[PORTAL-ISLAM.ID] Menyaksikan tayangan video youtube dalam kanal Hersubeno Point terasa ada yang berubah drastis dari sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam tayangan yang beredar pada Senin (6/3/23) pagi itu mengambil judul yang mengundang rasa ingin tahu lebih jauh, yakni “Megawati Kembali Pasang Badan, Halangi Ambisi Jokowi Perpanjang Masa Jabatan”.
Maklum sejauh ini hubungan Jokowi dan Megawati saling menghormati dan menyayangi. Bahkan Megawati selalu pasang badan menjadi tokoh pelindung buat pemerintahan Jokowi. Tapi dalam kasus putusan PN Jakarta Pusat soal penundaan Pemilu, sikap Megawati tegas, menolaknya.
Pusat Data FNN menyebut ada banyak kasus yang membuat pemerintahan Jokowi selamat dari bully-an publik lantaran diback-up Megawati. Ketika Jokowi di-bully dan dianggap tidak harmonis dengan PDIP, Megawati muncul menetralisir isu tersebut. Ketika Menteri Nadiem Makarim digoyang isu reshuffle, Mega muncul bersama Nadiem. Ketika RUU Omnibus Law banyak ditentang masyarakat, Megawati dan PDIP justru mensupport dan ikut memperjuangkannya dengan alasan sudah menjadi amanat beberapa pemerintahan sebelumnya.
Tak hanya itu, Megawati hadir sebagai penolong Jokowi saat RUU Ibu Kota Negara digulirkan, PDIP pun men-support penuh. Bahkan ketika kader PDIP, anggota DPR RI Ribka Tjiptaning protes dan menghambat program vaksin, dia pun langsung digeser dari Komisi IX yang menangani bidang Kesehatan ke Komisi lainnya di DPR.
Yang paling melankolis adalah saat Megawati meneteskan air mata, mengungkapkan kesedihannya lantaran Presiden Jokowi yang kerap dihujat atau di-bully oleh banyak orang. Megawati tampil di depan publik menampakkan kesedihan yang mendalam.
Megawati adalah King Maker. Dialah orang yang mencalonkan Jokowi mulai sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI hingga menjadi Presiden RI dua periode. Dari awal hingga saat ini, kedekatan antara Megawati dengan Jokowi tidak berubah. Dan ingat, dengan komposisi 20% suara di DPR, posisi Mega sangat kuat sebagai "Queen of Pasang Badan".
Lalu bagaimana dengan sikap Megawati yang tak lagi membekingi Jokowi saat isu penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan terus bergulir?
Hersu, demikian wartawan senior FNN ini biasa dipanggil, menganalisa penjelasan Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Zulkifli Atjo soal putusan menunda Pemilu. Hersu menyebut penjelasan Zulkifli ini, persis jawaban (ngeles) Abu Nawas.
Argumen Zulkifli Atjo menurut Hersu seperti hikayat Abu Nawas. “Saya jadi teringat joke (lelucon), ada orang mencuri kambing, ketika ditanya hakim ‘mengapa kamu mencuri kambing?’ Si pencuri kambing itu mengatakan: Saya tidak mencuri kambing Pak Hakim. Saya hanya menarik tali, tapi kambingnya ikut,” tegas Hersu sambil tertawa lepas.
Zulkifli, memang, membenarkan, putusan gugatan perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, bahwa majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima yang salah satunya tergugat yakni KPU agar tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.
“Jadi pada prinsipnya putusan itu dikabulkan adalah ya bunyi letterlek-nya itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari,” kata Zulkifli, Kamis (2/3/2023).
Zulkifli berkilah tidak ada bahasa penundaan pemilu dalam putusan tersebut. PN Jakarta Pusat hanya memerintahkan pihak tergugat yakni KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024. “Tidak mengatakan menunda pemilu ya, tidak. Cuma itu bunyi putusannya seperti itu. Menurut saya, itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024,” ujar Zulkifli.
Dampak dari putusan itu, PN Jakpus jadi bulan-bulanan. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bahkan menyebut sebagai ‘sensasi yang berlebihan’. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, pun dengan tegas menolak penundaan pemilu. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut ada kekuaan besar yang ingin mengacaukan jalannya demokrasi.
