Di Desa ini... Ramadhan tahun lalu masih ada 7 KK yang Muslim, sekarang tinggal 2 KK yang masih Muslim😥

Oleh: Widi Astuti

Bersyukurlah jika kita tinggal di lingkungan yang muslimnya mayoritas. Sehingga kita bisa merasa nyaman ketika menunjukan identitas muslim, tak ada rasa sungkan  Ataupun ketika beraktifitas sehari-hari tak merasa sendiri. 

Bersyukurlah ketika keluarga kita semuanya muslim, bukan keluarga campuran. Keluarga yang memiliki beda keyakinan meski satu atap. Keluarga yang membuat kurang nyaman ketika kita terasa beda sendiri karena kita muslim.

Karena di luar sana, masih banyak saudara-saudara kita yang merasa sungkan menunjukan identitas muslim di lingkungan mimoritas. Bahkan akhirnya memutuskan murtad karena merasa terasing di desanya sendiri.

Hari ini, tim Mualaf Center Kab Semarang mengunjungi 4 desa yang muslimnya minoritas. Mohon maaf kami tidak bisa menyebutkan nama-nama desa tersebut demi kenyamanan warga muslim disana. Khawatirnya jadi viral dan berefek kurang baik bagi saudara-saudara kita disana.

Ada satu desa yang muslimnya hanya 4 orang, bukan 4 KK. Ada juga yang hanya 3 orang. Kemudian ada yang hanya 6 KK. Dan yang membuat hati saya teriris adalah kabar dari sebuah desa yang tadinya muslimnya ada 7 KK tapi sekarang menyusut menjadi 2 KK. 

Ramadhan tahun lalu, masih ada 7 KK. Tapi Ramadhan tahun ini tinggal 2 KK. Pedih rasanya mendapati kenyataan ini. Dan faktor yang menyebabkan mereka murtad adalah karena sungkan dengan tetangganya. Merasa tidak nyaman karena berbeda sendiri. Merasa "terasing" di desanya sendiri. Dan untuk membuang pagar keterasingan tersebut akhirnya mereka memutuskan murtad. 

Pedih rasanya melihat fakta ini. Memang tipikal masyarakat desa itu berbeda dengan masyarakat perkotaan. Secara psikologis mereka ingin selalu membaur dengan lingkungannya. Merasa aneh dan tak percaya diri ketika berbeda. Mereka terasing ketika minoritas di desa tersebut. Dan akhirnya memutuskan keluar dari dienul Islam agar bisa membaur dengan warga desanya. Memutuskan memeluk agama mayoritas di desa tersebut agar barrier yang ada bisa dihilangkan. 

Dada saya terasa sesak. Ternyata di jaman internet yang setiap orang bebas mengekspresikan dirinya, masih ada saudara-saudara kita yang belum punya keberanian untuk tampil beda. 

Memang hidayah itu hak prerogatif Alloh semata, tapi kita bisa berupaya menggapainya. Salah satu caranya adalah dengan berkumpul dengan saudara seiman. Bersyukurlah jika kita diberi kemudahan untuk berkumpul dalam suatu majelis dengan saudara iman. Karena sesungguhnya perjumpaan tersebut akan semakin menguatkan iman.

Sungguh kurang beruntung sauadara-saudara kita yang berada di daerah minoritas. Mereka jarang berjumpa, berkumpul, ataupun mengaji dengan saudara seiman. Sehingga mereka tidak memiliki keterikatan ataupun rasa memiliki terhadap dienul Islam. Merasa begitu jauh dan akhirnya memutuskan murtad. 

Hanya Alloh yang berkuasa membolak-balikkan hati manusia. Semoga Alloh menguatkan hati kita semua untuk tetap teguh memeluk dienul Islam hingga ajal menjemput. Karena hidayah itu mahal harganya, melebihi harga apapun di dunia ini.

Yaa muqollibal quluub, tsabit qulubana ala diinika ...

Baca juga :