[PORTAL-ISLAM.ID] Sejauh ini, Anies Baswedan menjadi Capres dari Koalisi Perubahan, yang di dalamnya berisi tiga partai: Nasdem, Demokrat, dan PKS.
Selain Nasdem, dua partai merupakan oposisi pemerintah.
Hanya Nasdem yang merupakan partai pendukung pemerintah, namun pindah haluan dalam Koalisi Perubahan.
Memang, utak-atik pasangan calon di pemilihan presiden (Pilpres) di koalisi pemerintahan masih memungkinkan.
Jika hanya mengerucut satu paslon maka head to head dengan oposisi tak terhindarkan.
Artinya, akan ada koalisi besar mengepung Anies. Padahal, Pilpres 2024 memungkinkan empat pasangan calon.
Estimasinya, Koalisi Perubahan; Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang meluputi Golkar, PAN, dan PPP; Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR)yang di dalamnya ada Gerindra-PKB; dan usungan PDIP.
"Tetapi masih memungkinkan akan ada utak-atik, jadi tiga atau bahkan hanya dua paslon. Melihat survei, ada tiga tokoh top bergantian, Prabowo, Ganjar, dan Anies. Tergantung surveinya," kata Sukri Tamma, analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Rabu, 1 Maret.
Kondisi ini memperlihatkan seolah-olah tiga koalisi melawan Koalisi Perubahan. Itu dalam konteks dikotomi pemerintahan.
"Tetapi politik sangat cair, koalisi bisa jadi apa saja. Posisinya kita masih menunggu, tetapi dalam waktu dekat mungkin sudah ada kejelasan," imbuhnya.
Koalisi mungkin akan segera mengerucut. Capres dan pasangannya harusnya segera deklarasi. Meski belum ada cawapresnya, koalisi Anies Baswedan sedikit lebih maju.
"Tarik ulur pasangan Anies kemungkinan menunggu keputusan bakal koalisi lain," ujar Sukri.
Jika koalisi pemerintah mengerucut hanya satu paslon, polarisasi yang tajam akan terulang seperti Pilpres 2019. Politik identitas yang destruktif akan kembali mewarnai.
"Tetapi saya kira kondisinya tidak akan setajam 2019," jelas Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas itu.
Pasalnya hingga satu tahun jelang pencoblosan, belum ada polarisasi seperti politik identitas yang begitu tampak.
Berbeda dengan Pilpres 2019, dua tahun sebelumnya sudah mencuat politik identitas, SARA, saling menjelekkan, hingga saling menghina.
Pengamat: Anies Ditawan oleh Dua Mantan Petinggi Indonesia
Pengamat Politik Rocky Gerung menilai adanya ambisi dalam diri Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ambisi ini ada untuk memenangkan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai presiden periode 2024-2029.
Meski SBY tengah berusaha membuat duet Anies-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) demi memenangkan mantan rektor Universitas Paramadina itu, SBY tak bisa melangkah lebih jauh lagi karena kendala king maker.
“Secara kekuatan batin, SBY merasa dia akan turun gunung untuk menjadikan Anies presiden, tetapi masalahnya SBY bukan king maker buat Anies,” ujar Rocky dikutip dari kanal YouTube-nya pada Kamis (02/03/2023).
Rocky mengatakan bahwa Jusuf Kalla (JK) adalah sosok king maker bagi Anies atau orang yang memberikan dukungan besar kepada Anies sedari awal.
Maka dari itu, Rocky menyatakan bahwa Anies tengah ditawan oleh dua tokoh besar saat ini, yakni SBY dan JK.
“Jadi, Anies sebetulnya ditawan oleh dua mantan petinggi Indonesia, yaitu Pak SBY sebagai mantan presiden dan Pak JK sebagai mantan wakil presiden,” ucapnya.
Keinginan SBY untuk menjaga Anies sendiri terlihat dari cara Demokrat berhubungan dengan bakal calon presiden (Bacapres)-nya sejauh ini.
Langkah Demokrat ini pun juga dinilai berbeda dengan langkah Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang terkesan membebaskan Anies dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang bergerak lebih pragmatis.
“Memang di belakang itu ada dua poin tadi, pertama Pak SBY menganggap bahwa di awal Anies yang kami protect, itu artinya harus ada pesan kuat bahwa Anies harus gandeng Demokrat.” [kontenjatim]