Proyek kereta cepat pertama di Indonesia dengan rute Jakarta-Bandung, tak kunjung selesai.
Dimulai pada 2016, pembangunan kereta cepat sedianya akan rampung pada 2018 dan mulai beroperasi pada 2019.
Hingga akhir Maret 2023, progres pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mencapai 88,8 persen dan akan dijadwalkan akan diresmikan pada Agustus 2023.
Selain target pembangunan yang molor, proyek tersebut juga mengalami pembengkakan hingga 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18 triliun.
Angka tersebut merupakan hasil audit dari setiap negara dan disepakati bersama-sama.
Dengan demikian, total biaya proyek ini sejak 2016 mencapai 7,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 108 triliun, dikutip dari Kompas.id.
Padahal, proyek tersebut mulanya direncanakan akan menelan biaya sekitar Rp 85 triliun.
Proyek kereta cepat berasal dari pinjaman China
Namun, pembengkakan biaya ini tak akan berpengaruh pada rentang waktu hingga tercapainya titik impas (breakeven point), yaitu 38 tahun.
Masa konsesi pun tak berubah, yakni tetap 80 tahun.
Sebagai informasi, komposisi pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah 75 persen berasal dari pinjaman China melalui China Development Bank (CDB).
Sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara, yakni Indonesia-China.
Dengan pembagian ini, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60 persen dan 40 persen berasal dari konsorsium China.
Lobi Luhut terkait bunga pinjaman
Pemerintah belum lama ini juga telah sepakat meminjam China sebesar 50 persen dari total pembengkakan, yakni sebesar 560 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,3 triliun.
Akan tetapi, bunga yang ditawarkan oleh China adalah sebesar 3,4 persen per tahun.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebenarnya telah melobi China untuk mengurangi bunga pinjaman itu menjadi 2 persen.
Sayangnya, China enggan menurunkan bunga pinjaman tersebut.
"Ya maunya kita kan 2 persen, tapi kan enggak semua kita capai. Karena kalau pinjam keluar juga bunganya itu sekarang bisa 6 persen," kata Luhut di Jakarta dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (12/4/2023).
"Jadi kalau kita dapat 3,4 persen misalnya sampai situ ya we're doing okay, walaupun tidak oke-oke amat," sambungnya.
Padahal, China dulunya menawarkan bunga utang sebesar 2 persen per tahun, dengan skema bunga tetap selama 40 tahun pertama.
Dengan demikian, proyek kereta cepat Jakarta-Indonesia kini menyisakan segudang utang Indonesia terhadap China, dimulai dari utang pokok, utang pembengkakan biaya pembangunan, dan kewajiban membayar bunga tahunan.
[Sumber: Kompas]
*Gambar ilustrasi: Koran Tempo