Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan seluruh gugatan Partai Prima dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 atau mengulang tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari terus menuai sorotan.
Pertama, dari sisi penggugat. Kalau merasa Memenuhi Syarat (MS), mestinya Partai Prima menggugat ke Bawaslu kemudian ke DKPP terkait keputusan KPU yang menyatakan Prima Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual, seperti dilakukan Partai Ummat yang akhirnya lolos menjadi peserta Pemilu 2024.
“Ini [yang dilakukan Ummat] baru namanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di kita. Kok digugatnya ke Pengadilan Negeri,” jelas pengamat sosial-politik Tarmidzi Yusuf dalam podcast “ISTANA RESTUI PUTUSAN HAKIM PN JAKPUS?! RAKYATPUN TERTAWAKAN DAGELAN INI!!! TAKUT SAMA ANIES??? di kanal Youtube @SaefulZaman, dikutip KBA News, Selasa, 7 Maret 2023.
Namun yang membuat dia tidak habis pikir juga, PN Jakarta Pusat malah mengabulkan gugatannya tersebut. Padahal bukan kewenangannya. Apalagi bertentangan dengan konstitusi yang mengatur pemilu digelar lima tahun sekali.
Karena itu, dia mencium putusan PN Jakarta Pusat tersebut sangat politis. Bahkan menurutnya ada kekuatan besar di balik keluarnya keputusan tersebut. Apalagi sebelumnya, berbagai skenario dan upaya untuk menunda pemilu selalu kandas.
“Dan ini kuat dugaan memang nuansa politiknya lebih kental. Karena calon-calon yang konon kabarnya didukung oleh Istana itu besar kemungkinan sampai hari ini tuh belum dapat partai politik,” bebernya.
Karena Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri Golkar, PAN, dan PPP, katanya melanjutkan, belum benar-benar bisa dipastikan akan mendukung pasangan jagoan yang disebut-sebut didukung Istana, yaitu Ganjar Pranowo.
Hal ini berbeda dengan Anies Baswedan yang sudah mendapat tiket pencapresan lewat NasDem, Demokrat, PKS; Puan Maharani yang disebut akan diusung PDIP, partai yang bisa mencalonkan sendiri; dan Prabowo Subianto dengan Gerindra dan PKB yang bisa dibilang tiketnya sudah aman.
Menurutnya, gagalnya penundaan pemilu ini semakin menunjukkan kekuatan politik Jokowi semakin melemah. Karena Megawati sejak awal menolak usulan penundaan pemilu tersebut. Sementara sebelumnya, Jokowi yang disebut akan me-reshuffle menteri-menteri dari NasDem karena partai ini mengusung Anies sebagai calon presiden, juga sampai saat ini tidak terlaksana.
“Ada kekuatan besar yang takut menatap tahun 2024. Kalau calon presiden yang mereka endorse tidak lolos di Pilpres 2024 itu akan membahayakan. Apalagi yang terpilih Pak Anies Rasyid Baswedan. Padahal Pak Anies Itu bukan ancaman bagi siapa pun. Di Jakarta pun sudah terbukti Pak Anies melanjutkan, menyempurnakan program-programnya Pak Jokowi,” bebernya.
“Tapi kalau ada yang memang skandal-skandal tertentu oleh pihak-pihak tertentu yang dekat dengan Presiden Jokowi, ya wayahna kata orang Sunda. Dan itu harus pengadilan yang memutuskan bukan selera dan rasanya Pak Anies. Itu harus punya bukti-bukti hukum yang kuat dan Pak Anies sendiri saya yakin betul tidak akan mengkriminalisasi seseorang atau elit politik yang dekat dengan Pak Jokowi,” sambung tokoh Jawa Barat ini.
Karena ketakutan itulah, dia menduga putusan PN Jakarta Pusat lewat gugatan Partai Prima menjadi pintu masuk untuk menunda pemilu tersebut. Karena proses hukumnya nanti bisa berlarut-larut kalau misalnya Pengadilan Tinggi (PT) menolak banding KPU. Kalau Mahkamah Agung juga menolak di tingkat kasasi, apalagi bila putusan dikeluarkan jelang pendaftaran capres-cawapres Oktober mendatang, atau bahkan saat memasuki bulan pencoblosan Februari 2024, dia menilai rakyat akan marah dan itu bisa menyulut kerusuhan nasional.
“Nah saya menduga di balik semua ini ada permainan kekuatan besar tertentu agar tunda pemilu ini menjadi keos untuk mengambil alih kekuasaan, perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan terjadi kekacauan nasional. Bisa jadi kekuatan besar tertentu juga bermain. Di samping dia membuat keputusan hukum mempengaruhi Mahkamah Agung misalnya, dia juga mobilisasi massa sehingga terjadi seolah-olah terjadi keos,” paparnya.
Namun, dia yakin para tokoh-tokoh bangsa dan para aktivis prodemokrasi akan berusaha mengantisipasi kemungkinan terburuk tersebut. Sejalan dengan itu, dia pun berharap, Pengadilan Tinggi mengabulkan upaya banding KPU. Meskipun sebenarnya, putusan PN Jakarta Pusat itu sendiri tidak bisa dieksekusi.
“Pengadilan Tinggi yang sekarang [KPU] banding harus menganulir keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kalau mereka masih punya hati nurani ingin menyelamatkan NKRI,” demikian Tarmidzi Yusuf. (kba)