan dengan penguasa. 

Dan subjektifitas gue mengatakan, komisioner KPK periode 2011-2015 adalah yang paling the best hingga saat ini. 

Siapa saja komisioner KPK periode 2011-2015?
1. Abraham Samad
2. Zulkarnain
3. Bambang Widjojanto
4. Busro Muqoddas
5. Adnan Pandu Praja

Dan di bulan Februari tahun 2013, KPK dengan gagah berani membongkar skandal mega korupsi Hambalang. Yang ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara bukan orang-orangnya Megawati, melainkan kader partai Demokrat yang notabene partai penguasa.

Teori klasik menyatakan, penguasa cenderung akan melibas lawan-lawan politik dengan berbagai cara. SBY sebagai presiden RI kala itu bisa saja menurunkan citra PDIP dengan cara mengkriminalisasi kader-kader potensial binaan mak Banteng. Demokrat punya kursi lumayan besar di Parlemen, eksekutif dipegang SBY. 

"Mad, Samad. Lu tangkapin bupati, gubernur yang berasal dari PDIP aja yak. Demokrat jangan disentuh"

SBY bisa aja menitip pesan seperti itu kepada Abraham Samad. Tapi ternyata fakta berbeda 180⁰. KPK malah menangkap kader partai Demokrat, termasuk ketumnya saat itu, Anas Urbaningrum. Sepanjang sejarah berdirinya KPK, baru kali itulah mereka berani menangkap elit ring 1 penguasa.

"Ah, analisa lu keliru bray. AU dikriminalisasi oleh SBY supaya karir politiknya meredup. SBY takut dengan popularitas AU"

Lah, kok jadi kacau begitu mikirnya? Lihat data  aja deh, perolehan suara partai Demokrat bisa melejit dalam Pileg 2004 dan 2009 tak bisa dinafikan merupakan coat tail effect SBY. Masyarakat kala itu belum mengenal nama Anas Urbaningrum, ia cuma komisioner KPU. 

AU bukanlah bintang di partai Demokrat. Suka tidak suka, peran SBY lebih dominan bahkan lebih besar dari partainya sendiri. Terbukti ketika SBY pensiun sebagai Presiden RI, perolehan suara partai Demokrat di Pileg tahun 2014 mengalami penurunan tajam. Itu semua juga tak lepas dari citra partai Demokrat yang terjun bebas karena kasus korupsi Hambalang.

Di negara demokrasi manapun, seorang penguasa cenderung akan membesarkan partainya sendiri, sebisa mungkin menurunkan elektabilitas partai oposisi. Kasus korupsi Hambalang menjadi bumerang buat partai Demokrat. Dan hal ini menurut hemat gue bukan skenario yang sengaja dibuat oleh SBY. Tapi murni karena KPK pada waktu itu diberi otoritas penuh untuk menangkap koruptor tanpa pandang bulu. 

Jadi, tak perlulah memuja Anas Urbaningrum secara berlebihan. Apalagi sampai dikalungi bunga, dianggap pahlawan, terzolimi, korban kriminalisasi. Itu semua hanya imajinasi yang tidak memiliki pijakan hukum. Dikaji secara politik juga lemah. Cuma loyalis dan para fanatik buta aja yang percaya dengan bualan AU. Hehehehe.... 

Fakta di persidangan tahun 2013 sudah jelas. AU secara sah menerima gratifikasi dari proyek Hambalang. Barang bukti dan pengakuan saksi tak bisa disanggah oleh pengacara AU. Justru AU sendiri kebingungan saat ditanya oleh jaksa penuntut, "ente baru jadi anggota dewan satu periode, tak punya sumber penghasilan lain kecuali gaji dan tunjangan sebagai anggota DPR. Kok bisa punya aset ratusan miliar?" 

AU pun plonga-plongo. Kalau dia berstatus sebagai anak atau menantunya emir Qatar publik gak bakal kepo. Mau punya aset 1 trilyun juga wajar. Lha ini cuma mantan komisioner KPU periode 2001-2005, lanjut anggota DPR 2009-2013. Bukan keturunan kesultanan Surakarta atau Jogjakarta. Kok bisa kaya raya? Duit darimana? 

Perkara hukum AU sebenarnya sudah jelas. Atas perbuatannya itu AU mesti mendekam di penjara. Janjinya dulu sih kalau terbukti bersalah mau gantung diri di monas. Begitu bebas kok malah mengesankan dirinya bak pahlawan yang baru balik dari medan perang? Koplak tenan. 😅

(fb)

Baca juga :