Hersu kemudian memaparkan analisa PDIP, partai terbesar di republik ini. Menurut PDIP, ada kekuatan besar yang mendorong putusan PN Jakpus seperti itu. “Kalau PDIP (saja) mengatakan ada kekuatan besar, berarti bisa jadi lebih besar dari PDIP. Bisa jadi Istana atau oligarki,” tegas Hersu.
Yang sungguh hebat tambah Hersu, Megawati tidak kepincut sama sekali. Padahal, kalau mau kalkulasi politik, penundaaan pemilu bisa menguntungkan PDIP.
“Bukankah Presiden Jokowi – meminjam istilah Megawati – adalah petugas partai. Kalau ada penundaan 2 tahun 4 bulan dan 7 hari, itu menguntungkan PDIP. Tetapi nyatanya Ibu Mega tidak tergiur itu, lebih memilih penegakan konstitusi. Ini bukti Ibu Mega sebagai negarawan,” tegas Hersu serius.
Hersu kemudian menutup dengan analisa ‘plus-minus’ penundaan pemilu bagi PDIP. “Minus pertama, kalau PDI-P salah memilih koalisi, bisa jadi terpental dari kekuasaan. Kalau ada penundaan pemilu, perpanpajangan jabatan, PDIP untung, masih dalam kekuasaan. Kendati analisa pengamat PDIP akan memenangkan pemilu, tetapi belum tentu berhasil memenangkan kadernya atau calonnya menjadi presiden,” tegasnya.
Minus kedua, jelas Hersu, kalau pun PDIP menang dalam Pilpres mengusung kadernya, Ganjar Pranowo misalnya, maka, kemungkinan besar Ganjar akan diatur oleh kekuatan lain selain PDIP, seperti Pak Jokowi selama ini.
“Belum lagi kalau yang menang Ganjar, sementara usia Ibu Mega kian lanjut, maka, trah Soekarno untuk bisa berada di elit kekuasaan, bisa jadi berantakan. Yang lebih buruk lagi, kalau Ganjar menjadi presiden, bisa jadi dia akan mereka dorong untuk mengambil alih PDIP dari keluarga Bung Karno,” tegasnya.
Sementara positifnya, kata Hersu, pertama dengan pasang badan menolak penundaan pemilu, maka, Ibu Megawati akan dikenang sebagai tokoh besar, seorang negawaran yang menjaga demokrasi. Tidak tergoda oleh iming-iming politik kekuasaan.
“Ini akan menjadi legacy (warisan) sangat besar bagi Ibu Megawati dengan keluarga Bung Karno. Ini jauh lebih berharga ketimbang kenikmatan sesaat yang akan mereka peroleh dengan mendukung perpanjangan jabatan Jokowi.”
Kedua, sikap tegas Megawati untuk menolak penundaan pemilu untuk ke sekian kalinya, saat ini saja, sudah menempatkan Ibu Mega sebagai negarawan yang pasti tersegani dan hormati oleh kawan mau pun lawan.
“Saya yakin, Anda sendiri yang, mungkin sekarang ini anti kepada PDIP, akan mengakui bahwa Ibu Megawati berjasa besar dengan berani, bersedia memasang badan, menentang perpanjangan masa jabatan Jokowi. Saya yakin, warisan Ibu Megawati ini akan tercatat sebagai sejarah yang sangat besar dalam demokrasi, dalam berbangsa dan bernegara,”pungkas Hersu.
Analisa Hersu ini mendapat jawaban banyak dari warganet. “Karena itu, lupakan dulu kritik pengajian Ibu Megawati. Saatnya kita angkat jempol untuk beliau, karena sudah berani pasang badan (untuk ke sekian kalinya red.) demi tegaknya demokrasi,” tulis warganet.
Tidak mudah menjadi Megawati. Ia bisa lembut dan keras di saat yang tepat. Karir politiknya beranjak saat rezim otoriter berkuasa. Orang lain takut terhadap rezim Soeharto, namun Megawati justru melawan.
Menyimak gaya bicara Megawati kadang gemes. Tetapi ia mampu menjadi Presiden Indonesia, sambil menjadi Ketua Umum PDIP dan menjadi seorang istri sekaligus ibu rumah tangga. Tak banyak perempuan sanggup seperti itu. Itulah Megawati. Ia punya karakter kuat terhadap NKRI. Jauh sekali dengan Jokowi. (sws)