- Putri Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjadi guru besar Universitas Negeri Surabaya secara kilat.
- Beramai-ramai para dosen menunjukkan ketidakwajaran pemberian profesor itu.
TELEPON seluler Warsono tang-ting-tung pada awal Maret lalu. Banyak kolega mantan Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini mengirim pesan, lewat jalur pribadi dan grup-grup universitas. Pesan mereka seragam: pertanyaan tentang mengapa Siti Nur Azizah bisa mendapat gelar profesor bisnis halal di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum.
Siti Nur Azizah, 51 tahun, tak lain anak keempat Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pemberian gelar guru besar itu langsung saja menyulut wasangka ada keistimewaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi kepada keluarga orang nomor dua di Indonesia tersebut. Para dosen Unesa, seperti tertera dalam pesan yang diterima Warsono, bertubi-tubi menyatakan gelar itu tak wajar.
Beramai-ramai para dosen menunjukkan ketidakwajaran pemberian profesor itu. Azizah, kata mereka, baru menjadi dosen non-aparatur sipil negara di Unesa pada 2021. Artinya, ia menjadi dosen belum genap dua tahun. “Memang ada sesuatu yang tidak normal,” ujar Warsono pada Rabu, 15 Maret lalu.
Saat bergabung dengan Unesa pada 2021 itu, Azizah langsung menjadi lektor dengan pangkat penata tingkat I. Di kalangan dosen, pangkat ini ada di level IV dari sembilan kepangkatan dari empat jabatan fungsional. Sebagai penata tingkat I, Azizah mendapatkan angka kredit 320,5, atau pertengahan menjelang golongan IV/a sebagai pembina di jabatan lektor kepala.
Maka, ketika surat keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 14339/M/07/2023 terbit, civitas academica Unesa ribut. Bukan saja karena surat itu terbit merespons permohonan Rektor Unesa Nurhasan pada 13 Januari 2023, tapi juga alasan-alasan pemberian jabatan tertinggi di kalangan dosen tersebut.
Dengan pengangkatannya menjadi profesor, Azizah lompat empat pangkat. Dengan mengantongi angka kredit 920,5, Azizah menjadi guru besar dengan pangkat pembina utama madya golongan IV/d. Jika bisa menambah angka kredit menjadi 1.050, Azizah paripurna sebagai dosen: menjadi guru besar dengan pangkat tertinggi sebagai pembina utama golongan IV/e.
Dalam panduan kenaikan jabatan dosen, loncat jabatan seorang dosen dari lektor ke guru besar bisa terjadi jika memenuhi syarat. Syarat itu, antara lain, telah menjadi dosen tetap paling singkat sepuluh tahun, lulus pendidikan doktor, punya sertifikat pendidik, dan telah menerbitkan minimal empat artikel di jurnal internasional.
Dari salinan percakapan para dosen terungkap informasi-informasi menarik tentang riwayat karier dosen Azizah. Ia memang sudah lulus pendidikan doktor dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, pada 2017. Tapi lama mengajar jelas menggugurkan syarat itu. Juga jumlah artikel di jurnal internasional yang meragukan.
Fakta menarik lain yang krusial, menurut para dosen itu, adalah Azizah hampir tak pernah ke universitas untuk mengajar tatap muka atau hadir di kantor jurusan untuk mengikuti rapat dengan kolega-koleganya. Karena itu, usulan menjadi guru besar secara kilat membuat mereka bertanya-tanya soal perolehan lompatan angka kredit.
Dua dosen Unesa bercerita, surat Menteri Pendidikan itu memicu debat antardosen di jurusan hingga fakultas sejak Rektor Nurhasan meminta mereka mengajukan Azizah sebagai profesor pada November 2022.
Anggota senat Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Fransiscus Xaverius Sri Sadewo, mengatakan anggota senat mempertanyakan posisi Azizah sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, jarang datang ke kampus, serta pengajuan guru besar yang berlangsung secara cepat. Azizah menanggapi protes itu dengan mengundurkan diri dari Demokrat pada 26 Januari 2023.
Sadewo, yang mengajar sosiologi, mengatakan para dosen memprotes keras rencana pengajuan profesor Azizah tersebut. “Soalnya, ada dosen yang bertahun-tahun menjadi dosen Unesa tapi tak memperoleh dukungan mendapat gelar guru besar,” katanya. “Ini ada orang baru datang langsung diangkat jadi profesor.” Sadewo khawatir ada orang beranggapan jika mau mendapatkan gelar profesor cukup datang ke Unesa.
