[PORTAL-ISLAM.ID] Berawal dari Big Data-nya LBP, bahwa terekam jutaan rakyat Indonesia yang menghendaki agar Pemilu 24 ditunda, lalu disusul oleh sejumlah Menteri di kabinet Indonesia Maju, yang merangkap sebagai ketua Parpol, seperti Airlangga Hartarto (Golkar), Zulkipli Hasan (PAN) dan Monoarfa (PPP), menyatakan mengusulkan Pemilu 24 diundur. Belakangan kemudian disusul oleh pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua DPD La Nyala, juga meminta Pemilu diundur.
Tanggapan terkini, Menkopulhukam Mahfud MD mengatakan menduga, ada permainan di belakang putusan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Ada main mungkin di belakangnya? iyalah pasti ada main, pasti,” ujar Mahfud dalam keterangan video kanal YouTube Kemenkopolhukam, Sabtu (4/3/2023).
Pendapat lain dari Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies, Noory Okhtariza melihat ada kelompok terorganisir dan sistematis yang menggunakan kamar pengadilan untuk membawa isu penundaan Pemilu 2024.
“Saya melihat ini digerakkan oleh kelompok yang relatif terorganisir, sistematis, dan semakin ke sini harus dianggap serius. Siapa mereka? Mungkin tidak perlu dibuka di sini, tetapi sebetulnya relatif gampang untuk dilacak jejak sosial medianya,” kata Noory saat memberikan pemaparan dalam media briefing CSIS menanggapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024, Jumat, 3 Maret 2023.
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio menekankan bahwa isu penundaan pemilihan umum (pemilu) 2024 merupakan ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Saya ingin menggarisbawahi bahwa ini adalah ancaman serius untuk Republik Indonesia. Dan kalau hal ini dibiarkan dan hanya dianggap sebagai sebuah testing the water maka akan muncul lagi testing the water yang lain,” ujar Hendri Satrio dalam diskusi MNC Trijaya, Sabtu (4/3/2023).
Menurutnya, jika penundaan pemilu benar terjadi, hal tersebut merupakan wujud dari perlawanan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dia menambahkan, hal ini juga mengancam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. “Kenapa menakutkan? Karena terus-menerus ada percobaan untuk melawan Undang-undang Dasar ‘45, melawan sebuah aturan negara yang sebetulnya sudah harus disepakati semua gitu dan hal-hal seperti ini jelas sangat menakutkan buat bangsa seperti kita,” ucapnya.
Ia lantas menganalogikan upaya yang terus bergulir untuk menunda pemilu ibarat virus yang menggerogoti imun penderitanya. Sama halnya dengan tubuh yang akan kehilangan nyawa akibat digerogoti virus, keutuhan NKRI juga akan terus terancam jika isu penundaan pemilu terus digaungkan. “HIV Aids itu kan dia tidak membunuh langsung kan, tetapi dia menggerogoti sel-sel pelindung kita itu loh, pertahanan tubuh kita, imun kita tuh digerogoti sedikit-sedikit. Nah apa yang dilakukan penundaan pemilu ini, isu-isu penundaan pemilu kayak gini, ini jahatnya tuh kayak gini,” kata Hendri.
PN Jakarta Pusat memenangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) atas gugatan perdata mereka terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (2/3/2022). Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024. “Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” demikian bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.
Adapun Prima melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual. Akan tetapi, Prima merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi. Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo meminta publik untuk mempelajari lebih detail putusan tersebut. Menurut Zulkifli, putusan majelis hakim terhadap gugatan tersebut bukan menunda pemilu tetapi tidak melanjutkan sisa tahapan pemilu yang tengah berjalan. “Itu saya tidak mengartikan (menunda pemilu) seperti itu, tidak. Jadi silakan rekan-rekan mengartikan itu, tapi bahasa putusan itu ya menunda tahapan,” kata Zulkilfi, Kamis. “Jadi rekan-rekan kalau mengartikan menunda pemilu itu, saya tidak tahu. Amar putusannya tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu,” tambahnya. [fusilatnews]