Mengapa Jokowi selalu minta ditemani Prabowo? Kata Prabowo: Jokowi sedang mengajari saya cara memimpin negara. Benarkah ? Bagaimana mungkin Jokowi yang selalu salah langkah dan membuat kebijakan keliru mau mengajari orang yang lebih berpengalaman dalam dunia (organisasi) militer ? Dalam hemat penulis, bukan itu alasannya.
Yang mungkin sedang terjadi dalam diri Jokowi adalah munculnya rasa cemas yang tinggi menghadapi masa depan yang suram sehingga dia memerlukan seseorang yang “kuat” yang bisa “menghibur dan melindunginya”. Dan Prabowo adalah sosok yang dianggap bisa “menghibur” dan “melindungi” dirinya. Kenapa bukan Ganjar Pranowo saja (yang digadang-gadang jadi penerusnya?) Kalau Ganjar posisinya saat ini sangat lemah. Selain karena faktor “sudah dibuang” oleh PDIP, juga elektabilitas Ganjar (secara real) sangat rendah karena dianggap sebagai Gubernur gagal.
Bagi orang yang suka membaca gerak-gerik tubuh seseorang, akan bisa menilai tingkat kecemasan seseorang. Kecemasan itu akibat dari berbagai keruwetan hidup dan keputusan-keputusannya yang gagal. Kegagalan yang beruntun dan tak kunjung ada solusi bisa membawa seseorang menghadapi keputus-asaan. Itu kurang lebih suasana hati Jokowi saat ini. Walaupun, sebagai orang Jawa dia berusaha untuk menutup semua kecemasan itu dengan penampilan yang dibuat santai dan terus bisa tersenyum. Tapi kita bisa menganalisanya dari setiap tindakan yang diambilnya.
Orang menyebut Jokowi sudah mengalami lame duck (bebek lumpuh), karena Jokowi sudah tidak berdaya menyelesaikan kasus-kasus besar dan penting bahkan malah bermunculan berbagai skandal. Kasus-kasus besar belum selesai, muncul kasus baru. Kasus-kasus yang tidak bisa terselesaikan oleh Jokowi sepert : Kasus Ferdy Sambo, kasus Kanjuruhan, kasus skandal 300 triliun Sri Mulyani yang begitu dahsyat, kasus Rafaek Alun dan korup beberapa Kepala Pajak. Begitu juga tidak berhasilnya KPK mentersangkakan Anies di Formula E, tidak berdayanya Jokowi memecat Menteri-menteri Nasdem, padahal PDIP sudah mendesak Jokowi untuk memecatnya, dan yang paling bikin frustrasi Jokowi adalah tidak berhasilnya Jokowi menunda Pemilu dan mencapreskan Ganjar.
Semua langkah Jokowi sepertinya terus menemui jalan buntu.
Walaupun dana sudah keluar sangat besar (ratusan triliun dan mengerahkan buzzer-buzzer rp) demikian jugs berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk menggerakkan relawan, menyuap insan kampus, aparat desa, dan perangkat lembaga negara. Tapi hasilnya nihil. Pemilu insya Allah tetap tidak akan berubah yaitu tanggal 14 Februari 2024.
Bahkan Jokowi sudah mengutus Lord Luhut untuk menemui Surya Paloh di Markas Nasdem (ini pertemua ketiga kalinya). Apa tujuan Luhut menemui Surya Paloh ? Untuk menekan Surya Paloh ? Tidak mungkin, karena posisi Nasdem saat ini jauh lebih kuat dari posisi Jokowi. Jadi untuk apa ? Yang paling mungkin adalah Luhut “mengemis” kepada Surya Paloh agar jika kelak Anies jadi Presiden ; 1. Tidak akan mengkasuskan Jokowi dan keluarganya ke ranah hukum; 2. Agar proyek-proyek rintisan Jokowi dilanjutkan (termasuk IKN dan Kereta Cepat); 3. Mungkin juga sekalian menitipkan karir politik putra-putranya (?). Berhasilkan permintaan Luhut itu ? Dengan tidak adanya konferensi pers dari keduanya setelah pertemuan selesai, dapat dipastikan misi Luhut gagal total.
Mari kita inventarisir apa saja yang sangat dicemaskan Jokowi saat ini jika Pemilu benar-benar digelar tanggal 14 Februari 2024 ? ;
Pertama, Ganjar hampir dipastikan gagal maju nyapres
Padahal Jokowi sangat berharap Ganjar (danEric Thohir) bisa maju nyapres dan menang Pilpres 2024, sehingga nasib Jokowi bisa terselamatkan. Dengan tidak bisa majunya Ganjar, tentu saja membuat Jokowi sangat cemas. Sedangkan kepercayaan Jokowi kepada Prabowo belum sepenuhnya.
Kedua, Ketakutan berbagai kasus kejahatan dirinya dan keluarganya akan dimasukkan ke meja hijau seperti yang terjadi kepada Perdana Menteri Malaysia.
Dosa-dosa Jokowi sangat banyak, mulai dari korupsi, penggunaan ijazah palsu, terlibatnya kasus pembunuhan dan pembantaian (petugas KPPS, KM50, Kanjuruhan, dll), termasuk upaya pembunuhan dan kriminalisasi terhadap IB HRS, Tengku Zulkarnaen, Syekh Jabir, Maher At-Tuwailibi, dll.
Ketiga, Tekanan dan intimidasi baik dari oligarki taipan maupun rezim China komunis
Jika Anies yang menang pasti berbagai proyek oligarki taipan dan Pemerintah China akan gulung tikar. Oleh karena itu mereka sangat cemas jika Anies yang menang. Jokowi selama ini sudah berusaha keras untuk “mematikan” Anies, tapi selalu gagal karena Anies berada dalam lindungan Allah
Keempat, Berbagai warisan proyek-proyek oligarki taipan dan China bakal mangkrak
Selain proyek IKN dan Kereta Cepat Jakarta Bandung tidak akan diteruskan, demikian juga proyek-proyek China yang lain seperti rekalamasi, penguasaan lahan, pulau, dan tambang (nikel) di Indonesia.
Kelima, Jokowi akan kehilangan pemuji-pemujinya
Setelah Nasdem, partai yang sangat setia bersama Jokowi selama 2 periode tiba-tiba menyatakan berpisah. PDIP sebagai partai pendukung dan pengusung Jokowi, sudah mulai berseberangan jalan, terutama dalam masalah adu kuat wakilnya di lembaga-lembaga negara, soal penundaan pemilu, dan pencapresan Ganjar. KIB yang dipersiapkan untuk mengusung Ganjar dipastikan akan bubar jalan karena tidak ada kesepahaman tentang siapa yang akan jadi capresnya. Demikian juga keputusan MK yang menolak penundaan Pemilu sangat mengecewakan Jokowi.
Dan dilucutinya kekuasaan dan pengaruh Jokowi ini akan terus berlanjut, diikuti menjauhnya partai-partai lain sampai akhirnya ketika Jokowi sudah lengser semuanya akan meninggalkan Jokowi. Jokowi bakal merana sendirian, bahkan bisa jadi Jokowi akan tersandung banyak kasus sehingan harus mendekam di jeruji besi.
Siapa menanam dia yang mengetam. Orang yang menanam kebaikan akan mengetam kebahagiaan. Orang yang menanam keburukan akan mengetam kehinaan dan kesengsaraan. Dan ini pasti terjadi kepada siapa saja.
Hidup ini cuma sekali, maka gunakanlah dengan sebaik-baiknya.
Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)
Bandung, 26 Sya’ban 1444