Anggapan itu tentu akan menggerus kredibilitas Unesa. Ujungnya, tak ada orang tua atau mahasiswa yang mau mendaftar ke universitas keguruan yang berdiri sejak 1960-an dan menghasilkan 80 ribu lulusan ini.
Menurut Warsono, Rektor Unesa 2014-2018, ada tiga nama yang dibahas oleh senat menjadi guru besar dari Unesa. Tapi dua dosen itu tidak lompat jabatan seperti Azizah. Seorang dosen bahkan menjabat lektor kepala sejak 2008. Di dokumen itu tertulis ia memenuhi syarat naik jabatan. Namun, rupanya, hanya Azizah yang jadi guru besar.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Muhammad Turhan Yani mengatakan, meski ada catatan keras, rapat senat fakultas menyetujui usulan guru besar untuk Azizah dilanjutkan ke tingkat universitas. “Tidak ada istilah menolak,” ujarnya. Selain itu, dia melanjutkan, saat pembahasan di tingkat jurusan, hanya Azizah yang tidak hadir di kampus karena sedang berada di Jakarta.
Tiga dosen Unesa bercerita, di kalangan pengajar beredar informasi bahwa Azizah mendapat kemudahan menjadi guru besar karena balas jasa Rektor Unesa Nurhasan. Nurhasan, Rektor Unesa 2023-2027, menjadi rektor di era Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir. Nasir kini menjadi anggota Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Reformasi Birokrasi.
Nasir tak merespons permintaan konfirmasi Tempo. Ia hanya membaca pesan pertanyaan, tapi tak membalasnya. Adapun Nurhasan meminta Tempo menemui Sulaksono, Direktur Hukum dan Tata Laksana Unesa.
Sulaksono menampik anggapan bahwa pengajuan guru besar Azizah adalah balas budi pemilihan Rektor Unesa. “Itu tuduhan yang kejam,” tuturnya pada Selasa, 14 Maret lalu. Menurut dia, pengajuan dan pengukuhan guru besar Azizah sesuai dengan aturan. Ia memberi contoh Azizah mengajar sejak 2005 di Sekolah Tinggi Agama Islam Shalahuddin Al-Ayyubi di Jakarta Utara. Di sana, Azizah mengajar mata kuliah kewirausahaan. Di sekolah ini, jabatan Azizah adalah lektor.
Karena itu, kata Sulaksono, ketika Azizah melamar ke Unesa, jabatannya pun tetap dipertahankan. Menurut Sulaksono, Azizah juga mengumpulkan angka kredit dengan membuat delapan artikel di jurnal internasional. “Saat beliau mengajukan guru besar, kami proses sesuai dengan prosedur,” ucapnya.
Anggota dewan penasihat Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Idhamsyah Eka Putra, menilai jurnal yang dibuat Azizah berkualitas rendah. Menurut Idham, referensi yang digunakan Azizah tidak konsisten. Begitu juga dengan terjemahan dalam bahasa Inggris.
Salah satunya terlihat dari jurnal berjudul “Self Declaration Halal Inside Omnibus Law on Job Creation” di International Journal of Social Science Research and Review edisi April 2022. Idhamsyah mengatakan bahwa KIKA telah mendapatkan informasi bahwa jurnal yang terindeks Scopus itu juga menawarkan penerbitan karya ilmiah dengan cepat dengan cara membayar.
Idham juga menyoroti Azizah yang aktif membuat buku. Tahun 2022 saja, Azizah membuat empat buku. Ada yang tebalnya lebih dari 150 halaman. “Bagaimana caranya dia bagi waktu menulis buku dan jurnal?” ujarnya.
Azizah mengatakan masa kerja dia sudah melebihi syarat, yakni minimal 10 tahun menjadi dosen tetap dan mempunyai sertifikat dosen. Ia juga mengklaim memenuhi angka kredit menjadi seorang profesor.
“Walaupun saya putri Wakil Presiden, saya tetap berupaya memenuhi prosedur yang berlaku,” katanya, Kamis, 16 Maret lalu, seusai pengukuhan guru besar. Ia berharap gelar itu menjadi kado untuk ayah dan ibunya, Wury Estu Handayani.
[Sumber: TEMPO]