[PORTAL-ISLAM.ID] MANTAN Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, didakwa dalam kasus penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang melalui dana pandemi Covid-19 di masa pemerintahannya dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Mantan PM Malaysia Muhyiddin Yassin ditangkap oleh Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) pada Kamis (9/3/2023). Penahanan Muhyiddin dilakukan usai diperiksa atas kasus proyek pemulihan ekonomi yang dilakukan saat dirinya berkuasa.
Jaksa menuduhnya menerima suap sebesar 120 juta ringgit atau sekitar Rp 410 miliar dari perusahaan yang mendapat keuntungan dalam program belanja darurat pemerintah.
Muhyiddin mengajukan pembelaan di pengadilan Kuala Lumpur pada Jumat, 10 Maret lalu, dan dibebaskan dengan jaminan, tapi paspornya tetap ditahan.
Muhyiddin menolak semua dakwaan. Dia menyatakan bahwa selama 50 tahun berpolitik dia tak pernah melanggar hukum dan aturan.
"Saya menerima tuduhan terhadap saya dengan sabar. Saya sadar bahwa dalam dunia politik ada musuh yang ingin menghancurkan saya, keluarga saya, dan partai saya, terutama ketika saya dihadapkan dengan musuh politik yang tamak," katanya selepas sidang seperti dikutip MalaysiaNow.
Ubedilah Badrun: Jokowi Berpotensi Seperti Muhyiddin
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai berpotensi seperti mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Muhyiddin Yassin yang ditangkap Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) setelah tidak lagi menjadi orang nomor satu di Malaysia.
Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) Ubedilah Badrun menilai, secara politik Jokowi sulit untuk “bersih-bersih” diri karena terlalu kotor dan jorok pemerintahannya.
Menurut Ubedilah, Jokowi sudah terjerat dalam gurita oligarki yang ia suburkan di era kepemimpinannya.
“Fakta korupsi yang merajalela dan semakin tumbuh subur dengan data indeks korupsi yang sangat merah dengan skor 34 dan ratusan triliun uang rakyat dikorupsi adalah realitas yang tidak bisa dibantah terjadi di rezim Jokowi,” kata Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (10/3/2023).
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu juga menyebut fakta bahwa mafia, perjudian, dan narkoba tumbuh subur di dalam tubuh aparat penegak hukum di era Jokowi. Contoh kasus, bekas Kapolda Jatim, Irjen Tedy Minahasa terjerat kasus peredaran narkoba jenis sabu dan saat ini masih bersidang di PN Jakarta Barat.
“Itu adalah realitas yang tak terbantahkan, parahnya uang ilegal itu memunculkan kecurigaan digunakan untuk biaya pemilu,” kata Ubedilah.
Selain itu, Ubedilah juga menyebut adanya fakta tentang “rekening gendut” di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belakangan ini yang diungkap Menko Polhukam Mahfud MD. Hal itu, kata dia, semakin menguatkan asumsi bahwa banyak pejabat korup di rezim Jokowi.
“Kekayaan pejabat justru naik lebih dari 70 persen di tengah rakyat menderita terjadi pada rezim Jokowi adalah realitas yang mencurigakan yang juga tak bisa dibantah,” tegasnya.
Belum lagi, masih kata Ubedilah, ada juga fakta bahwa Korupsi Kolusi dan nepotisme (KKN) terjadi di lingkar Istana dan kroni-kroninya. Kemudian, fakta lain bahwa pelanggaran HAM baru yang banyak terjadi di rezim Jokowi.
Atas dasar itu, Ubedilah meniali Jokowi sulit untuk bersih-bersih karena sejumlah kebobrokan yang sudah bercokol di era kepemimpinannya.
“Itu semua membuat Jokowi tidak akan bisa bersih-bersih diri dan karenanya berpotensi akan menjadi seperti Muhyiddin Yassin di Malaysia,” tandasnya.(*)