(Oleh: Yusuf Al-Amien)
Jika ada seseorang yang melihat hilal (awal) Ramadan, dia melihatnya dalam keadaan sadar, yakin dan jelas, lalu kesaksiannya itu ditolak oleh Qadhi, maka dia tidak wajib puasa Ramadan, sekalipun dia telah mengetahui masuknya hilal itu secara yakin, bukan samar.
Jadi masalah menetapkan masuknya bulan Ramadan dan berakhirnya bulan puasa itu sejak dahulu adalah otoritas pemimpin muslim, karena ini kaitannya dengan maslahat umat, bukan maslahat golongan atau perseorangan.
Jadi kalo ada yang sudah mengetahui masuknya hilal, namun kesaksiannya tidak diterima, ya tidak lantas orang tersebut ngeyel puasa sendiri dengan landasan "Saya sudah melihat hilal dengan mata kepala sendiri." Jangankan dengan mata kepala Anda sendiri, sekalipun Anda melihatnya dg mata kepala orang sekampung, kalo kesaksiannya tidak diterima, ya gak perlu maksain puasa sendiri. Demikian juga masalah hilal Syawal, kalo kesaksiannya tdk sesuai dg ketetapan pemerintah, ya gak perlu mekso ngadain Salat Ied duluan, lebaran duluan, takbiran duluan.
Kecuali...
Nah, kecuali misalkan kita udah puasa 30 hari, terus pemerintah bilang kalo Ramadan berakhir setelah tanggal ke 31, maka itu baru masuk kategori "Tidak ada ketaatan untuk makhluk dalam maksiat". Karena yg namanya bulan Qamariyah itu ya cuman 29 atau 30 hari, mustahil sampai 31 hari.
Makanya, ketika haji, ketika wukuf di Arafah, semua jamaah haji sedunia akan ikut ketetapan Kerajaan Saudi, kapan jatuhnya tanggal 9 Zulhijah, mau pake metode rukyat ato hisab ato dua²nya, jamaah haji gak perlu tahu dan gak penting untuk tahu, yg penting mereka ikut ketetapan pemerintah setempat. Titik, ga pake tapi.
Makanya ketika haji, orang² yg kalo di Indonesia-nya mereka suka pake metode sendiri, menyelisihi sendiri, bikin Salat Ied sendiri, mereka gak akan melakukan itu ketika musim haji saat di Saudi, meskipun dalam ilmu dan metode mereka, sebenarnya 9 Zulhijah jatuh sehari sebelumnya misalkan, atau sehari sebelum apa yg ditetapkan oleh pemerintah Saudi.
Jadi misalkan kalo pemerintah Saudi bilang tanggal 9 Zulhijah jatuh pada hari Sabtu, dan wukuf di Arafah dilaksanakan pada hari Sabtu, maka org² yg punya metode tersendiri itu, sekalipun menurut hitung²an mereka 9 Zulhijah di Saudi jatuh sehari sebelumnya, yaitu Jumat, mereka gak akan mungkin bikin ijtihad sendiri dg wukuf sendiri di Arafah pada hari Jumat. Ujung²nya, mereka akan tetap ikut keputusan Saudi wukuf di hari Sabtu, dan Salat Idul Adha pada hari berikutnya, Ahad, tanggal 10 Zulhijah.
Lah.. koq bisa ya? Padahal jika posisi mereka sedang Indo, tentu mereka sudah salat Idul Adha duluan sejak hari Sabtu. 🙈
Dan anehnya, perselisihan yg kaya gini itu koq gak ada di negara Arab seperti Saudi, Emirat atau Mesir ya, padahal di sana ulama bejibun, yg pinter juga seabrek, dan yg paham metode serta ilmu penetapan awal bulan Hijriyah juga gak sedikit. Kenapa yg kaya gini cuman ada di Wakanda? Ini terlalu pinter apa keblinger? 🤦♂️😅
Jadi, kalo sama pemerintahan Saudi saat ibadah haji aja bisa se-iya sekata, dan bisa menurunkan ego dan menyampingkan "metode" andalannya demi kemaslahatan kebersamaan umat, kenapa dg pemerintahan sendiri ga bisa ya?
Apa pernah Anda dengar ada orang yg menyelisihi keputusan pemerintahan Saudi, lalu dia wukuf sendiri, salat Idul Adha sendiri, mabit di Mina sendiri? Nah, ini tanda tanya besar sekaligus misteri yg belum terpecahkan hingga saat ini... 😁😅
(*)