Saya mengapresiasi sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan komponen masyarakat lainnya, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah, yang menolak kedatangan Timnas Sepakbola Israel pada penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia. Pemerintah Indonesia seharusnya memperhatikan penolakan tersebut sehingga dapat bersikap yang sama.
Sikap PDIP melalui Ketua DPP Bidang Keagamaan dan Ketua Bamusi Prof. Dr. Hamka Haq dan kader PDIP yang merupakan Gubernur Bali I Wayan Koster yang secara terbuka menolak kedatangan Timnas Israel main di Bali/Indonesia sudah sesuai konstitusi dan teladan yang pernah dicontohkan oleh Presiden Soekarno.
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi Pemerintah dan PSSI untuk tidak mengikuti sikap penolakan tersebut dan menindaklanjutinya dengan mendesak FIFA untuk mencabut keikutsertaan Israel dalam ajang Piala Dunia U-20. Sebagaimana pada tahun 1972 International Olympic Committee (IOC), karena masalah kemanusiaan, pernah mencabut keikutsertaan Rhodesia hanya beberapa hari sebelum penyelenggaraan Olimpiade. Sehingga Rhodesia tidak bisa ikut bertanding dalam Olimpiade musim panas di Munich.
Sikap dan alasan PDIP ini merupakan kelanjutan dari sikap yang lebih dahulu disampaikan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menolak kehadiran Timnas Israel. Diharapkan dengan semakin banyaknya partai yang mengedepankan prinsip ketaatan pada Konstitusi, antara lain Pembukaan UUD NRI 1945 yang oleh MPR bahkan dinyatakan tidak dapat diubah, maka penolakan terhadap penjajajahan dan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina akan makin bisa diwujudkan dengan menolak segala bentuk penjajahan seperti yang dilakukan Israel terhadap Palestina yang sudah berlaku sejak tahun 1948, yang makin lama hingga tahun 2022, bukan makin memberi ruang bagi terwujudnya Palestina Merdeka, bahkan lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya sebagaimana dilaporkan oleh PBB pada Juni 2022 lalu.
Sikap PDIP dan MUI ini bukan hanya perlu diapresiasi. Tetapi juga perlu ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Sebab, kita semua tahu bahwa PDIP merupakan partai utama pengusung pemerintahan Presiden Jokowi. Jadi, sudah seyogyanya, apabila memang penolakan ini dilakukan secara serius, Pemerintah wajarnya mengikuti dan bisa menjadikannya sebagai kebijakan luar negeri pemerintah. Apalagi sikap luar negeri Pemerintah sudah disuarakan dengan sangat jelas dan tegas oleh Menlu RI di forum PBB agar pada tahun 2023, yang mengkritisi negara-negara di dunia, agar tidak basa-basi mendukung Palestina merdeka dan mengkoreksi tindakan pendudukan Israel yang makin parah. Karenanya mestinya pemerintah segera berkomunikasi dengan FIFA agar Israel dicoret dari mengikuti Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Komunikasi dengan pihak FIFA ini harusnya bisa dan sangat diperlukan. Sebagaimana dilakukan oleh Qatar, tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia 2022. Agar kekhasan aturan di Qatar seperti larangan minuman keras di dalam stadion dan juga larangan kampanye LGBT di dalam penyelenggaraan Piala Dunia 2022 diterima dan dihormati oleh FIFA, dan FIFA menerima bahkan Presiden FIFA mengapresiasi sukses Qatar sebagai tuan rumah. Jadi, sebagai tuan rumah yang mempunyai karakter Konstitusional, harusnya Indonesia juga punya bargain untuk menolak hal-hal yang bertentangan dengan prinsip yang diatur oleh konstitusi yang berlaku di negara kita.
Tentu saja kita mendukung Indonesia agar tetap sukses sebagai penyelengara Piala Dunia U-20 seperti Qatar itu. Tetapi kita juga harus punya bargain yang kuat untuk berkomunikasi dengan FIFA. Sekaligus menyadarkan FIFA untuk tidak menerapkan standar ganda, karena FIFA toh juga sudah memberlakukan larangan terhadap Timnas Rusia dalam kualifikasi piala dunia 2022, karena sudah satu tahun lakukan invansi ke Ukraina. Sedangkan Israel lebih parah dari itu, sudah lebih 60 tahun menginvansi Palestina dan menjajah lebih dari 80 persen tanah Palestina.
Apalagi, urusan melarang/memboikot ikut dalam kegiatan olahraga terhadap suatu negara yang melanggar prinsip kemanusiaan juga sudah seringkali dilakukan masyarakat olahraga internasional, misalnya dalam ajang Olimpiade, Afrika Selatan pernah dilarang oleh IOC mengikuti Olimpiade selama 20 tahun dari kurun waktu 1964-1988 karena kejahatan apartheid yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Padahal politik apartheid ini juga dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Hal itu jelas disebutkan bahkan oleh Amnesty Internasional yang merilis laporannya bahwa telah terjadi kejahatan apartheid oleh pemerintah Israel di Palestina. Jadi, penolakan seperti ini bukan urusan olahraga, politik atau agama semata, tetapi juga urusan kemanusiaan. Dan kita semua tentu sepakat bahwa kemanusiaan itu berada di atas segalanya, termasuk olahraga.
Maka sebelum pada akhir Maret akan diadakan undian pengelompokan peserta Piala Dunia U-20 di Indonesia, harusnya PSSI dan Pemerintah sudah melaksanakan aspirasi warga bangsa Indonesia yang terhimpun dalam Ormas-Ormas seperti MUI, Muhammadiyah dan lain-lain, juga yang terhimpun dalam partai-partai politik seperti PKS, PDIP dan banyak anggota DPR lainnya, agar Pemerintah konsisten dengan Konstitusi, sehingga dapat memastikan FIFA menyetujui untuk membatalkan keikutsertaan kesebelasan Israel main di Indonesia. Itu akan memunculkan Indonesia yang dihormati, sebagaimana dahulu dicontohkan oleh Bung Karno.
Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, M.A.
Wakil Ketua MPR RI/Wakil Ketua Majelis Syuro PKS