[PORTAL-ISLAM.ID] 22 September 1995. Seorang prajurit muslim Bosnia, Senad Medanovic, Pulang ke rumahnya di Prhovo, Bosnia, dari medan perang.
Berbulan-bulan lamanya ia dan pasukan kemerdekaan Bosnia mempertahankan pos mereka dari serangan dahsyat pasukan fasis Serbia.
Serbia melancarkan taktik bumi hangus dan ethnic cleansing atau pembersihan etnis sebagai strategi membungkam perlawanan muslim Bosnia.
Fasis Serbia akan tiba di sebuah kampung/desa lalu membantai habis seisi warganya. Baik anak-anak. Perempuan. Maupun orangtua, Mereka habisi tanpa ampun.
Taktik yang sama sejak dulu telah digunakan Rusia di Chechnya, Suriah dan Ukraina (tragedi Bucha). Dan relatif sukses mengendorkan mental para pejuang kemerdekaan.
Amerika di Vietnam, Irak dan Afghanistan pun menerapkan strategi yang sama. Bedanya Amerika lebih pandai mencari alasan dan pembenaran.
Setelah serbuan Rusia pada pos pertahanannya seizin Allah berhasil ia halau, Senad mengambil cuti dan segera menuju rumahnya dengan perasaan gembira serta rindu yang amat sangat.
Namun setiba di rumah, Prajurit hebat tersebut harus menemui kenyataan pahit.
Tak ada siapapun di kampung kecilnya. Tak ada yang tersisa dari desanya selain puluhan kuburan massal.
Tak seorang pun hidup. 69 warga kampungnya, termasuk anak istri, Orangtua, Kakak adik, Paman bibi, Dan seluruh keluarga besar Senad dibantai fasis Serbia.
Dari 69 korban pembantaian fasis Serbia tersebut, 42 diantara mereka adalah keluarga Senad.
Adik perempuannya, Enesa, Yang baru berusia 19 tahun dibakar hidup-hidup oleh fasis Serbia.
3 saudara kandungnya laki-laki dibunuh.
Sepupu perempuannya diperkosa sebelum dibantai.
Indira Medanovic yang baru berusia 9 tahun tak luput menjadi korban termuda dalam pembantaian tersebut.
Dan daftar itu panjang.
Hanya ia yang hidup. Itupun karena ia bertempur di medan perang. Sebuah ironi yang nyata. Ketika menjemput kematian di medan perang malah "memberi" kehidupan.
Meski dipenuhi amarah, kesedihan dan dendam, Senad tetap menunjukkan jiwa besar dan prinsip hidup seorang muslim. Dalam sebuah wawancara Senad ditanya apakah akan membalas perbuatan keji fasis Serbia tersebut?
Ia menjawab,
"Aku bukan setan. Aku akan membalas dendam ini. Tapi aku tidak akan melakukan perbuatan yang sama.
Aku tidak akan membunuh anak-anak atau perempuan mereka. Atau orangtua-orangtua mereka.
Aku hanya akan membunuh mereka yang hendak membunuhku saja. Tidak yang lainnya."
Momentum bersejarah ini (foto di atas) diambil oleh fotografer Amerika ternama, Ron Havnin. Ia menghabiskan 10 tahun di Balkan merekam tragedi perang Bosnia dan Kosovo.
Ron Havnin kini berada di Ukraina, mengabadikan invasi Rusia di sana.
Pada tahun 1995 ini pula, bertepatan pembantaian Srebrenica yang mengejutkan dunia, berdiri sebuah lembaga kemanusiaan terbesar di Turki yang kita kenal dengan nama I.H.H.
[Fathi Nasrullah]